09

1.7K 177 7
                                    




.


.


.



Jeno menatap kesal ke arah seonggok makhluk bersurai perak yang sedang duduk santai di tepian kasur dengan buku bersampul hitam bertengger manis di tangan kanannya.

"Apa yang aku khawatirkan kemarin terjadi juga kan?" Jisung hanya melirik sekilas lalu kembali sibuk dengan bacaannya. Jeno menghela nafas. Entah sudah berapa kali kepala pelayan itu menghela nafasnya hari ini. Itu karena kecerobohan dari tuannya sendiri hingga ia kerepotan dibuatnya. Pekerjaannya yang semula banyak pun harus ditunda berkat itu.

"Lagian pelayan baru itu hanya pingsan, apa yang kau khawatirkan?" ucap Jisung tanpa menatap wajah kelelahan Jeno yang masih betah berdiri membelakangi pintu kamar pribadi Jisung.

Jeno mengusap wajahnya kasar, "Kau bilang jika pelayan Zhong sempat menatap mata merahmu hingga akhirnya ia pingsan, kau pikir setelah dia sadar nanti ingatannya tentang mata merahmu akan hilang begitu saja?"

Benturan antar lembar kertas terdengar, Jisung meletakkan buku bacaannya di atas meja samping tempat tidurnya. Ia berjalan menghadap jendela dengan memasukkan kedua tangannya di saku celana.

"Berpikirlah dengan cerdas Lee." Yang disebut hanya mendengus. Jeno sebenarnya sudah memikirkan cara agar Chenle melupakan kejadian bertemu dengan tuannya tadi malam. Dengan sedikit mantra pelupa ingatan yang akan ia tiupkan pada teh Krisan sebagai obat herbal yang akan ia antar tiap pagi, setidaknya itu akan menghilangkan ingatan Chenle selama sehari semalam.

"Apa rencanamu?"

Seringaian tercetak di belah bibir tebal itu. "Sudah kuduga kau mengetahui apa yang aku pikirkan."

Tiba-tiba hawa tak mengenakkan menyebar ke seluruh ruangan itu. Jeno meremas kepalan tangannya yang terasa licin akibat rasa cemas yang tiba-tiba hinggap di pikirannya.

"Kau menargetkan pelayan Zhong?"

Jisung berbalik menghadap Jeno membelakangi cahaya hingga seringai yang masih bertahan itu semakin mengerikan bagi siapapun yang melihatnya.

"28 hari, lebih dari cukup untuk mempersiapkan semuanya."

Sekarang pupil mata Jeno berubah menjadi merah darah senada dengan pupil mata sang tuan.

"Tapi kenapa harus dia? Bahkan dirinya masih seumur jagung muda berada di sini."

"Menurutmu? Dia sudah sebatang kara, ibunya bahkan menjualnya demi uang. Jika dia mati pun tak ada yang peduli."

Jeno terdiam tak bisa merespon perkataan sang tuan muda. Tidak bisa menyetujui ataupun membantah pernyataan itu. Jisung menyadari keterdiaman kepala pelayan itu. Ia melangkah mendekat dan berbisik di depan telinga kanan Jeno,

"Jangan coba-coba membantah, ini perintah dariku."



***



Seorang pelayan berbadan mungil dan ramping berlari tanpa suara menuju ke kamar yang berada paling ujung pada jejeran kamar pelayan. Ia masuk dan menutup kembali pintu coklat itu dengan hati-hati agar penghuni kamar itu tidak terganggu dengan ulahnya. Ia berusaha menetralkan nafasnya yang memburu akibat berlari.

Pelayan itu mendudukkan dirinya di sebelah kasur tempat Chenle berbaring. Anak itu masih belum membuka matanya usai ditemukan pingsan di lantai perpustakaan oleh Jeno tadi malam.

Awalnya Renjun berinisiatif ingin membangunkan Chenle pagi ini untuk menemaninya menimba air sumur sekaligus menyiram bunga sembari menunggu sarapan pagi. Namun ia dibuat bingung oleh Jeno yang tiba-tiba datang menghampiri dirinya yang ingin mengetuk pintu.

Moiee [SungLe]✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن