08

388 97 27
                                    

"Berubah pikiran lo?"

Kedatangan Weda ke sekre BEM, pada Rabu sore itu disambut oleh pertanyaan maha absurd seorang Davin. Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual itu tengah duduk santai di sofa berwarna cokelat lapuk, menyesap kopi kalengan sembari menggulirkan berkutat dengan ponsel.

"Soal apa?"

Weda bertanya karena mungkin betulan gagal paham. Ia tengah meletakkan tas juga buku-buku kuliahnya ke dalam loker.

"Kaila."

Salah satu buku, terjatuh. Ada selembar potret lawas yang cepat-cepat Weda selipkan kembali ke dalamnya.

"Lo bilang nggak suka sama Kaila, tapi akhir-akhir ini gue liat-liat lo sering bareng dia."

Weda melepas kemejanya, mengganti itu dengan sebuah kaos hitam polos. "Gue nggak pernah bilang nggak suka."

Sorot mata Davin berpindah dari layar ponsel menuju Weda, lalu menuju perempuan yang baru saja tiba, objek percakapan mereka: Kaila. Kaos Weda saat itu masih belum genap menutup badan, dan Kaila mungkin menyaksikan.

Tapi sebagaimana Kaila, Weda juga bersikap biasa saja.

"Awas mata dijaga!" Justru Davin yang sepertinya was-was. Lemparan permen jeli Davin dengan sigap ditangkap Kaila di ujung sana. Kaila tersenyum. "Makasih."

Bukan cuma Davin yang memperhatikan, tetapi laki-laki yang sedang menuang air mineral dari dispenser ke dalam gelas juga diam-diam memperhatikan. Permen jeli kedua yang Davin lemparkan mengenai punggung Weda.

"Awas matanya dijaga!"

Seruan itu juga ditujukan untuk Weda. Permen jeli dipungut, tetapi tidak dengan sebuah peringatan. Buktinya, sepanjang rapat pembahasan laporan pertanggungjawaban acara, mata Weda terus berkeliaran, tidak ke mana-mana, hanya kepada satu perempuan bernama Kaila.

Munafik kalau Weda tidak suka pada perempuan se-jelita Kaila. Laki-laki yang kini hadir di ruang sekretariat BEM hampir semua menargetkan Kaila, termasuk Davin. Hanya Weda saja yang sok jual mahal, padahal perasan Kaila pada laki-laki itu sudah jadi rahasia publik.

Namun, apa barusan Weda bilang, gue nggak pernah bilang nggak suka, katanya?

Mengingatnya lagi, Davin hanya bisa menaikkan sudut bibir. Runtuh juga pertahan, lo.

Pukul delapan malam, sekre masih terbilang ramai.

Rapat sudah selesai sejak dua jam lalu, tapi anak-anak masih bertahan di sana: ada si deadliner Rona yang sedang bergaul dengan tugas-kuliahnya untuk besok; ada si humoris Arya yang sedang mendongengkan cerita sedih diselingkuhi dibalut dengan genre komedi; si bucin favian dan Sela sedang makan sepiring berdua; si tampan Candra, sedang buat konten untuk tiktoknya;

"Ini kayaknya perlu diganti deh tone warnyanya biar nggak terlalu gelap."

ada pula si paling desain Davin, sedang mengedit video-video acara bersama Kaila; dan

"Kaila!"

ada si kaku, Weda, yang sedari tadi tidak jelas berkegiatan apa. Kaila dipanggilnya, diisyaratkan untuk—

apa gue nggak ngerti.

Weda tadi hanya menggerakkan jempol menunjuk pintu.

"Pulang, ayo!"

"Hah?"

"Nggak liat sekarang jam berapa?"

"Tapi ini videonya belum beres."

"Biar diurus aja sama Davin. Lo pulang sama gue."

Terdengar semena-mena. Kaila bingung harus bagaimana. Menoleh pada Davin, meminta pendapat, Kaila hanya mendapatkan anggukan.

"Duluan!" Weda berpamitan sekenanya.

"Gue duluan ya, gaes!" Hanya Kaila yang effort menyalami setiap tangan manusia. Tangan Kaila sempat ditahan oleh Rona, ditanya, "Pacaran lo berdua?"

Kaila cuma menggeleng, tersenyum. Davin, Kaila bukan sekedar menjabat, tapi menempelkan punggung tangan Davin ke keningnya sebab mereka sudah terlalu akrab, dan Weda menyaksikan dari sana.

"Telpon gue kalo ada yang macem-macem!"

Kaila mengangguk lalu berlari kecil menuju Weda yang sudah menunggu di depan. Berjalan mereka beriringan tanpa disertai obrolan. Sampai kemudian Kaila kaget karena tiba-tiba tangannya digenggam, ada sesuatu yang disalurkan Weda di bawah sana.

"Suka permen jeli kan lo?"

Kaila mengangguk. Yang Weda salurkan hanyalah permen jeli, itu pun Weda pungut dari lemparan Davin tadi. Harusnya Kaila tidak sebaper ini.

"Nanti kapan-kapan gue beliin yang banyak."

[]

METANOIA [END]Where stories live. Discover now