Bab 9 - Baju Couple

131 7 0
                                    

Pov Arman :

"Nih lucu," ucapku sembari menunjuk kemeja putih couple dengan bordiran sebuah hati di bagian dada.

"Iya lucu," jawab Sofia lalu memanggil pegawai yang ada di sekitar sini untuk meminta size kemeja yang sesuai dengan ukuran kami.

Sofia lanjut berjalan untuk mencoba kemeja yang baru di ambilkan sesuai size kami. Mematut diri di bilik ruang ganti bersamaku. Kami hampir selalu masuk kamar pas yang sama, melihat satu sama lain ketika mencoba pakaian lalu sama-sama mematut diri di depan cermin.

"Bagus," ucap Sofia singkat sembari berputar melihat bagian belakang bajunya.

"Beli?" tanyaku yang di angguki Sofia.

Kami keluar bersama-sama setelah selesai mencoba baju. Aku mengikutinya di sembari melihat-lihat barang kali ada yang lucu dan bisa di jadikan oleh-oleh untuk anak-anak nanti dirumah. Sampai Sofia selesai membayar lalu kami kembali ke parkiran dan langsung tancap gas pulang.

Biasanya Sofia akan banyak bicara. Apa lagi ketika kami baru saja pergi ketempat yang ia sukai. Umroh menurutku adalah salah satu hal yang paling membuatnya bahagia. Setidaknya ibadah itu yang membuat Sofia lepas dari rasa depresinya. Tapi kali ini ia tiva-tiba diam dan kembali dingin seperti dulu.

"Kenapa Sayang?" tanyaku sembari menggenggam tangannya.

Sofia menampik tanganku. "Kamu pilih baju tadi soalnya inget sama Ica kan?" tuduhnya.

"Tidak! Astaghfirullah..." jawabku cepat sebelum salah paham dan akan mengorek luka lama.

Sofia hanya tersenyum getir lalu memalingkan wajahnya. Aku langsung menepikan mobilku kembali, beruntung ada pom bensin di dekat sini. Jadi kami bisa menepi sejenak, paling tidak sampai aku dapat meluruskan semuanya kembali.

"Aku ga ada pikiran kayak gitu sama sekali Sayang, beneran. Sumpah Demi Allah!"

Sofia menghela nafas berat lalu mengangguk tanpa ada ekspresi lagi. Aku langsung melepas sabung pengamanku untuk memeluknya. Posisi duduk di mobil begini bukan posisi yang bagus dan nyaman untuk berpelukan. Tapi mau bagaimana lagi, hanya ini yang bisa kulakukan sementara untuk merayu istriku.

Sofia langsung menangis dalam pelukanku. Sungguh aku benar-benar menyesal, aku benar-benar kapok sudah mengkhianatinya. Aku tak mengira luka itu akan lebih menyakitkan dari traumanya sebelumnya. Aku terlalu muda dan terlalu bodoh saat itu untuk memahami perasaannya. Tapi aku benar-benar bersungguh-sungguh mencintainya dan melakukan segala pertaubatan.

"Maaf Sayang..." ucapku berulang-ulang sembari mendekapnya dan mengelus punggungnya berulang kali.

Aku memandang kemeja yang baru kami beli. Ada begitu banyak penyesalan di hatiku sekarang. Selain menyesal keluar uang untuk membeli kemeja couple barusan, penyesalan karena sudah mengecewakan Sofia juga menjadi kekecewaanku yang terbesar. Dulu ku kira hanya dengan adanya Amar, kami bisa memulai semua dari awal seperti sedia kala. Ternyata tidak. Ku kira aku adalah obat untuk Sofia, ternyata malah jadi luka terhebatnya.

Aku kembali menciuminya. "Maaf bikin kamu inget semuanya terus-terusan. Aku minta maaf, tapi aku bener-bener ga macem-macem, aku beneran tobat." Aku berusaha keras meyakinkannya berkali-kali.

Bahkan ponsel kamipun kerap di pakai bersama juga. Kalau saja bukan karena Amar yang tidak mau ketinggalan trend mungkin kami juga masih memakai ponsel yang sama kembali.

***

"Adek kemana?" tanya Sofia begitu sampai rumah dan tak ada si kecil yang menyambutnya dengan segala kehebohan dan keceriaannya.

"Udah berangkat ngaji, di jemput temennya," saut si Abang yang terlihat lesu dan tengah menggalau.

Sofia langsung masuk ke kamarnya dan sempat mengecek Aya namun tidak ada di kamar. "Kakak mana Bang?" tanya Sofia lagi sementara aku baru masuk menurunkan barang bawaan kami dari mobil.

