Awal Mula

250 0 0
                                    

POV Mutiara

Nyaris tidak membawa apa-apa, aku membawa anak-anak pergi dari rumah. Terus-terang pikiranku setengah kosong. Bingung, panik, sedih, semuanya campur aduk dalam hatiku. Rasanya seluruh tubuhku bergerak secara otomatis, reflek, karena otakku sedang membeku.

Jelas aku tidak bisa pulang ke rumah orangtuaku. Mereka pasti tidak percaya pada ceritaku. Di mata Mama dan Papa, Davi adalah menantu teladan. Davi sudah berhasil mempertahankan imejnya sebagai suami dan ayah yang ideal. 

Aku yakin saat aku menginjakkan kaki di rumah, detik itu juga Papa pasti akan menyeretku pulang. Mengembalikanku pada Davi. Memaksaku untuk menjadi istri baik-baik. Pasangan yang patuh pada suami seratus persen tanpa peduli seperti apa perlakuan Davi padaku.

Dalam kondisi bingung dan tak punya tujuan, hanya satu nama yang muncul di benakku malam itu: Letisha. Sahabat lamaku semasa kuliah dulu. Meski lama sudah kami tidak saling berkomunikasi, tapi aku yakin sekali dia akan bersedia menolongku.

Sejak kami berpisah saat masih kuliah dulu, bisa dibilang kami tidak pernah lagi berhubungan. Sesungguhnya aku yang menghindar darinya. Kehidupan pernikahanku yang tidak bahagia berhasil menyuburkan rasa minder di hatiku. Apalagi kala kuintip media sosial milik Letisha yang kerap menayangkan keberhasilannya. Letisha telah berhasil mewujudkan impian masa muda kami. Dia telah berhasil menjadi business woman yang sukses. Bisnis klinik kecantikannya maju pesat. Kehidupan pribadinya juga tak kalah membahagiakan. Letisha kerap tampil bersama suaminya yang juga pengusaha.

Pasti Tisha tidak keberatan membantuku.

Karena itu aku membawa Ella dan Ello menaiki bis malam menuju kota tempat Letisha tinggal.

“Kita mau kemana, Bun?” Dengan mata mengantuk Ella masih sempat bertanya. Dia duduk di kursi di sampingku sementara Ello sudah tertidur di pangkuanku.

“Kita mau jalan-jalan keluar kota, sayang. Kamu sudah ngantuk kan? Sekarang Ella tidur saja dulu. Nanti Bunda bangunkan kalau sudah sampai.” Kupeluk kepala Ella hingga bersandar di bahuku.

“Asiiik…” bisik Ella sebelum terlelap. Dalam keremangan lampu bis aku masih bisa melihat segaris senyum terlukis di wajahnya.


***

Dugaanku sama sekali tidak salah. Letisha menyambut kedatanganku dengan sangat hangat. Setelah mendengarkan masalahku, dia langsung menawarkan pekerjaan di klinik kecantikan miliknya. Bukan itu saja, dia juga menawarkan kami tinggal di paviliun di samping rumahnya.

Dengan pertolongan Letisha, dengan cepat aku merasa mapan. Kehidupan terasa begitu nyaman meski aku tak memiliki suami. Aku tidak perlu cemas soal masalah keuangan karena gaji yang diberikan Letisha sangat memadai. Apalagi aku juga tidak perlu memikirkan soal biaya sewa rumah yang jumlahnya pasti lumayan besar. Aku jadi bisa berhemat banyak.

Soal makanan sehari-hari pun Letisha kerap menyuruh asisten rumah tangganya untuk mengirimkan masakannya. “Sayang kalau cuma memasak untukku dan suamiku. Lebih baik sekalian saja juga untuk Ella dan Ello,” begitu katanya setiap kali aku merasa tidak enak karena menerima kiriman makanan dari dapurnya.

Letisha dan suaminya benar-benar seperti keluarga kedua untukku. Mereka memperhatikan Ella dan Ello seperti anak mereka sendiri. Kasihan sebenarnya Letisha, dia sering curhat tentang rencananya mengikuti program kehamilan di rumah sakit.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 18, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sahabat yang Merebut SuamikuWhere stories live. Discover now