2. Menjadi pelindungmu

39 9 18
                                    

"Jika tugasku adalah melindungi, lalu siapa yang akan jadi pelindungku?"

~ Pradipta Adhikari ~


Sepanjang lorong rumah sakit itu Pradipta berjalan tergesa-gesa untuk menuju ruangan adeknya. Pikirannya sangat kacau, kakinya masih lemas saat mengetahui kabar tersebut.

Sampai pada akhirnya ia menemukan ruangan adeknya, Pradipta masuk ke ruangan itu di sana ia melihat adeknya terduduk di atas brankar dengan kaki bergelantungan yang di balut oleh perban.

Pradipta mendekati Sanya. "San, gimana?" tanya Pradipta penuh kekhawatiran.

Sanya melihat kehadiran kakaknya seketika jantungnya berdegup kencang karena takut sudah membohongi kakaknya sendiri.

"Pak kenalin ini kakak saya." Sanya memperkenalkan Pradipta pada pria baruh baya yang menabraknya.

Tatapan Pradipta dengan pria paruh baya itu bertemu, Pradipta menatapnya dalam sedangkan pria paruh baya itu menjabatkan tangannya dan tersenyum tipis. Pria paruh baya itu tahu jika kakak Sanya tidak berkenan dengannya karena dia lah Sanya tertabrak oleh mobilnya.

"Saya Damar." Pria baruh baya bernama Damar itu menjabatkan tangannya pada Pradipta.

Pradipta yang memiliki sopan santun yang tinggi pun membalas lalu di lepaskan dengan cepat. "Pradipta," jawabnya sedikit tidak berkenan.

"Saya minta maaf atas keteledoran saya, dan untuk biaya rumah sakit adek mu sudah saya tanggung. Dan ini ada sedikit uang untuk tanda maaf saya." Damar mengeluarkan uang dari dompetnya senilai satu juta di berikannya pada Pradipta.

Pradipta yang ingin mengembalikan uang pemberian Damar dengan cepat damar menolaknya dan memaksa agar Pradipta mau menerimanya.

"Udah kak terima aja, lumayan bisa buat beli beras," ucap Sanya berbisik pada kakaknya yang berada di samping kanannya.

Mendengar bisikan dari adeknya Pradipta pun memberi tatapan tajam pada Sanya, niat hati untuk menegur sang adek.

Damar melihat jam tangan yang terletak di tangan kirinya. "Ini sudah waktunya makan siang, bagaimana jika saya ajak kalian makan siang di resto depan rumah sakit ini. Terus nanti pulangnya biar saya antar pakai mobil."

Mendengar itu Sanya pun mengangguk mau seperti tak punya malu. "Mau pak."

"Sanya!" tegur Pradipta cepat seraya memberikan tatapan tajam kedua kalinya

"Sudah-sudah tidak apa, mari," ajak pak Damar.

••••

Setelah makan siang bersama dengan pak Damar, dan sesuai janji pak Damar jika sudah selesai makan siang lalu akan mengantarkan Pradipta dan juga Sanya pulang.

"Terimakasih pak, maaf jadi ngerepotin," ucap Pradipta tidak enak.

Mereka berdua ada di luar mobil pak Damar, sebelum masuk ke rumah Pradipta berbasi- basi terlebih dahulu pada pak Damar.

Pak Damar mengamati rumah Pradipta dan Sanya dengan tatapan iba, rumah yang sangat sederhana tembok depan rumah yang sudah terkelupas tak terawat, depan rumah Pradipta dan Sanya hanyalah tanah tanpa keramik. Dari sini pak Damar cukup tau jika kakak beradik itu adalah tergolong orang yang tidak mampu.

"Tidak merepotkan nak, maafkan kesalahan bapak ya?"

Pradipta dan Sanya mengangguk serempak.

Saat Pradipta dan Sanya memasuki rumah terdengar suara ribut-ribut dari dapur siapa lagi jika bukan dari orang tua mereka.

Pyarr

Tak hanya suara pertengkaran orang tuanya saja sebuah piring yang di lempar sampai pecah pun terdengar dari luar membuat Sanya seketika terkejut lalu berdiri di belakang Pradipta meminta perlindungan.

"Kak Dipta, aku takut..." lirih Sanya pada kakak laki-lakinya.

Pradipta membalikkan badan lalu berjongkok memegang pundak sang adik. "Sanya masuk kamar terus kunci pintu, dan pakai headset kak Dipta." Dipta merogoh sakunya mengeluarkan headset putih itu lalu di pasangkan nya di kedua telinga adik perempuannya tak lupa Pradipta mengambil handphone Sanya dan membuka aplikasi Music dengan volume sangat tinggi.

Sanya mengangguk lalu berlari kencang menuju kamarnya dan sesuai perintah kakaknya agar mengunci pintu.

Tujuan Pradipta menyuruh adeknya masuk ke kamar supaya tak mendengar pertengkaran kedua orang tuanya yang makin hari makin memanas karena ekonomi.

Apalagi sang ayah, semenjak mengalami kebangkrutan membuat ayah Pradipta dan Sanya sering kali marah marah terkadang juga main kekerasan pada Pradipta terutama.

Melihat adek perempuannya sudah masuk kamar Pradipta kini keluar rumah untuk kembali berkumpul dengan teman-temannya, rasanya ia tak kuat jika harus di rumah terus mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya.

Bersambung...


Kasihan banget ya mereka :(


Jangan lupa vote yaa🌟


Follow ig: @storyandinidiaak

Pradipta Perfect Brother Where stories live. Discover now