Tujuh

205 38 7
                                    

Kalau kata saya baca ulang sih.

***

"Jangan lu ambil!" Chika menepuk tangan Ashel dan mengambil susu kotak dari mejanya. "Ini buat gue."

"Dih, katanya gak suka tapi barang pemberiannya gak boleh diambil orang. Dasar aneh!"

Chika mengangkat bahunya acuh, ia menyeruput susu coklat itu tanpa peduli kalimat protes dari Ashel. Merasa tidak ada yang salah atas apa yang ia lakukan. Menurutnya, pemberian apapun dari orang lain tidak patut diberikan atau diambil oleh orang yang lainnya lagi. Itu sama saja tidak menghargai.

"Lu beneran gak mau nyoba sama Arsen, Chik?"

"Nope"

"Kenapa? Tuh anak cakep, baik juga. Bahkan gue bisa bilang kalau dia punya semua love language yang ada. Boyfriend material banget lah pokoknya. Minus kelakuannya aja yang rada aneh."

Chika menatap Ashel dengan alis terangkat. "Kalau dia emang se-perfect itu. Kenapa gak lu aja yang pacarin? Toh kalau diliat-liat lu sama dia deket banget. Sampe-sampe lu manggil dia cintanya aku. Bahkan semua anak mikirnya lu pacaran sama dia kan."

Chika bermaksud benar-benar menanyakan hal itu, karena jujur saja, hal itu menjadi salah satu alasan ia enggan mengiyakan ajakan jalan Arsen. Meskipun ada alasan lain yang lebih besar, tapi itu cukup mengganggu dirinya.

Ashel terkekeh pelan. "Gue sama dia udah kenal dari jaman bayi. Gue udah tau baik buruknya dia, begitu juga dia. Dan sampai sekarang gue gak nemu alasan buat tertarik sama dia "in a romantic way." gue suka dia sebagai temen gue dan gue yakin dia juga begitu." Ujarnya. "Gak ada yang perlu lu khawatirin kalau itu alasan lu gak mau deket sama dia."

Chika menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi sembari masih menghisap isi dari susu kotaknya. "Lu pasti tau alasan kenapa gue gak bisa deket sama dia."

"Ck, masih tentang mantan lu yang gak bertanggung jawab itu?"

Chika mengangguk kecil.

"Kak, lu harus ngelupain dia. Apa yang lu harepin dari cowok yang ngilang setelah ngajak lu staycation."  Ujar Ashel, membuat Chika melotot.

"Ashel, congor lu yak."

Ashel memeletkan lidahnya, "Lupain dia. Cari cowok lain."

Chika mendelik. "Ngomongnya gampang banget."

"Lu harus coba deket sama cowok lain. Siapa tau kalau lu deket sama cowok lain lu bisa lupa sama cowok mokondo itu. Apalagi kalau cowok lain itu Arsen." Ashel menyengir.

"Gue gak bisa sama Arsen."

"Kenapa?"

"Yakali gue sama brondong."

"Usia mah cuma angka."

Chika melengos. "Tetep gak bisa."

"Bisa! Gimana lu yakin gak bisa kalau lu aja gak pernah ngasih kesempatan buat dia deketin lu."

Chika diam, ia menatap Ashel. Lalu mengerang beberapa detik kemudian. "Tau ah, gue pusing!"

***

Arsen yang tadinya bersandar pada sisi mobil Chika menegakkan cara berdirinya begitu melihat sang empunya dari kejauhan, ia memasang senyum paling menawan yang ia miliki untuk menyambut gadis itu.

"Sore Kak Chika." Sapanya.

Chika memincing curiga, ia lalu memeriksa sekitar, takut-takut Arsen melakukan hal aneh lagi. Bahkan sampai hari ini dirinya masih menjadi bahan ledekan teman sekelas karena kejadian minggu lalu. Hanya dengan mengingatnya saja membuat Chika malu.

MozaikWhere stories live. Discover now