Chapter 3

173 48 28
                                    

Hari Minggu.

Seharusnya ini jadwal Tiasa berdiam diri dirumah dan bermain dengan Yeontan, anjing Pomeranian yang ia pelihara 3 tahun lalu. Tapi Sadam lebih dulu menghubunginya, dan meminta Tiasa serta menarik Barit bersamanya.

Ketiga nya sudah duduk nyaman di sofa, dengan Sadam yang berada di seberang. Apart mewah milik Sadam yang ia sulap senyaman mungkin sebagai tempat berkumpul sekaligus rumah kedua untuk mereka.

"Orangtua gue balikan."

Keduanya menoleh, mengerutkan kening mendengar ucapan Sadam yang terkesan tiba-tiba. 30 menit lalu, tidak ada yang mengatakan apapun ditemani sebatang rokok yang akan selalu ada diantara mereka.

"Maksud lo ?"

"Mereka sepakat buat bareng lagi, Rit."

Sedangkan Sadam menghembuskan asap rokoknya di udara, jelas enggan menatap kedua temannya. Peragaian Sadam terlalu santai, berbeda dengan isi kepalanya yang berisik.

"Lo ngga seneng ?"

"Gue ngga bilang gitu, Sa."

"Dan lo ngga keliatan seneng juga."

"Ini bukan tentang seneng atau ngga senengnya. Kalian kan tau, dari SD gue hidup tanpa nyokap. Semalem bokap nyamperin gue ke kamar, dia bilang kita bakal balik utuh lagi. Itu terlalu tiba-tiba buat gue."

"Lo benci sama nyokap lo ?"

"Ngga lah, sejauh ini hubungan kita terbilang aman. Adek gue juga-"

"Lo punya adek ?"

"Kembaran, cuma dia cewe."

"Anjir keren ? Ngga identik gitu ?"

"Iya, berasa bukan kembaran malah."

Sejauh ini Sadam memang tidak pernah menyinggung tentang apapun selain kehidupan keluarganya yang tidak utuh, tidak penting juga sih sebenarnya.

"Terus dia dimana ?"

"Tinggal sama nyokap, kan anaknya dua kudu di bagi biar adil."

"Tai, jangan ngelawak."

"Siapa yang ngelawak ? Ya emang gitu bener."

"Cakep ?"

"Coba aja kalau mau deketin dia."

"Ngga deh, ngga minat bakal jadi ipar lo juga."

Barit membayangkan bagaimana ia harus hidup sebagai ipar dari Sadam dan terjebak dengan label 'sahabat sehidup semati.' menggelikan.

"Aista lebih cakep."

"Cakepan adek gue."

"Lo bilang gitu karena itu kan adek lo sendiri."

"Serius gue, kata gue sih Tiasa bakal naksir."

"Ngga bakal, dia maunya sama Regal doang."

Keduanya tertawa, Tiasa bahkan tidak menghiraukan mereka. Lagipula Barit benar, dia tidak mudah tertarik pada sembarangan orang. Untuk saat ini, tidak ada yang mampu mengalihkan perhatiannya kecuali Regal.

"Kapan kalian mulai tinggal bareng ?"

"Malam ini juga mereka udah ada di rumah."

"Selamat bro, keluarga lo utuh lagi."

"Thanks banget, Tiasa."

Entah sudah berapa batang rokok yang mereka hisap, sisanya bahkan tertancap tidak beraturan di asbak yang ada diatas meja samping sofa.

"Btw, lo beneran serius sama Regal ?"

"Itu lagi yang mau lo bahas ?"

"Iseng aja, daripada diem-dieman."

FragranzaWhere stories live. Discover now