Dua Belas

279 35 14
                                    

Arsen merentangkan tangannya ke atas begitu guru keluar dari dalam kelas sebagai ungkapan kelegaan berakhirnya UAS. Ahirnya ia berhasil menyelesaikan pelajaran terakhir tanpa mengalami stres seperti teman sebangkunya yang terpaksa berpisah tempat duduk selama ujian, Aldo. Lihatlah lelaki itu meletakkan kepalanya di meja dengan lesuh membuat Arsen terkekeh. Padahal ia sudah membiarkan Aldo melihat kertas ulangannya tapi entah kenapa dia masih lesuh.

"All is well, Do. Paling remed doang." Ujarnya.

"Iya, pasrah gue." Aldo menegakkan duduknya. "Ayo ke kantin. Gue laper habis mikir."

"Halah, kayak mikir aja lu."

"Gue mikir, yak." Aldo merangkul bahu Arsen. "Mikir gimana caranya nyontek ke elu tanpa ketahuan Pak Dwi."

Arsen tertawa, tidak membantah lagi, ia hanya mengikuti Aldo yang menyeretnya keluar kelas. Aldo melepas rangkulannya ketika keduanya sudah masuk area kantin yang sudah ramai. Aldo tanpa mengucapkan apapun ikut masuk keantrian batagor. Arsen mendengus akan tetapi ikut masuk ke dalam antrian itu, karena melihat antrian lain lebih panjang.

Butuh beberapa menit sampai ia berhasil memegang piring berisi seporsi batagor di tangannya. Ia mengedarkan pandangan mencari meja untuk ia tempati. Aldo? Jangan cari lelaki itu karena dirinya sudah menghilang entah kemana. Memang setia kawan sekali teman Arsen satu itu.

Sudut bibir Arswn tertarik melihat meja yang berada dipojokan yang hanya berisi dua orang, Ashel dan Chika. Ia menghampiri meja itu, menepuk kepala Ashel yang terkulai di atas meja membuat gadis itu reflek mengangkat kepalanya dengan cepat. Ia sudah siap mengomel karena seseorang mengganggunya, tapi omelan yang ingin ia ucapkan justru berubah menjadi sebuah rengekan ketika tau orang itu adalah Arsen.

"Arsen~" Kedua tangannya terentang hendak memeluk tubuh Arsen yang masih berdiri tapi lebih dulu digagalkan Chika karena menarik Arsen untuk duduk di sampingnya.

"Gak usah macem-macem lu. Punya gue nih!" Ujarnya galak.

"Dih, dulu aja bilangnya gak mau. Sekarang gue sentuh dikit ngamuk." Cibir Ashel.

Chika menggerakkan mulutnya mengikuti ucapan Ashel, bermaksud mengejek lalu menarik lengan Arsen agar duduk semakin dengannya. Ia tertawa puas saat wajah Ashel semakin masam.

"Dasar bucin." Ashel bangkit dari duduknya.

"Mau kemana?" Tanya Arsen yang sedaritadi ikut tertawa.

"Ke UKS. Mending gue tidur di sana daripada di sini jadi nyamuk." Ashel berbalik dan mengangkat tangan kirinya berpamitan.

Arsen menatap kepergian Ashel sebentar lalu mulai memakan makanannya. Sedangkan Chika duduk miring, memusatkan perhatiannya kepadanya.

"Kenapa?"

Chika menggeleng, ia menyisir rambut Arsen yang berantakan dengan jemarinya lalu menopang dagutanpa mengalihkan pandangan.

"Rambut kamu udah panjang. Gak mau dipotong?"

Arsen menghentikan suapannya, ia meremas rambut bagian atasnya yang memang terasa panjang. "Enggak ah, tanggung. Bentar lagi libur."

"Dih, gitu."

"Tapi kalau kakak gak suka, nanti aku potong."

"Lah, kenapa jadi tergantung aku."

"Kalau menurut kakak rambut aku sekarang gak menarik, itu berarti aku harus ganti gaya supaya kembali menarik."

"Kenapa begitu?"

"Soalnya kak Chika harus tertarik sama apa saja yang ada di diri aku."

"Lah."

MozaikWhere stories live. Discover now