Alia Wenang kira kehidupannya sempurna, menjadi seorang Ibu Persit dari Dwikara Prasetya dan juga ibu untuk Andika Prasetya yang tengah aktif-aktifnya di usianya yang sudah memasuki sekolah dasar meski, tapi sayangnya kesempurnaan yang dia rasakan n...
Hari berganti demi hari, semuanya berjalan seperti biasa hingga tidak terasa sudah 4 bulan lebih Dwika meninggalkan rumah yang menjadi tempat ternyamannya selama 8 tahun ini. Bukan hanya meninggalkan rumah, tapi Dwika juga meninggalkan istri dan juga putra yang dahulu merupakan pelipur rasa lelahnya.
Terkesan jahat, tapi posisi Alia dan Andika kini sepenuhnya di gantikan oleh Nana dan juga Nada. Sosok dari masalalu yang kini sudah menjadi prioritas pertama dalam hidup Dwika. Segala hal akan selalu Dwika usahakan untuk Nana, memenuhi gaya hidup yang ternyata tidak main-main, sangat berbeda dengan Alia yang terima beres segala keperluan rumah dan sekedar di beri uang jajan dan belanja, Alia tidak pernah mengeluh. Sangat berbeda dengan Nana yang suka sekali arisan, pengajian, dan juga donasi dengan Ibu-ibu kajian. Awalnya Dwika sempat merasa berat dengan permintaan Nana yang seakan tidak ada habisnya. Tapi melihat semua uang yang diminta Nana untuk hal positif, Dwika merasa sangat bersalah jika tidak bisa memenuhinya.
Itu baru keperluan Nana yang hampir menghabiskan lebih dari 10juta perbulan, belum lagi dengan pengobatan paru-paru Nada yang sama sekali tidak tercover asuransi karena status Nana yang tergantung, tidak di cerai tapi juga tidak berpisah dari suaminya. Satu waktu Dwika pernah bertemu dengan Ganang, berusaha menjelaskan keadaan Nada yang sangat buruk, tapi yang Dwika dapatkan justru cemoohan.
"Oh, itu belatung nangka sekarang nemplok ke lo. Baik-baik lo, tuh orang bukan manusia tapi setan yang pakai kerudung. Lagian sudi amat biayain tuh anak, udah nipu gue habis-habisan. Masih nyuruh gue buat biayain anak yang nggak tahu bapaknya? Ada gila-gilanya lo!"
Ya seperti itulah kurang lebihnya pembicaraan Dwika dengan Ganang. Semua kalimatnya dari awal sampai akhir hanya berupa kemarahan dan hinaan untuk Nana dan mendengar hal tersebut Dwika tentu saja marah. Sudah seperti keharusan bagi Dwika untuk marah jika ada yang berani mencemooh wanita yang dicintainya tersebut. Itu sebabnya bukannya mendengar nasihat Ganang. Dwika justru bertekad untuk menjadikan dirinya pelindung bagi Nana dan Nada.
Empat bulan penuh sejak Dwika berpisah rumah dengan Alia, dan selama itu pula uang gajinya di pegang oleh Alia, bukan hanya uang gaji, tabungan, deposito, dan bagi hasil usaha keluarga yang di jalankan oleh Papanya pun semuanya masuk ke dalam rekening yang di pegang Alia, dan Dwika tidak bisa mengusiknya sama sekali jika tidak mau kariernya di Militer yang di bangunnya dengan sempurna hancur berantakan.
Seumur hidup bersama dengan Alia, Dwika sama sekali tidak menyangka jika istrinya begitu pintar mengamankan segalanya, kini untuk memenuhi semua permintaan Nana dan Nada, Dwika harus putar otak menggunakan seluruh koneksi, nasib baik Dwika memiliki usaha mandiri yang di handelnya tanpa sepengetahuan keluarganya, uang dari situlah yang Dwika gunakan selama ini, meski Dwika tidak yakin akan cukup sampai kapan.
Di saat-saat tertentu, Dwika merasa ada kekosongan yang terasa di hatinya, sesuatu yang salah dan keliru tapi Dwika tidak tahu apa tepatnya. Sebuah rasa sunyi yang dengan cepat menghilang tanpa sebab.
"Mas Dwi, kok ngelamun sih? Nggak suka ya sama kopi buatan Nana?"
Dwika yang sebelumnya termangu dalam kekosongan karena rasa lelahnya usai menerima satu peleton yang baru saja pelatihan di luar kota, mendadak saja tersentak dengan teguran dari Nana. Berbeda dengan Alia yang selalu modis dengan dress rumahan dan riasannya, maka Nana yang sekarang adalah sosok yang bertolak belakang. Dulu Nana begitu fashionable, pakaiannya selalu kekinian karena profesi Nana adalah model, tapi sekarang pasca Nana menikah, Nana berhijab, tidak ada lagi pakaian seksi melekat di diri Nana, tidak ada riasan wajah berlebihan di wajahnya, dan sungguh itu membuat Dwika semakin tergila-gila dengan Nana.
Di mata Dwika, Nana adalah berlian yang disia-siakan. Sosok muslimah sempurna yang merupakan istri idaman yang Dwika inginkan dari seorang pasangan. Perubahan Nana inilah salah satu alasan kenapa Dwika dulu semakin bersimpati pada Nana. Wanita yang dicintainya di masalalu ini begitu sempurna.
"Mas capek, Na. Pelatihan dari luar kota terus langsung kesini waktu kamu ngabarin kalau sesak nafasnya Nada makin parah."
Tidak, apa yang Dwika katakan bukan omong kosong, dia benar-benar lelah sekarang, saat truk byson baru masuk Batalyon, telepon dari Nana yang masuk sama sekali tidak bisa Dwika abaikan. Dan sekarang usai melihat Nada yang tertidur karena capek menangisinya yang tidak terlihat seminggu ini, Dwika memilih duduk di luar sementara Nana membuatkannya minuman. Ya, sama seperti Alia yang selalu memanjakannya dan menyiapkan segala hal, Nana pun melakukan hal yang sama. Bahkan perihal gula, garam dan lain hal untuk Dwika di bedakan tersendiri. Sebagai seorang pria tentu saja Dwika tersanjung dengan perlakuan istimewa Nana yang membuatnya semakin melupakan Alia.
Aaah Alia, hadirnya pernah membawa bahagia dan cahaya baru untuk Dwika, tapi sekarang mengingatnya saja sudah membuat kebencian di hati Dwika.
"Kalau gitu buruan nikahin Nana, Mas."
Holllaaaa yuk yang mau baca secara lengkap bisa ke KBM, KaryaKarsa, playbook atau mampir ke innovel/drimi ya, Happy reading semuanya
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.