06

1.7K 200 5
                                    




.


.


.



Chenle telah menyelesaikan kegiatan memetik buah berry, satu keranjang penuh sudah ia dapatkan, saatnya mendatangi Renjun di kebun apel. Saat kakinya sudah berhasil membawanya ke tempat Renjun, ia bingung karena tidak mendapati atensi Renjun disana. Hanya ada keranjang rotan yang dibawa Renjun serta beberapa biji apel berserakan di sekitar keranjang.

Kepalanya menoleh kesana-kemari guna mencari keberadaan Renjun yang menghilang tiba-tiba.

"Kak Renjun?" ucapnya pelan karena bahunya mulai merinding entah kenapa. Ia meletakkan keranjang miliknya di tanah dan mulai melangkah menelusuri setiap sekat pohon apel yang lumayan gelap.

"Kak Renjun, dimana?"

Krek!

Chenle hampir menjerit jika saja ia tak menengadah ke atas karena ranting kecil mengenai pucuk kepalanya. Disana ia mendapati Renjun sedang memeluk batang pohon dengan satu tangannya, sedangkan tangan lainnya berusaha mengambil sebiji apel yang bergelantungan di ujung ranting.

"Oh Chenle, sudah selesai? Bisakah kau membawa keranjang apel itu ke sini?" perintah Renjun saat tangannya berhasil meraih apel incarannya. Chenle hanya mengangguk dan bergegas ke tempat keranjang mereka berada.

Angin berhembus semakin dingin menandakan bahwa hari semakin larut, walaupun tidak terlalu larut, tetap saja angin hutan yang berhembus terasa sangat dingin di kulit.

Renjun menunduk guna melihat apakah keranjang apelnya sudah terisi penuh. Chenle dengan gestur tangannya mengisyaratkan bahwa keranjang itu sudah penuh dan Renjun sudah boleh turun. Namun merasa posisinya sudah nyaman dengan kedua kaki bergelantungan, Renjun sejenak menatap pemandangan kebun pada malam hari yang berhasil menyapu pandangannya keseluruh penjuru halaman belakang. Sungguh sangat indah namun agak menakutkan juga.

"Chenle, mau naik ke atas pohon juga? Disini pemandangannya indah loh, kau rugi tidak melihat ini."

Chenle yang tengah merapikan buah apel pun mendongak ke atas. Ia menggeleng.

"Tidak kak, aku tidak bisa memanjat."

Renjun menghela nafas kecewa. Ya sudahlah, ia tidak bisa memaksa anak itu juga. Entah setan darimana yang memasuki pikiran Renjun, tiba-tiba saja ide jahil melintas di kepalanya.

'Bagaimana reaksi Chenle jika aku mengerjainya ya?' ucap Renjun dalam hati. Bukan tanpa sebab Renjun ingin mengerjai Chenle, ia mau melihat ekspresi lain yang ditunjukkan wajah polos itu selain raut datar dan menyedihkan.

Mungkin bermain-main sedikit dengan Chenle tidak membuat kami mati kelaparan kan? Lagian juga para pelayan yang bertugas untuk memasak akan lama karena banyaknya makanan yang harus disiapkan.

"Chenle?" panggil Renjun memulai aksi jahilnya.

"Iya kak?" Chenle kembali mendongak menatap wajah Renjun yang sekarang sedang berwajah gusar.

"Ada apa kak?" tanya Chenle khawatir. Renjun agak meringis dibuat-buat supaya aksi jahilnya terlihat meyakinkan.

"A-ada sedikit masalah disini Le. Aku tidak bisa turun karena celanaku tersangkut ranting pohon yang mencuat. Aduh bagaimana ini? Aku tidak bisa melepasnya."

Dapat Renjun lihat perubahan ekspresi wajah Chenle yang terlihat panik di bawah temaram cahaya bulan. Manik Chenle bergerak gusar melihat sekeliling guna mencari benda yang bisa membantunya naik ke atas pohon. Namun nihil, di kebun itu tidak ada apa-apa selain tanaman buah yang tumbuh subur dengan rapi.

Moiee [SungLe]✓Where stories live. Discover now