16 - Waiting

666 96 5
                                    

[Y/N] menyembunyikan dirinya di balik selimut tebal nan lembut berwarna putih, tidak mengindahkan ponselnya yang berdering tengah malam. Ini sudah ketiga kalinya ponselnya menerima panggilan, namun empunya masih bergeming meringkuk.

Sejak Ben mengantarnya pulang, ia langsung seperti itu. Bahkan Ben sendiri bingung apakah ia berbuat kesalahan pada [Y/N]. Perempuan itu mulai lesu saat mereka mendengar lagu terakhir dari playlist Ben. Pria itu tidak tahu apa-apa mengenai gadis itu, karena ia langsung turun dari mobil dan hanya mengucap terima kasih tanpa menoleh.

Sampai keempat kalinya ponsel [Y/N] berbunyi, ia akhirnya beranjak dari tempat tidur dan mengambil ponselnya yang diletakkan sembarangan di lantai, ikut terjatuh saat ia menaruh tote bag-nya.

Nama Jocelyn terpampang di profil penelepon. Untuk apa sahabatnya itu menelepon tengah malam begini? Terakhir kali ia menelepon di saat yang tidak tepat, ia memberitahukan perihal instastory Ran Takahashi yang memberi kode untuk dirinya.

"Ada apa denganmu? Aku sudah meneleponmu berkali-kali."Jocelyn sedikit membentak di telepon, tidak memedulikan [Y/N] yang masih tampak kusut.

"Apa maksudmu? Aku hanya tidur lebih awal."ucapnya bohong. Sangat jelas suaranya yang bergetar dapat disadari Jocelyn. Gadis oriental itu tertawa mengejek karena [Y/N] tidak bisa menyembunyikan perasaan gundahnya.

"Lalu, kenapa kamu begini setelah mendengar gosip itu?"pertanyaan menjebak dari Jocelyn mampu menyudutkan gadis dengan surai [H/C] itu.

"Lantas aku harus apa? Memaksa Ran agar tidak dekat dengan siapa pun? Aku bahkan tidak lebih dari sekadar penggemarnya, Lyn, penggemarnya."jawabnya dengan wajah redup. "Aku sudah memutuskan agar tidak terlibat dengan kisah Ran. Laki-laki itu bisa-bisanya meminta nomor teleponku di saat dia sendiri memiliki hubungan dengan wanita lain."

Jocelyn mengomel singkat di seberang telepon. [Y/N] memijit pelan keningnya mendengar ocehan sahabatnya yang kini berada di kota sebelah.

"Ini seperti de javu. Kau harus membuka Instagram sekarang juga, cepatlah."suruhnya dengan intonasi memaksa. "Kau ingin tahu fakta sebenarnya, bukan? Maka lakukan apa kataku."

[Y/N] menggerutu karena Jocelyn seakan marah padanya, padahal dia sendiri yang menyebabkan Jocelyn cemas karena teleponnya tidak diangkat. Gadis murung itu melakukan apa yang dikatakan Jocelyn.

Beberapa notifikasi dari Instagram terlihat di bar notifikasi. Mungkin karena Ben me-repost unggahannya makanya beberapa teman Ben mulai mengikuti akunnya. Tidak hanya itu juga. [Y/N] dengan mata yang menyipit melihat ada akun centang biru yang membuka instastory-nya. Seketika darah mengalir cepat di sekujur tubuhnya. Lagi-lagi atlet voli itu melihat unggahannya bersama Ben. Untuk apa ia melakukan itu?

Ia juga melihat ada sebuah lingkaran merah di sekitar foto profil Ran. Pemuda itu ada mengunggah sesuatu, namun hati kecil [Y/N] berteriak ketakutan, kalau-kalau isinya akan mencabik-cabik hatinya.

Tapi Jocelyn tidak mungkin menyuruhnya begitu kalau isinya tidak penting. Ia percaya Jocelyn tidak akan menjebaknya untuk menjadi terpuruk. Lantas dengan perasaan sangsi, ia membukanya dan alisnya bertaut membaca isi instastory Ran. Pria itu mengunggah menu makan malam yang sama dengan [Y/N], dan Ran menyebutkan ia ingin makan ramen karena melihat unggahan seseorang. Tertera pernyataan Ran mengenai gosip yang sedang ramai di kalangan penggemarnya, dan ia juga meminta maaf pada gadis yang baru saja ia kenal beberapa hari ini.

"Bagaimana? Kau masih mau mengelak?"Jocelyn bertanya dengan puas. Ia dapat membayangkan wajah tegang [Y/N] di apartemennya.

Perempuan itu menjatuhkan tangannya di atas tempat tidur. Pandangannya terarah ke depan, sebuah pemandangan kota besar di malam hari yang dipenuhi cahaya dari lampu-lampu gedung tinggi. Di bawah sana tampak mobil-mobil berlalu-lalang dengan para pejalan kaki di trotoar. Perbandingan yang kontras dengan relung hatinya yang mendadak sepi dan tidak bersuara. Pernyataan yang dibacanya tidak semata-mata hanya untuk sebuah postingan, itu sebuah permintaan maaf ala Ran. Ia bahkan memesan menu makan malam yang sama dengannya.

Dopamine | Ran Takahashi x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang