Bab 6 - Chatting

180 8 0
                                    

Pov Beni :

Aya benar-benar membuatku belingsakan. Sudah aku keceplosan memanggilnya Sayang, ia malah menanyakan hal argh... tapi Aya memang begitu. Sejak kecil ia selalu menanyakan hal seperti itu. Pertanyaan "sayang Aya tidak?" itu bukan pertanyaan asing yang baru ia keluarkan. Sejak ia mulai bisa bicara dulu ia sudah sering menanyakan itu.

"Om Bani sayang Adek?" atau "Om Beni mencintai Adek ya?" atau "Om Beni kalo di sayangi Adek bahagia tidak?" pertanyaan sejenis itu adalah hal wajar bagi Aya. Mungkin memang love languagenya word of afirmation, entahlah.

"Hai Bro!" sapaku begitu sampai di depan rumah Arman hendak menurunkan Aya dan langsung di sambut kembarannya.

"Hai Om! Wah tumben sama Aya, katanya Aya ke rumah camernya..." seloroh Aska.

Aku diam membiarkan Aya yang menjawab. "Iya, ketemu Om Beni di Mixue. Nebeng deh sekalian," jawab Aya memulai dustanya.

Aku hanya tersenyum canggung.

"Mampir Om! Kita tanding jalan-jalan, sama tanding PS malemnya," ajak Aska tanpa beban.

Mau sampai kapan aku ini mengintili Arman dan keluarganya. Rekan bisnis bukan, saudara apa lagi, hanya sebatas teman tongkrongan lalu begitu saja larut dalam keluarganya yang begitu hangat dan terbuka.

"Gak, mau ke bengkel. Ada urusan," jawabku yang memang masih harus mengecek bengkelku.

"Om Beni!" seru Amar yang langsung berlari ke arahku.

"Adek! Pakek baju dulu!" teriak Sofia yang kewalahan mengejar Amar yang berlarian keluar meskipun belum memakai celananya. "Pakek celana!" omel Sofia.

"Sudah!" seru Amar menunjuk sempaknya lalu kembali mendekat ke bundanya.

"Yaudah ya mau lanjut," pamitku sebelum Arman ikut keluar dan mengajakku bergabung bersama keluarganya.

"Makasih Om, hati-hati ya..." ucap Aya sebelum masuk kedalam gerbang rumahnya bersama Aska.

Aku mengangguk lalu menatapnya sejenak. Dua bocah yang dulu terakhir ku temui sebelum berangkat ke Australia masih memakai popok dan berebut mainan, sekarang sudah besar. Dan itu yang terus ku tanamkan di pikiranku setiap melihat Aya. Aya dewasa masih sama dengan Aya kecil yang minta di gandeng meskipun sudah tiduran di atas kasur.

***

Pov Aya :

"Kamu bauk Kak!" ucap saudara kembarku begitu masuk rumah.

"Iya ini mau mandi," sautku lalu melepas kerudungku dan bajuku hingga tinggal kaos teng top dan celana ketat pendek saja.

"Kak, cowokmu nyebelin ya..."

Deg! Jangan-jangan Abang tau lagi! Tapi aku kan belum bilang apa-apa. Apa hanya karena kita kembar, Abang jadi bisa merasakan yang ku rasakan? Tapi masa iya sampai sedetail itu? Aku benar-benar panik dan takut sekarang.

"Ayah ngajak pergi naik mobil, aku juga, Om Beni juga, Kakung apalagi. Cuma cowokmu yang ngajak naik motor panas-panasan, nyebelin. Kere pasti!" cibir Abang yang membuatku lega.

"Ya mau gimana lagi, dia kan generasi perintis bukan penerus," belaku pada Irsyad.

"Iya iya..." saut Abang lagi dengan sewot.

Kling! Sebuah pesan masuk ke ponselku. Lagi-lagi aku gercep mengecek siapa yang mengirimku pesan. Jelas aku berharap Irsyad yang melakukannya. Tapi kali ini pacarku masih saja tak mengirim pesan padaku. Om Beni yang malah mengirimiku pesan begitu ia sampai bengkel.

(Chatting Om Beni)

Aku mengusap wajahku pelan. Kenapa chatting sama Om Beni lebih deg-degan gini ya? batinku lalu mematikan ponselku untuk di isi daya mengingat nanti akan pergi bersama keluargaku.

My Lover 🔞Where stories live. Discover now