H-10: Akhir bahagia atau?

386 33 3
                                    

Ririn POV

Pagi ini aku kembali mendatangi Babas di rumah sakit. Tidak lupa aku membawakan makanan untuk Mami yang sedang berjaga.

Saat di dalam lift, aku melihat sepasang suami istri yang sedang menangis. Dari pembicaraan singkat yang aku dengar, mereka baru saja menemani anaknya menjalani kemoterapi.

"Mama nggak tega liat dia muntah terus, Pa." ucap wanita di sampingku.

"Tapi kan itu buat kesembuhannya Lila juga, Ma."

Aku menelan ludahku, seluruh darahku rasanya berjalan lebih cepat. Apa sesakit itu? Apa nanti Babas juga harus merasakan itu?

Ting

Bunyi lift menyadarkanku, aku pun berjalan keluar meninggalkan pasangan yang sedang menangis tadi.

Selama perjalanan menuju kamar Babas, aku memikirkan banyak hal. Semua hal yang ada otakku membuat aku gugup.

Apa penyakit Babas separah itu?

Apa Babas bisa sembuh?

Bagaimana dengan pernikahan kami? Apakah ditunda atau dibatalkan?

Bagaimana jika...

Aku menggeleng cepat. Yang terpenting sekarang adalah aku harus menemani Babas apa pun yang terjadi.

Tanpa terasa, aku sudah berada di depan kamar Babas. Aku membuka pintu secara perlahan, takut mengganggu sang penghuni kamar.

Mami yang sedang memotong buah langsung menyambutku. Dia berdiri dan membantu membawakan makanan yang ada di tanganku.

"Pagi banget kamu ke sini, Rin. Babas aja belum bangun loh." ucap Mami sambil memelukku.

"Ririn pengen cepet-cepet ketemu Babas, Mi."

Mami hanya tertawa, lalu menarikku untuk duduk di sofa tepat disampingnya. "Mami barusan ngupas apel. Kamu suka apel kan?"

Aku mengangguk, lalu Mami menyuapi aku beberapa potong apel. Mami memang sebaik itu.

"Mami juga makan dong. Itu sarapannya udah Ririn bawain."

Mami tersenyum, lalu mulai membuka bekal yang aku bawakan. Tenang saja ini bukan masakanku. Ini masakan chef Ronald.

"Wah... ada bubur kesukaan Mami. Makasih ya, Rin." ucap Mami senang sambil memakan buburnya.

"Iya, Mi."

Sambil menunggu Mami menghabiskan makanannya, aku memperhatikan Babas yang sedang tertidur. Tubuhnya yang dulu selalu tegap dan berotot, terlihat jauh lebih kurus sekarang.

"Rin..." Mami memanggil namaku sambil menggenggam tanganku.

"Ya, Mi?"

Mami tersenyum, "Kamu tau kan kalau Mami sayang banget sama kamu?"

Aku mengangguk setuju, "Mami beneran udah kayak ibu kandungnya Ririn,"

"Mami mau yang terbaik buat kamu dan Babas," ucap Mami melanjutkan.

Aku mengangguk lagi, "Ririn juga mau yang terbaik buat Babas,"

"Pernikahan kalian..."

Aku menatap Mami yang sepertinya kesulitan untuk melanjutkan ucapannya. Jantungku berpacu lebih cepat, merasa gugup untuk mendengar kelanjutan ucapan Mami.

"...batalin aja ya, Rin?"

Jantungku berhenti berdetak saat ini juga. Aku menatap Mami dengan perasaan yang tidak menentu.

"Mi..."

Mami tersenyum, lalu membelai rambutku. "Kamu itu masih muda, sehat, cantik, kaya... Hidup kamu bisa lebih bahagia kalau bertemu pasangan yang sepadan."

One Month Notice [COMPLETED]Where stories live. Discover now