11. Track Location

30 0 0
                                    

Happy reading 🌻

Gavin sejak tadi belum berniat membuka matanya, dengan kabel-kabel yang masih menempel di tangan kirinya dan kaki yang di perban akibat patah. Pria itu seolah nyaman dengan balutan piyama rumah sakit itu.

Sejak menginjakkan kaki di rumah sakit 30 menit yang lalu, Neysya belum juga berhenti menangis, mendengar kejadian yang di alami Gavin yang notabane suaminya membuat Neysya menangis kalut, Neysya tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya tanpa Gavin. "Vin, banggun dong," tangan Neysya selalu bertaut, menantikan suaminya untuk bangun.

"Bangun kok ney," meski Alana yakin usahanya sia-sia tapi setidaknya dia sudah berusaha menenangkan sahabatnya.

"Ya kapan lan?" Tanya Neysya sedikit menaikkan suaranya. Itu jauh berbeda dari Neysya biasanya.

"Sabar anjir,"

Semuanya melirik Nadila tajam, tidak seharusnya wanita itu berkata demikian dalam situasi itu.

Tidak ada yang kembali membuka topik pembicaraan, semuanya dengan setia menatap penuh harap ke arah Gavin berharap pria itu segera bangun.

Suara perut seseorang tiba-tiba terdengar ditengah keheningan ruangan itu. Galang nyaris mengeluarkan gelak tawanya, suasana kini tengah tegang tapi suara perut seseorang malah berbunyi dalam situasi itu.

Leo lansung mencari sumber suara.  "Anjir suara perut siapa woi,"

Galang yang duduk tepat di sebelah Diga menahan tawanya."Lo Ga?"

"Makan bego. Puasa lo?"

"Puasa gak sampe malem," koreksi Galang.

Galang menepuk bahu Diga pelan."Gue temenin makan," 

Pekerjaan yang menumpuk beberapa minggu ini, ditambah permasalahan Zidan membuat Diga lupa waktu, pria itu hanya ingin istirahat setelah hari yang panjang ini.

Diga mengangguk sembari bangkit dari kursinya, keduanya berjalan meninggalkan kamar inap Gavin menuju ke kantin rumah sakit.

Beberapa menit meninggalkan kamar, Diga dan galang kembali memasuki ruangan, bersama Anton di belakangnya.

"Ton," Sapa Leo sembari tos yang biasa mereka lakukan.

Mata Anton menatap ke arah ranjang, dimana Gavin yang masih terbaring di sana."Masih belum sadar?"

"Kenapa dia bisa bebas?"

Anton menggelengkan kepalanya, bahkan tidak ada yang tau bagaimana pria itu bebas. "Masih ditahap penyelidikan Ga,"

Mata Gavin perlahan terbuka, mengerjapkan matanya beberapa kali akibat cahaya lampu yang masuk ke retinanya, Pemandangannya yang pertama kali dilihatnya adalah wajah sahabatnya yang kini tengah menatap ke arahnya.

Gavin mengedarkan pandangannya kesekitar, menangkap seisi ruangan tampak putih bersih. Pemandangan yang asing di matanya.

"Gue udah mati? Kenapa masih ada mereka?"

Tidak mungkin jika sahabatnya ikut mati bukan? Ruangan putih, semua menatapnya penuh harap. Itu kombinasi yang tepat untuk orang berduka atau orang yang ikut di doakan dalam duka.

Gavin membiarkan dirinya berfikir sejenak, sesaat mata pria itu terbelalak saat selesai memikirkan situasi di sekitarnya."Mereka juga ikut mati?!!"

Melihat Gavin yang menatap bingung, menimbulkan ide jahil di kepala Galang sekarang. "Gavin kamu pendosa, kamu akan di hukum Hahahaha," Ucap Galang dengan suara yang menggelegar.

"Nad laki lo noh," Adu Leo pada Nadila.

Bukan membela, Nadila justru mendukung Leo. "Jitak aja otaknya,"

Alysa (On Going)Where stories live. Discover now