[11] Kematian

3.5K 265 0
                                    

Thanks for all, yang udah mau kasih vote sama mau baca. Love you :*


Vina dan Eva mendengarkan keseluruhan cerita dengan seksama. Mereka sangat terkejut. Terutama pada bagian cerita Dewi. Siapa yang sangka, teman semasa kuliah mereka itu ternyata menyerahkan diri pada Sun World.

Salah mereka juga. Mereka tidak memberi tahu apa pun pada Dewi. Hanya Dewi yang tak tahu bahwa memasuki Sun World sama saja memasuki neraka. Sekali masuk, tak akan bisa keluar semudah itu.

"By the way, kenapa mereka bisa mecat lo semudah itu? Lo kan tau semua rahasia tentang hacker yang ada di Sun World. Kalau lo ungkap ke media, Sun World pasti bakalan hancur."

Ilmi tersenyum tipis saat mendengar penuturan Vina. Dia juga sempat berpikir seperti itu, tapi setelah Reno—dengan otak cerdasnya—mengingatkan tentang Sun World yang begitu besar dan berkuasa, Ilmi jadi berpikir ulang tentang hal itu.

"Vin, meskipun gue dipecat dari Sun World, gue nggak akan bisa menyebarkan berita itu tanpa bukti." Ilmi mulai menjelaskan. "Kalau gue menyebarkan ke media bahwa Sun World punya belasan hacker yang mereka gunakan untuk mengambil database perusahaan lain secara ilegal, Sun World pasti menyembunyikan semuanya dengan rapi. Bukannya polisi menangkap mereka, yang ada gue dibunuh duluan."

Eva mengernyit. Masih tak mengerti dengan yang kedua temannya bicarakan. Mereka selalu membahas hal-hal berat yang membuat kepalanya pusing.

"Kenapa nggak dihentiin aja sih? Balas dendam ini kalau nggak dilakuin juga nggak akan merugikan, kan!?" Eva menatap kedua temannya dengan raut wajah santai.

Keduanya langsung menghela nafas panjang. Bagaimana bisa Eva berpikir semudah itu? Ini bukan hanya masalah balas dendam. Tapi juga melindungi banyak keluarga yang terancam juga melindungi sebuah perusahaan yang menaungi banyak orang.

"Oke. Oke." Eva mengangkat tangannya saat mata kedua temannya menatapnya dengan tatapan kesal. "Gue emang nggak suka mikirin kayak beginian."

Mereka kembali terdiam. Membuat suasana di sekitar mereka hening. Mereka sama-sama sedang menyelami pikiran masing-masing. Dan tentu saja, satu di antara mereka malah memikirkan hal lain. Tentang Andra.

Entah mengapa, laki-laki itu jadi sering menyelinap ke pikirannya. Dan Eva tahu jelas, bahwa itu adalah hal yang tak wajar. Meskipun ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan pikiran tentang Andra, laki-laki itu tetap saja menyelinap kembali.

"Oh ya," Ilmi menjentikkan jari, "lo kok nggak ngomong kalo Reno itu calon Presdir?" Kedua mata Ilmi menyipit ke arah kedua temannya.

Eva yang sedang memikirkan Andra langsung tergeragap. Begitu pula dengan Vina yang mengetahui kebenaran itu.

Ilmi melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap kedua temannya dengan curiga. Sikap mereka benar-benar mencurigakan.

"Jadi, kenapa kalian nggak cerita?"

"Re-"

"Jadi, Reno nyuruh kalian buat nggak cerita sama gue?" potong Ilmi saat kedua temannya bersamaan ingin menyebut nama Reno. Ia mengangguk-angguk mengerti. "Oke." Katanya dengan tenang. "KALIAN NYEBELIN TAU NGGAK!?"

Kedua temannya langsung tersentak kaget saat Ilmi menyembur mereka. Raut wajahnya tampak muram dan cemberutnya membuat Ilmi terlihat begitu kesal.

"Sori," Vina nyengir. "Lagian, lo juga nggak harus tau." Kata Vina membela diri. "Lo kan bukan siapa-siapanya Reno."

Jleb. Ilmi langsung menghembuskan nafasnya dengan sekali sentak. Dadanya terasa berat. Bagaimana bisa... ah, baiklah. Dia memang bukan siapa-siapanya Reno.

Beautiful HackerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora