Extra Part: Ririn on Duty

783 33 0
                                    

Babas POV

Aku menepuk bagian kasur di sampingku, tapi ini terasa kosong. Aku membuka mata dengan cepat, lalu melihat ke sekitar. Tidak ada Ririn dimana pun.

Mungkin Ririn sedang di bawah, entah melakukan apa. Akhir-akhir ini Ririn suka mempelajari banyak hal bersama para asisten di rumah, seperti menyapu, merapikan pakaian, hingga memasak.

Dia terobsesi untuk menjadi istri yang baik versi banyak orang. Padahal menjadi istri yang baik versiku itu sangat mudah, Ririn cukup menemaniku dalam keadaan normal maupun tegang. Aku sudah bahagia.

Menurut penilaianku pun, Ririn telah melakukan tugasnya jauh lebih baik dari dugaanku. Oh, aku bahkan sudah kecanduan. Semua yang ada pada diri Ririn membuatku kecanduan.

Lihat saja kamar kami, pakaian yang berserakan ini menjadi bukti betapa hebatnya pergulatan kami tadi malam. Ririn pantas mendapatkan prediket istri terbaik versiku.

Dengan langkah berat, aku memungut pakaian milikku dan Ririn yang berserakan, lalu memasukkannya ke keranjang.

Aku berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum menemui Ririn dibawah.

Saat aku menuruni tangga untuk menemui Ririn, aku mendengar suara dentingan peralatan masak yang saling beradu.

Sepertinya Ririn sedang memasak. Akhir-akhir ini, dia memang giat sekali belajar memasak. Apakah berhasil? Kadang iya, kadang tidak. Sejujurnya, lebih banyak tidak.

Seorang asisten keluar dari arah dapur saat aku sampai di sana. Dia membawa panci yang berisi sesuatu berwarna hitam.

"Itu apa, Bik?" tanyaku penasaran.

Asisten itu tersenyum tidak enak, "Oh, ini ayam goreng tapi gosong, Mas. Makanya mau dibuang,"

Aku menelan ludahku yang terasa seperti batu sekarang. Gosong lagi? Apa aku harus makan masakan gosong?

Asisten itu buru-buru melanjutkan ucapannya, "Tenang aja, Mas. Dibelakang udah ada makanan yang enak kok. Mas Babas nggak perlu makan yang gosong ini,"

Aku tersenyum sedikit lega, "Oh, baguslah. Yang kali ini berhasil ya?"

Asisten itu mengangguk semangat, "Mbak Ririn udah banyak kemajuan. Dia rajin banget belajarnya. Mas Babas nggak usah khawatir, hari ini makan enak kok."

Aku mengangguk mengerti, ikut bangga dengan pencapaian Ririn. Dia memang istri yang hebat.

Tapi tunggu... aku memperhatikan sekeliling rumah ini. Kenapa rasanya lebih sepi dari biasanya?

"Bik, asisten yang lain pada kemana? Kenapa sepi banget?" tanyaku heran.

Di hari biasanya, setidaknya ada sepuluh asisten yang akan sibuk kesana kemari. Tapi hari ini, hanya ada asisten yang berada di depanku ini.

Wajah asisten itu terlihat sedikit pias, "Oh, i-itu... asisten lain banyak yang lagi ke rumah sakit, Mas."

"Ke rumah sakit? Berjamaah? Kok bisa?"

Asisten itu terlihat pucat sambil memegangi perutnya. "Mereka keracunan makanan, Mas."

"Hah?"

"Mbak Ririn nyuruh asisten buat cobain masakannya. Hasilnya... banyak yang sakit perut. Tapi jangan khawatir Mas, yang kali ini beneran enak kok!" ucap asisten itu menenangkan.

Aku menelan ludah kembali. Ini....

"M-mas... s-saya permisi dulu ya? Perut saya tiba-tiba ikut sakit...ah!" asisten itu langsung berlari kencang ke arah toilet.

Jiwaku seakan melayang saat ini juga. Apakah seburuk itu masakan Ririn? Aku menjadi ragu untuk mencobanya.

Tiba-tiba Ririn datang dari arah dapur menuju meja makan. Dia membawa sebuah piring berisi makanan.

One Month Notice [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora