Chapter 5

149 39 17
                                    

Tiasa melakukan kegiatan harian nya seperti biasa. Jika tidak di rumah, di sekolah, pasti nya nongkrong bareng sama kedua temannya.

Tepat sekali, dia bisa melihat Barit yang masih termenung menatap rumah Sadam. Mereka memang ada janji untuk bertamu, kata Sadam sih pesta kecil untuk keluarga nya yang utuh lagi.

"Rit, dari kapan disitu ?"

"Daritadi sih, gue lagi nungguin lo ini."

"Kenapa nunggu gue segala ? Biasa langsung masuk ?"

"Ada nyokapnya Sadam, malu."

"Oh, bener juga."

Tiasa melepas helmnya, mencabut kunci dan meraih ponselnya untuk menghubungi Sadam. Tidak lama setelahnya lelaki itu sudah berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang.

"Ngapain planga plongo disitu ?"

"Nunggu yang punya rumah, mas."

"Lo berdua biasa langsung pada masuk padahal."

"Kan sekarang ada nyokap lo, ngga enak lah. Biasa juga kita ketemunya sama bokap lo doang."

"Apa kata lo aja dah."

Sadam membuka lebar pintu pagar rumahnya, baru semenit lalu mereka bilang tidak merasa enak. Nyatanya Barit orang pertama yang berlari menduduki sofa.

"Air es satu, Sad."

"Ambil sendiri, lo pikir gue babu ?"

"Tuan rumah aturannya sopan."

"Tamu harus lebih sopan."

"Ngejawab mulu, bilang aja males."

"Emang."

Keduanya baru berhenti setelah mendapati Tiasa yang beranjak dari sofa, menyapa seorang wanita yang membalasnya dengan senyum ramah.

"Selamat siang, Tante."

"Selamat siang, temen sekolahnya Sadam ?"

"Iya Tante, temen dari SMP."

"Tante seneng banget bisa ketemu langsung sama kalian, soalnya Sadam banyak cerita."

"Masa sih, Tante ? Aduh, jadi mal—"

"Ngga usah kepedean, gue ceritain betapa boroknya temenan sama lo berdua."

Jika saja tidak ada Ibu Sadam, Barit sudah pasti adu mulut dengan Sadam seperti biasa. Tapi melihat Ibu yang tertawa, Barit jadi terpesona. Wanita yang memasuki usia 39 tahun ini masih sangat cantik, walau terlihat tidak muda lagi.

"Ngga, Sadam bilang kalian itu temen dia yang paling deket. Apa itu istilah nya ya... sahabat kentel gitu."

"Waduh, terharu nih kita nya."

"Ngomong mulu sih lo, Barit."

"Kalau sayang tuh bilang, ngga usah pake gengsi segala.'

"Diem aja, berisik."

Ibu terkekeh pelan, keributan kecil seperti ini mengingatkannya pada tingkahnya dengan teman-temannya saat seusia mereka dulu. Bertengkar terus tapi tetap saling sayang, mau dicari yang lain pun tetap saja yang cocok cuma teman lamanya.

"Jadi, siapa aja ini namanya ? Kita belum kenalan loh."

"Astaga sampai lupa, nama saya Barit Sadewa."

"Tiasa Baswara, Tante."

"Aduh ini loh, nak Tiasa cakep. Mau kenalan sama anak Tante ngga ?"

"Nah loh ?"

FragranzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang