07. punya pacar

27 6 1
                                    

Siap dengan kemeja putih dan celana panjang hitam setelah menyisir rambut Altezza bergabung dengan Uma dan Abah di bawah. Acara mereka hari ini kondangan, sebenarnya Altezza sangat malas, lebih baik dia bekerja daripada kondangan begini tapi kasian dengan Abah kalau harus menyetir apalagi kondisi beliau baru membaik.

Bicara tentang kerja, Altezza membuat grub WhatsApp untuk perwakilan karyawan dari masing-masing perkebunan atau peternakan untuk membuat laporan. Jaga-jaga jika ada acara seperti ini.

"Bungasnya" puji Uma menangkup pipi anak semata wayangnya ini penuh sayang.

*Gantengnya

"Oh jelas, anak Uma"

"Ekhem.." suara batuk yang dibuat-buat oleh Abah membuat tiga orang itu tertawa.

"Iya anak Abah juga" peka Altezza.

"Ayo tulakan" ajak Abah menggandeng Uma.

*Pergi

Membukakan pintu untuk Uma Abah, baru Altezza masuk ke mobil menuju acara di langsungkan. Setelah menempuh setengah jam perjalanan, mobil mereka berhenti di salah satu rumah, acara ini digelar meriah dengan menyewa biduan dangdut juga.

"Bian Zefa!" Panggil Uma saat melihat dua orang yang dia kenal di acara ini. Abah sudah pisah ke tenda tamu laki-laki, sementara Altezza masih menemani Uma, ia memperhatikan Bian dan Zefa yang cepika-cepiki dengan Uma. Lalu tersenyum singkat pada dua orang tersebut.

"Mana Gara?"

"Lagi main sama anak-anak lain jadi ditinggal sebentar" terang Bian.

"Oh, jadi mamanya mau berduan aja ya sama pacarnya" sindir Altezza sedikit sarkas, ia pamit pergi pada Uma sebelum kena marah.

"Maafin Altez ya" kata Uma mewakili. Zefa dan Bian mengangguk sambil tersenyum.

"Wajar kok Uma, orang kota soalnya" ucap Bian penuh penekan.

Memutar bola mata jengah, Altezza mendatarkan ekspresi wajah melihat kaum hawa yang memperhatikan dari jauh. Bukan apa-apa tapi tidak nyaman, abis ini pasti ada kejadian tidak mengenakan.

Nahkan mereka mendekati Altezza.

"A, sudah punya cewe? Boleh minta nomer wa ga?" Ungkap satu orang dari rombongan mereka.

"Aku juga boleh minta nomer wa nya a?"

"Aku cantik ga a?"

"Kira-kira tipe aa yang kaya aku ga?"

Ini ceritanya penampilan Altezza di kondangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ini ceritanya penampilan Altezza di kondangan.

Pertanyaan tidak penting semua. Altezza menghela nafas lelah, ingin menikmati soto pengantin saja tidak bisa tenang, susah memang jadi orang ganteng "maaf ya kalian pergi aja, saya udah punya cewe" jelas Altezza berusaha agar mereka cepat pergi.

"Aku ga masalah kok kalau jadi yang kedua" timpal salah satu dari mereka, diikuti anggukan yang lain.

"Saya yang masalah. Masa ganteng-ganteng selingkuh.  Udah ya saya mau makan dengan tenang" usir Altezza berusaha sopan.

"Kalau ada pacarnya kenapa ga dibawa?" Tanya salah satu dari mereka dengan ke kepoan si atas rata-rata.

"Ya dia lagi kuliah, masa saya bawa"

Mereka mendesah kecewa, sementara Altezza puas bisa menyingkirkan pengganggu. Boro-boro punya pacar, yang ada dia diselingkuhi, jomblo lebih baik.

"Pantesan dingin, ternyata udah punya cewe" Zefa yang melihat dari jauh mengerucutkan bibir, sekarang dia paham kenapa sifat Altezza padanya begitu, untuk menjaga hati sang pacar.

