01. sama Gara

64 4 0
                                    

"Selamat pagi ibu ayah" jam sudah menunjukkan pukul 11 Altezza membuat kedua orangtuanya menghela nafas.

"Sudah siang" balas Abah.

"Kada usah pakai ibu ayah, pakai Uma Abah" tambah Uma.

*Tidak

"Orang di jakarta aja pakai begitu" ucap Altezza membela diri.

"Wahini ikam di Kalimantan" timpal Abah.

*Sekarang kamu

"Terserah deh, Al di ajak tetangga sebelah ke kelurahan buat ngurus pindahan"

Kemarin Altezza mantap untuk tinggal disini, orang tuanya sudah semakin tua. Dia mau menikmati waktu lebih banyak dengan mereka. Untuk pekerjaan juga sebenarnya sayang dia tinggal begitu saja, tapi dia lebih sayang orang tua. Walaupun aslinya bermaksud malas bekerja dengan minta uang dari Abah saja.

"Siapa?" Tanya sang ibu yang tengah mengupasi buah, sepertinya lagi ngerujak.

"Itu yang bahasa Indonesia nya lumayan. Jadi Al ga sulit buat komunikasi"

"Nak Zefa?" Tebak Uma tepat sasaran.

"Makan hulu hanyar kasana, inya jam seini ada di rumah imbah meambili Gara"

*Makan dulu baru kesana. Dia jam segini ada di rumah setelah jemput Gara

"Okai"

Setelah mandi, berganti baju dan makan. Altezza mengetuk pintu rumah tetangga. Bermaksud minta temani ke kelurahan.

"Sebentar ya"

"Iya"

"Saya tadi nidurin Gara dulu a" ujar Zefa setelah beberapa menit Altezza menunggu "Mau jalan kaki aja?"

Altezza menggeleng pelan, dia bawa mobil karena matahari lagi terik-teriknya "ikut sama saya aja, lagi panas soalnya" Zefa menurut, duduk di samping Altezza yang fokus menyetir sambil dia memberitahu jalan.

"Sekalian saya temani aja, lagipula di rumah sakit lagi senggang" Zefa ini tipe perempuan yang peka sekali. Altezza mengekor di belakang.

Persis seperti seorang anak yang mengekor kemana saja sang ibu pergi.

"Bian, ini tetangga aku katanya mau ngurus surat pindah" Zefa berinisiatif mengenalkan Altezza. Beda sekali gaya bicara mereka dengan saat bersama Altezza, terlihat lebih akrab?

"Oh iya Fa, nanti aku urus" atensi laki-laki yang dipanggil Bian itu berubah kearah Altezza. Ia memandang aneh tapi tetap berusaha sopan melihat gaya pakaian Altezza yang anak kota sekali. Bisa-bisanya dia kesini hanya memakai celana pendek selutut dan kaos. Berbeda dengan orang desa yang biasanya rapi memakai kemeja "kamu bawa surat-surat pendukung?" Altezza menyerahkan surat itu lalu di persilahkan pulang.

"Kamu pulang duluan saja. Saya nanti sama taksi aja ke rumah sakit"

"Sekalian saya anter aja" Altezza membenarkan posisi topi.

"Terimakasih ya" Zefa tersenyum manis, ia duduk di samping, memandu jalan sampai ke rumah sakit.

"Kamu berangkat siang?"

"Oh engga, saya jemput Gara dulu. Abis Gara tidur baru lanjut kerja lagi"

"Ayahnya kemana?" Tanya Altezza hati-hati. Kasian juga melihat Zefa kerepotan. Harus mengurusi Gara lalu pekerjaan juga.

"A Juna kerja di ibukota, Gara dititip ke aku. Dia pulang setahun sekali" setahun sekali? Kasian sekali Zefa dan Gara ditinggal kepala keluarga mereka "abis ini langsung berenti aja ga usah masuk, nanti susah buat keluar karena jam seperti ini banyak keluarga pasien" jelas Zefa tentu saja dengan senyuman manisnya, Altezza heran sendiri apa perempuan itu tidak bosan tersenyum?

Tulips wedding Where stories live. Discover now