Tiga

251 38 11
                                    


Arsen mengambil ponselnya dari dalam tas sebelum keluar kelas. Kelasnya seperti sebuah pasar tradisional karena gurunya berhalangan hadir sedang penghuni kelas sebagian besar telah menyelesaikan tugas yang diberikan sang guru. Ia meletakkan bukunya di atas meja ketua kelas, lalu melewati rombongan Aldo yang bernyanyi di depan kelas. Sebenarnya ia bisa saja ikut bergabung seperti biasa, memainkan gitar sebagai pengiring nyanyian teman-temannya. Tapi hari ini entah kenapa rasa malas menghampirinya. Maka dari itu ia memutuskan ke kantin, karena menurutnya di sana lebih damai dan adem.

Lebih dari itu, mana tau ia bisa melihat Chika. Sang Kakak kelas yang telah mencuri perhatiannya.

Kan, benar. Ditengah langkahnya menuju kantin ia menemukan Chika tengah bermain basket dengan beberapa murid perempuan di lapangan, lengkap dengan seragam olahraga. Tanpa sadar kakinya melangkah ke pinggir lapangan, pandangannya tak pernah lepas dari sosok kakak kelasnya itu. Ia  tersenyum ketika melihat Chika tertawa karena berhasil melakukan tembakan tiga poin.

"Sen, ngapain?"

Panggilan dari Ashel membuatnya menoleh. Perempuan itu menghampirinya.

"Lu ngapain di situ?" Tanya Ashel lagi.

"Nonton Kak Chika."

Ashel ikut melihat ke lapangan, ia melambaikan tangan ketika Chika melambaikan tangan ke arahnya. Hal yang tak luput dari perhatian Arsen. Dan tentu saja membuatnya iri.

"Kok dia ramah banget ke lo. Giliran ke gue aja, galak." Dengusnya.

"Dia kan bestie gue."

"Si paling bestie." Ejek Arsen.

"Bilang aja iri."

"Emang."

"Dih, dasar gak jelas. Mending kita ke kantin. Gue laper."

Tanpa menunggu persetujuan, Ashel lebih dulu menarik lengan Arsen, ia benar-benar lapar sekarang. Selain itu, dirinya perlu memastikan sesuatu. Bukannya tidak menyadari, tingkah Arsen cukup aneh akhir-akhir ini, apalagi kalau itu berkaitan dengan Chika.

"Sen."

"Hmm?"

Kini keduanya sudah berada di kantin, duduk saling berhadapan menyantap makanan pesanan masing-masing. Ashel mencondongkan tubuhnya ke arah Arsen yang masih menyuapkan ketoprak ke dalam mulutnya untuk mendapatkan perhatian penuh laki-laki itu dan berhasil. Arsen meletakkan sendoknya, pandangannya lurus kepada paras Ashel sebagai tanda bahwa dirinya siap mendengar apapun yang akan diucapkan gadis itu.

"Lu suka Kak Chika ya?" Bisiknya.

Alis Arsen terangkat, "Kenapa nanya gitu?"

Telunjuk Ashel bergerak berputar di depan wajah Arsen. "Lu sadar ga kalau muka lu ini selalu berbinar-binar kalau natap Kak Chika. Jangankan natap, denger namanya aja kayak sekarang tiba-tiba lu berseri-seri."

"Lu mau jawaban serius atau bercanda?"

"Ya menurut lu aja." Jawab Ashel malas

"Kalau gue jujur, takutnya lu marah sama gue."

"Kenapa gue harus marah?" Alis Ashel terangkat.

Arsen mengangkat bahunya. "Gak tau."

"Dih, gak jelas. Kalau lu suka Kak Chika tinggal ngomong, gue gak bakalan marah."

Arsen melipat kedua tangannya di atas meja, tatapannya mengunci kedua manik Ashel yang juga balas menatapnya. Bahkan tanpa sadar tubuh mereka sama-sama condong ke arah lawan bicaranya.

"Gua gak tau ini perasaan suka atau sekedar penasaran." Arsen menjeda kalimatnya, "Tapi akhir-akhir ini gue ngerasa ada yang geli di dalam perut gue setiap ngeliat Kak Chika. Kata Bunda itu tanda kalau kita lagi suka sama seseorang."

MozaikWhere stories live. Discover now