"Mandi..." jawab Aska sekali lagi yang kembali terlihat cemberut lalu langsung mengintili bundanya dan jadi masuk ke kamar kami.

"Mau kemeja couple gak Bang?" tawarku begitu masuk kamar dan meletakkan barang-barangku di kamar.

Aska menggeleng pelan. "Aku putus, kasihin Kakak aja Yah." Aska benar-benar lesu dan terlihat menahan tangisnya.

"Hah?! Putus kenapa Bang?!" saut Sofia kaget sembari membersihkan wajahnya dengan tisu basah.

Aku langsung mengambil kemeja sialan yang barusan kami beli tadi ke kamar Aya dan membiarkan Sofia mengobrol dengan Aska. Siapa tau nanti dia sudah bisa sedikit melupakan traumanya yang kerap tiba-tiba muncul itu.

"Kak..." panggilku sembari mengetuk pintu kamar Aya.

"Iya sebentar!" sautnya entah apa yang sudah ia lakukan, tapi tak berapa lama ia sudah membukakan pintu dengan rambut yang di gulung dengan handuk kecil. "Kenapa Yah?" sautnya sembari mempersilahkan aku masuk ke kamarnya.

Rapi dan wangi khas anak cewek pada umumnya, jelas. Hanya saja Aya jauh lebih rapi dan disiplin pada dirinya. Kamar bernuansa pink dan kuning muda terlihat cantik dan cocok untuknya.

"Ayah tadi beli kemeja couple tapi Ayah sama Bunda ga pengen pakek, Abang juga. Kamu mau gak?" tawarku pada Aya langsung sembari memberikan paper bag dari mall tadi.

Aya mengangguk dengan senyum sumringahnya. "Ini Ayah kesamber apa kok tiba-tiba baik?"

Aku hanya meringis mendengar ucapan Aya. "Gapapa, salah beli aja. Lapar mata..." jawabku ambigu.

"Apa besok waktu lamaran pakek ini aja ya?" Aya langsung membuka kemeja yang baru ku berikan padanya lalu mematut diri di depan cermin sembari menempelkan kemejanya didepan badannya.

"Jangan!" seruku refleks. Tolong jangan aneh-aneh ya anak baik, selamatkanlah rumah tangga ayahmu yang tolol ini.

"Kenapa? Kan Ayah jarang kasih ginian buat aku, apa lagi buat Irsyad juga..."

"Gapapa, pokoknya gak usah. Kan mau pakek kebaya..."

Aya terdiam dengan sebelah alis diangkat. "Iya juga ya, nanti di kira main-main acaranya."

"Nah! Bener!" sautku lega sembari berjalan keluar dari kamarnya.

"Makasih Ayah," ucap Aya sebelum aku menutup pintu kamarnya.

***

Pov Irsyad :

"Udah lah cuma lamaran ini gak udah repot-repot, yang penting bawa cincin aja. Nanti kalo bawa hantaran waktu udah fix nikah aja. Lagian kalo dah jadi istri kan kamu juga yang repot nafkahin cewek beban kayak dia. Ngapain keluar modal banyak-banyak," semprot Ibu yang kesekian kalinya setelah aku bertanya mau bawa hantaran atau tidak untuk Aya dan keluarganya besok.

"Ya masa ga bawa apa-apa Bu, apa gak malu?" tanyaku lagi.

Ibu sudah langsung mengomel layaknya Eminem yang sedang ngerep. Benar-benar posisiku sulit dan serba salah. Selalu saja begini. Tapi Aya adalah batu loncatan untuk bisa dapat proyek, sial sekali nasibku punya keluarga yang tak bisa memahami keadaan.

Kling! Notifikasi dari Twitter muncul. Aya mengunggah status baru.

(Twit Aya)

Aku sudah yakin sejuta persen jika kemeja mahal itu akan di berikan padaku. Aku tidak sabar mengenakan kemeja bermerek yang Aya posting. Lihatkan?! Pacarku begitu kaya, bagaimana bisa aku melepaskannya? Sudah dari keluarga berada, cantik, sexy, lemah lembut. Pria tolol mana yang bisa melepasnya?

"Pokoknya aku dah kasih tau Ibu, kalo misalnya nanti waktu lamaran Ibu jadi bahan omongan jangan nyalahin aku!" ucapku lalu masuk ke kamar untuk menelfon Aya menggombalinya dan mencari celah agar bisa menanyakan soal kemeja couple mahal itu. 

Lanjutannya udah ada di blogger ya! link di bio

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 30 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Lover 🔞Where stories live. Discover now