11

1.5K 168 9
                                    




.


.


.



Bola mata Chenle bergerak kesana-kemari mengikuti pergerakan Renjun yang sedang mondar-mandir di kamarnya, lebih tepatnya pelayan mungil itu tengah mencari sesuatu. Ia menggeledah setiap sudut kamar yang ditempati Chenle tanpa terlewat seinchi pun.

"Di lemari hanya ada seragam pelayanku saja kak." ucap Chenle ketika Renjun menggeledah isi lemari pakaian miliknya.

"Di laci nakas juga kosong. Aku tidak pernah kepikiran untuk menyimpan perhiasan berharga disana."

Renjun berdecak sambil berkacak pinggang. Ruangan ini sungguh minim perabotan. Ia berharap akan ada menemukan setidaknya petunjuk yang terselip dalam perabotan disini, namun hasilnya nihil. Bersih sekali seperti sengaja di bersihkan.

"Kakak sebenarnya ingin mencari apa?" tanya Chenle sedari tadi penasaran karena tetiba saja setelah makan malam ia langsung menggeledah kamarnya tanpa menjelaskan apa-apa.

Renjun kemudian duduk di tepian kasur di samping Chenle duduk.

"Begini, aku mau mencari petunjuk tentang pelayan wanita yang menempati kamar ini sebelum dirimu."

Chenle sejujurnya tidak tahu apa-apa tentang pelayan sebelumnya. Ia juga tidak bertanya dan penasaran dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya.

"Kenapa dengan pelayan itu?"

"Dia sudah bekerja di mansion ini sebelum aku datang. Namanya kak Lim Juu, orangnya baik dan ramah. Namun setahun lalu ia memutuskan untuk pergi dari mansion ini tanpa alasan yang jelas. Aku memang tidak terlalu dekat dengannya, namun dari pelayan lain ia berkata jika ia akan mengabdi selamanya di mansion ini. Bukankah aneh jika ia tiba-tiba saja pergi? Tentu ada sebabnya, maka dari itu aku mencari petunjuk yang mungkin saja sengaja ditinggalkannya di kamar ini." jelas Renjun panjang. Chenle hanya diam sambil memainkan jari-jari mungilnya.

"Apakah ia mengetahui identitas tuan Peter?"

"Aku juga berpikiran begitu."

Keduanya sama-sama terdiam, larut dengan pemikiran masing-masing.

"Kak, sepertinya kita tidak usah nekat mencari tahu lebih dalam. Aku juga tidak mau pergi dari mansion ini. Kita jalani kehidupan seperti biasa tanpa mengetahui kebenaran mengerikan mansion ini." lirih Chenle. Perihal gerhana bulan darah yang menginginkan satu manusia untuk satu vampir bangsawan sudah Renjun jelaskan kepadanya. Ia rasa memang takdirnya semenyedihkan ini sampai ajal menjemput pun kebahagiaan yang dulu di idam-idamkannya tak pernah hadir di sisi hidupnya. Dengan Renjun menjadikannya teman pun sudah cukup.

Renjun yang mendengar pernyataan putus asa dari Chenle pun seketika memantik kekesalan dalam hatinya.

"Apa yang kau bilang barusan? Semudah itu untukmu menyerah!? Tidakkah kau mau berusaha dulu berjuang untuk menyelamatkan nyawamu sendiri!?" marah Renjun dengan nafas yang menggebu akibat emosi. Chenle semakin menundukkan kepalanya tidak berani menatap wajah marah Renjun.

"Aku akan membantumu! Aku akan melindungimu! Aku akan selalu berada di sisimu! Apa kau tidak percaya padaku Chenle!?" Chenle menggeleng lemah. Air matanya sudah berlomba-lomba turun membasahi pipinya. Renjun memegang kedua pundak bergetarnya.

"Lele, tatap aku."

Dengan masih menahan isakannya ia beranikan untuk menatap ke arah Renjun. Wajah yang semula mengeras kini sedikit menyendu.

"Secepatnya aku akan menemukan jalan keluar dari mansion ini tanpa ketahuan. Percaya padaku Chenle. Kita akan pergi dari mansion ini bersama-sama." Setelah Renjun berkata begitu tangis Chenle akhirnya pecah bersamaan dengan tubuh ringkihnya tenggelam dalam pelukan hangat Renjun. Pelayan imut itu mengusap-usap punggung bergetar Chenle sambil mengucapkan kata-kata penenang, walaupun ia juga sudah berderai air mata.

Moiee [SungLe]✓Onde histórias criam vida. Descubra agora