Bab 5 - Mixue

163 11 6
                                    

Pov Beni :

Aku cukup kaget ketika Aya tiba-tiba kembali menghubungiku, bukan karena apa-apa tapi Aya sangat jarang meminta bantuan orang lain. Arman selalu stand by tiap kali anak dan istrinya membutuhkannya. Kalau sampai Aya meminta tolong pada orang lain sepertiku sudah pasti ada yang sangat tidak beres.

Rumah calon mertuanya tidak terlalu jauh sebenarnya masih dekat dengan kota meskipun peradabannya tidak maju. Begitu aku sampai disana hal yang lebih mengejutkan lagi terjadi. Aya berlari ke arahku dan langsung memelukku dengan erat. Sudah jelas ini ada yang tidak beres, Aya menangis.

Aku melihat pacarnya yang duduk santai bersama saudara-saudaranya, sementara ada ibu-ibu gendut yang memanggil-manggil Aya mencoba menahannya. Aya langsung masuk ke mobilku, ujung celananya basah, ujung bajunya dan kerudungnya juga. Ada bau sabun cuci piring juga yang menguar darinya.

Ya ampun! Apa yang sudah Aya lakukan sebenarnya selama disana beberapa jam ini? Bagaimana bisa ia jadi seberantakan ini! Aku kembali menatap pacarnya yang begitu pengecut dan hanya berjalan mendekat, baru hendak mencegahku membawa Aya pulang namun bocah tolol itu malah tak mengucapkan apa-apa.

Awas saja sampai aku dengar hal buruk soal Aya ku habisi kamu!

"Adek kenapa?" tanyaku setelah menyetir mobil sedikit menjauh dari rumah calon mertua Aya tersebut.

Aya yang dari tadi diam langsung menangis dengan keras, aku memelankan laju mobilku dan mulai melaju pelan disisi kiri jalan.

"Aku kira aku datang buat jadi tamu, buat di kenalin ke keluarganya dengan baik. Aku gak pernah memperlakukan dia dengan buruk Om. Ayah emang galak kalo ngomong sama dia, tapi Ayah tetep mau ngajak dia makan bareng, gak nyuruh dia apa-apa. Kenapa aku malah disuruh-suruh terus disana?! Aku di suruh cuci piring banyak banget, aku cuma makan apa yang di suguhin ke aku. Malah aku di katain gak tau diri! Sebenernya aku ini di anggap apa?!" ucap Aya dengan nada tinggi agar suaranya jelas meskipun sedang menangis.

Aku menepikan mobilku. Lalu menggenggam tangannya, Aya langsung memelukku lagi sambil menangis.

"Katanya aku harus belajar jadi ibu rumah tangga. Harus mau susah sama keluarganya. Waktu aku ajak pacarku buat bantu cuci piring dia malah bilang malu kayak pembantu. Emangnya aku mau di perlakukan kayak pembantu? Ayah aja gak pernah giniin aku!" lanjutnya lagi setelah melepas pelukannya dariku dan mengambil tisu sendiri untuk menyeka airmatanya dan membuang ingusnya.

Aku diam mendengarkannya lalu mengangguk. Aku akan selalu ada di pihak Aya, apapun yang terjadi. Aya kembali menangis sembari memalingkan wajahnya dariku.

"Sebenarnya aku ini mau di jadikan menantu apa pembantu..." lirih Aya sedih.

Aku menghela nafas menatap Aya yang begitu sedih dan kecewa. Mungkin ucapan Sofia dulu saat bertengkar hebat dengan Arman terjadi. Pertengkaran yang menyebabkan Aya dan Aska harus menginap seminggu di rumahku dulu.

"Adek udah makan belum?" tanyaku pada Aya dengan lembut sambil mengelus punggung gadis yang pernah ku asuh dulu.

Aya menggeleng. "Aya gak selera Om," jawabnya yang masih bersedih.

"Ini udah mau jam tiga, kamu janji sama Ayah pulang jam berapa? Kalo kamu masih nangis, gak mau makan, matamu nanti bengkak, merah-merah, Ayahmu nanti curiga," ucapku coba membujuknya.

Aya menghela nafas beberapa kali mencoba menenangkan dirinya sebelum menatapku. "Om Beni, tolong rahasiain ini dari Ayah ya. Aku belum mau putus dari Irsyad," ucapnya sambil menggenggam tanganku.

Aku terdiam sejenak lalu mengangguk. Aya kembali tersenyum lembut dan aku semakin benci pada Irsyad.

"Kita jajan Mixue aja yuk Om!" ajaknya dengan ceria.

My Lover 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang