24 - Maid Cafe

550 92 2
                                    

"Selamat pagi."Ran Takahashi menyapa ramah timnya setelah mengambil sarapan. Ia mengambil duduk di samping Tomohiro. Libero andalan itu menautkan alisnya setelah menyuap nasi dari sumpitnya. "Hari ini tidak bareng Yuki dan Yuji?"

Ran menggeleng singkat. "Katanya keduanya sakit perut. Baru tadi subuh mereka dimarahi habis-habisan oleh coach."

Seluruh mata langsung tertuju pada Ran. Mata mereka yang sipit spontan melebar dengan mulut ternganga. Ran melirik ke kanan dan kirinya karena seluruh mata terpaku padanya.

"Kenapa? Ada apa?"tanya Ran bingung. Beberapa detik suasana hening seketika.

Akihiro mengaduh pelan. Bibirnya mengerucut dan ia menggeleng pasrah. "Ini sudah seperti ajang tahunan bagi mereka. Setiap mengikuti Asian Men's Volleyball Championship, setiap paginya mereka berdua pasti sakit perut."

"Tidak hanya itu, biasanya Yuji selalu kram perut beberapa jam sebelum bertanding."Miyaura ikut menimpali. "Tapi mereka akan membaik secepatnya. Hanya saja yang kami ragukan, coach akan sangat kesal."

"Coach mengancam mereka agar di bench selama pertandingan."sahut Masahiro Sekita barusan mengambil sarapan.

Ran mengaduh kecil. Ancaman satu itu benar-benar telak menyayat hati. Bagi pemain inti, berada di bench saat pertandingan berlangsung merupakan hal menyakitkan. Walaupun memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk bermain, namun rasanya akan sangat berbeda jika bukan pemain inti yang turun langsung.

"Jangan dipikirkan, Ran. Yuji tidak mungkin menyerah, ia pasti bisa mengalahkan sakit perutnya."Tatsunori menghibur Ran dengan tangan terkepal, sementara Tomohiro di samping Ran menghela napas menanggapi gurauan Tatsu.

Sarapan pun berjalan seperti biasa tanpa kehadiran Yuji dan Yuki. Para anggota tim tidak banyak bicara saat menikmati makan pagi mereka, hanya membahas seputar agenda mereka hari ini.

Tak lama kemudian, derap langkah kaki yang cepat terdengar dari lorong yang tersambung ke asrama. Sosok kapten beserta pemain terkuat di tim berlari kencang bak dikejar sesuatu. Sesampai di ruang makan, mereka terengah-engah sembari memegang lutut.

"Maaf, maaf. Kami baru saja mendapat hukuman dari pelatih."Yuki cepat-cepat membungkuk. "Kali ini kami tidak akan mengecewakan kalian."

Rekan tim menyahuti permintaan maaf Yuki. Tidak ada yang perlu dicemaskan, batin Ran lega saat kedua seniornya baik-baik saja.

Keduanya langsung mengambil sarapan dan menyambar meja terdekat. Waktu makan pagi hanya tersisa 10 menit dan setelah itu mereka harus bersiap-siap.

Sementara yang lainnya pergi lebih dulu ke gelanggang, Ran menghampiri Yuji di suapan terakhirnya.

"Apa kalian baik-baik saja, Yuji-san? Yuki-san?"

"Sakit perut kami layaknya kutukan sebelum pertandingan. Herannya lagi, selalu kami berdua yang kena."jawab Yuki menyeka mulutnya.

"Tidak perlu dipusingkan, Yuki-san. Ada bagusnya juga kita dihukum lari lalu setelah itu pergi ke toilet."sahut Yuji tersenyum lebar.

"Kau ini, tidak sopan berbicara seperti itu di ruang makan."Yuki menegur dengan sedikit tawa. "Ayolah, kita harus ke gelanggang sekarang, atau kita akan lari dua kali lipat lebih banyak."

Ran serta dua seniornya bersama-sama menemui rekan tim yang lain untuk mendengarkan arahan dari pelatih mereka. Ran tersenyum tipis, tidak lama lagi mereka akan kembali bertanding di lapangan, pertarungan bagi para atlet.

Selama satu bulan ini, Ran merasakan adanya perbedaan dari latihan rutinnya. Kali ini, ia memiliki pendamping yang mendukung rangkaian latihannya. Sensasi yang dirasakan pun berbeda. Bagi Ran sendiri, memiliki seorang kekasih seperti [Y/N] yang memahami kesibukan Ran, merupakan keberuntungan baginya. Selama latihan pun, Ran semakin bersemangat, apalagi mengetahui gadis itu akan pergi ke Jepang untuk waktu yang cukup lama.

Dopamine | Ran Takahashi x ReaderWhere stories live. Discover now