🌷🌷🌷

"Makasih ya Bi udah di anterin" Zefa menunjukkan senyum manisnya. Ia menurunkan Gara lalu mengendong anak itu.

"Aku mau bicara bisa?"

"Malem ini juga?" Bian mengangguk, terlihat urgent. Zefa mempersilahkan Bian duduk di teras, sementara dia menidurkan Gara di kamar. Setelah memastikan anaknya tidur pulas, Zefa membuatkan teh dan membawa pisang goreng ke teras.

"Dimakan Bi, kamu mau ngomong apa?" Zefa menatap Bian dengan senyuman. Senyuman yang sangat Bian sukai, senyuman yang hangat dan selalu bisa membunuh rasa lelah setelah bekerja jika melihat senyum itu setelah mengantar Zefa pulang.

"Menurut kamu aku bagaimana?"

"Apa? Maksudnya?"

"Kamu tau kan saya suka sama kamu? Jadi saya mau melamar kamu, kasian Gara kamu tinggal terus, kalau kamu menikah dengan saya Gara bisa dijaga ibu saya, beliau juga suka dengan anak-anak" pintar sekali alasan Bian menggunakan Gara "kalau kamu mau besok aku bawa orang tua kesini, mau kan?" Nada bicara Bian terdengar sedikit memaksa dan tidak mau dibantah.

Membalas dengan senyuman lagi, Zefa menggeleng "aku masih trauma Gara di asuh orang lain, meskipun aku juga kurang waktu sama dia aku memilih itu daripada aku sampai mendengar kabar dia kenapa-kenapa" Zefa punya masa lalu kelam menyangkut Gara.

"Kalau gitu kamu bisa di berhenti kerja, biar aku yang nafkahin kamu" Bian membawa tangan Zefa untuk mengelusnya pelan.

Menarik tangan, Zefa menggeleng pasti "maaf jawaban aku tetap tidak. Mengenai nafkah ayahnya Gara juga memberi banyak uang. Aku bekerja karena alasan pribadi. Lalu untuk seterusnya tolong batasi hubungan kita. Cinta akan menghilang seiring berjalannya waktu. Nanti kamu bisa kok lupain aku terus dapet yang lebih baik dari aku"

Untuk alasan bekerja itu tuntutan orang tua, pun Zefa sayang dengan uang yang sang ayah keluarkan untuk membiayai kuliah kedokteran dan membeli banyak keperluan praktik. Kalau ilmu yang dia pelajari tidak di jual, lalu buat apa?

"Tapi aku maunya kamu Fa, apa aku gada kesempatan? Sama kaya yang kamu bilang cinta menghilang seiring berjalannya waktu, terus cinta memang tidak bisa datang kalau sering menghabiskan waktu bersama?" Bian masih berusaha membujuk.

"Ya, mungkin yang kamu bilang benar. Tapi aku ga ngerasain itu sama kamu. Hanya perasaan biasa sebagai sahabat"

"Terus karena aku melamar kamu hubungan persahabatan kita jadi terputus?"

"Tidak terputus hanya memberi jarak. Aku harap kamu bertemu perempuan baik dan cantik selain aku. Sudah malam Bi, aku mau istirahat. Aku minta maaf dan berterimakasih karena kebaikan kamu"

Bagaimanapun Bian sering membantu Zefa dan Gara, walaupun setelah membantu dia sering ditemani keluar sebagai balasan, entah itu makan atau pergi ke acara seperti tadi.

"Yasudah, aku pamit pulang. Assalamualaikum"

Zefa menatap datar kepergian Bian, lalu membereskan piring dia melihat ke atas dan bisa melihat dari balkon Altezza menatapnya balik. Entah apa yang laki-laki itu pikirkan, yang jelas hanya ada tatapan dingin disana.

Tulips wedding Where stories live. Discover now