06. salah paham

31 6 2
                                    

Memang boleh seberchyanda ini?

Apa salah Altezza coba, kemarin bahunya luka karena pohon sagu, sekarang malah sepatunya kena kotoran kerbau. Padahal Altezza sudah hati-hati agar tidak menginjak sesuatu yang bau itu.

Gini banget hidup di desa.

Tapi ingat uang Al, cuma itu yang bikin kamu betah disini. Juga Uma dan Abah si, kalau pulang disiapin makan di tanya ngapain aja itu sudah senang pake banget.

"Sudah bos?" Salah satu karyawan bertanya pada Altezza yang saat ini tengah menyikat sepatunya di mata air yang berada tak jauh dari kandang kerbau.

"Heem" balas Altezza menjemur sepatu, ia menggunakan sandal jepit sekarang.

"Saya mau rehat dulu, kalian bisa pergi" usirnya sopan, para pegawai yang mengerti menjauhi Altezza.

"Panas banget ya Allah. Tapi bagus si sepatu gue cepet kering" Altezza berbicara sendiri. Setelah dirasa cukup beristirahat dia memiliki ke kebun pisang, ke kebun siang-siang seperti ini bisa numpang ngeteh di warung depan.

Sepatu Altezza sudah kering, laki-laki itu memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan. Kata pegawai-pegawai Altezza Abah menggunakan cara manual atau buku besar untuk mencatat tentang perkebunan dan peternakan cara ini tentu saja berbeda dengan Altezza yang menggunakan iPad, tidak akan kehabisan tinta. Habis charge juga tidak akan, karena Altezza selalu memastikan iPad yang dia bawa terisi penuh, pun dia masih membawa power bank.

Ngomong-ngomong tentang warung depan. Warung ini dibangun di depan kebun, untuk para pekerja dan orang-orang yang lewat beristirahat. Tapi rata-rata pelanggan orang yang lewat atau bukan pekerja kebun.

Katanya si mereka sudah bosan makan pisang goreng atau olahan pisang yang lain. Kebetulan disini juga memproduksi berbagai macam olahan pisang, daripada disebut warung ini lebih cocok disebut pabrik pisang atau gudang pisang. Skalanya lebih besar dibandingkan dengan warung, selain pisang yang sudah di olah pisang mentahan atau yang belum dimasak juga bisa dibeli disini.

"Es teh ya mba"

"Siap bos muda"

"Ini free kan?" Tanya Altezza bercanda.

"Free ongkir mas" tawa Altezza terkekeh. Mengingat ongkir Kalimantan mahal, dia jadi terbahak.

"Mas ini dari kapan?" Salah seorang pegawai di warung depan kebun bertanya sambil menata pisang yang baru saja di goreng.

"Dari kapan apanya?"

"Gantengnya" tawa Altezza terdengar lagi.

"Waduh, bisa aja mba nya. Memang saya seganteng itu ya?" Mereka berdua tertawa bersama. Sedikit hiburan sebelum harus melanjutkan kerja yang lelahnya minta ampun.

🌷🌷🌷

Pulang dari kebun bukannya disuruh tidur malah di suruh membantu Uma bikin kue. Katanya Zefa suka kue buatannya, terus daripada menyuruh Zefa untuk membantu kenapa harus Altezza coba? Mau bilang begitu takut pisau Uma melayang kemuka ganteng Altezza, jadi menurut adalah pilihan terbaik untuk sekarang.

"Sambil di aduk"

"Iya iya" tangan Altezza telaten mengaduk dan memberi air sampai adonan encer. Untung sempat kerja di rumah makan, jadi adonan mendoan dan adonan tepung buat menggoreng pisang tidak terlalu berbeda.

"Gasuka banyak pisang Uma" Altezza menjauhkan baskom berisi tepung saat Uma hendak memasukkan pisang.

"Napa garang, ngini gasan Zefa" Uma memaksa masuk pisang itu membuat muka Altezza masam. Bodo amat, lagian dibanding Altezza sudah pasti lebih penting Zefa. Kata Uma, anak itu sering membantu.

Tulips wedding Donde viven las historias. Descúbrelo ahora