78. Hari-hari tanpa Kaisar

593 34 0
                                    

Hari-hari setelah kepergian Kaisar, Shena lebih suka menguasai dingin nya malam. Menatap bulan yang terang di atas sana, Desember kali ini Bulan selalu datang dengan sinar yang sangat indah. Seakan semesta ingin menemani kesepian Shena. Shena duduk di atas kasur, sembari menatap pintu kaca transparan yang mengarah langsung ke arah Bulan di atas sana.

"I Miss you."

Ntah sudah berapa ribu kali, kata itu di ungkapkan Shena. Namun, tidak ada yang berani menjawab nya. Shena menatap seisi kamar nya yang sudah sangat kosong, hanya tersisa satu kasur, satu lemari dan satu meja. Shena sudah membakar semua koleksi gitar nya, gadis itu juga sudah membuang semua kertas-kertas berisi lagu-lagu yang pernah ia ciptakan.

Di tengah dingin nya malam. Shena memeluk dirinya sendiri, setelah kepergian Kaisar semua terasa begitu hampa, dan kesunyian malam menjadi teman baik Shena sekarang.

Sungguh tidak terasa, Kaisar sudah pergi hampir sebulan. Yang tersisa hanya kenangan dan panas nya cuaca Januari. Shena duduk sendiri di meja makan, karena ayah nya memilih untuk pergi bekerja lebih pagi. Shena tidak ingin berangkat sekolah, seperti yang pernah ia janjikan. Ia hanya ingin pergi bersama Kaisar. Tapi, Silvia memaksa, karena akan ada Try out yang wajib di ikuti semua siswa kelas 12.

Shena merasa tidak siap, harus mendaratkan kaki nya di gerbang Visiona. Tempat pertama kali ia benar-benar terpesona pada sosok anak baru, bernama Kaisar itu. Tempat dimana pertama kali ia mengibarkan bendera kebencian, walaupun pada akhirnya, dia adalah orang lebih dulu yang jatuh cinta pada sosok anak baru itu. Sejak Kaisar pergi, Shena memang tidak pernah lagi datang ke sekolah.

Pagi ini Shena sudah bersiap di dalam mobil bersama Silvia. Namun, Shena masih diam, walaupun supir sudah bersiap untuk mengemudi. Shena menatap ke luar jendela mobil, cuaca sangat cerah, dan untuk pertama kalinya setelah hampir sebulan, mentari pagi menyinari tepat di wajah Shena. Seakan orang yang sudah abadi itu, mengucapkan selamat pagi padanya. Sosok Kaisar yang selalu berdiri di belakang rumah, menanti matahari pagi datang. Shena sangat merindukan nya.

Mobil kemudian melaju memecahkan jalanan kota. Shena bersandar pada kaca mobil, tanpa sadar air mata nya jatuh kembali. Kala merasakan setiap jalanan yang pernah ia lalui bersama Kaisar, setiap angin yang berhembus mengantarkan rasa rindu yang teramat dalam bagi nya.

Saat sudah sampai di dekat gerbang, mata Shena menatap satu baliho yang berisi foto Kaisar dan ucapan selamat jalan disana. Shena begitu merindukan nya.
Shena kemudian melangkah ke arah gerbang, dan merasakan udara yang teramat dingin menusuk ulu hati nya. Shena kembali berpijak, dan sekelebat kenangan itu muncul lagi.

"Udah jam berapa?" tanya Shena dengan tegas dan menatap Kaisar dan ketiga sahabatnya secara bergantian.

Kaisar mengeluarkan handphone dari saku celananya, dan memperlihatkan nya ke arah Shena. "Lo gak bisa liat jam? Atau gak punya, nih gue kasih liat."

Shena dengan cepat merebut handphone Kaisar. "Kalau Lo mau handphone ini kembali, temui gue di ruang OSIS!" Shena segera pergi hingga suara Kaisar menghentikan langkah nya.

"Gue gak akan datang, kalau Lo mau. Ambil aja handphone itu buat Lo, gue bisa beli baru," ucap Kaisar enteng dengan wajah tanpa ekspresi.

Shena mendekat ke arah Kaisar dan menyisakan sedikit jarak di antara mereka. "Dari awal gue udah tahu siapa Lo dan karakter Lo, gue ingetin sekali lagi, kalau Lo mau lulus dari SMA Visiona. Ikuti aturan disini!"

Kaisar semakin mendekat dan membuat Shena mundur beberapa langkah hingga punggung gadis itu menubruk tembok gerbang sekolah. "Shena Amullya Lewis, gue peringatkan. Jangan pernah ikut campur soal hidup gue, apalagi sok tau dengan karakter gue. Dan apa satu lagi? Lulus? Lo pikir gue masuk ke sini hanya untuk ijazah?" Kaisar menggeleng kan kepala nya. "Berhenti ngurusin hidup gue, atau Lo nggak akan tenang Udah berurusan sama gue."

"Dan Lo kira gue takut?"

Shena tiba-tiba berbalik dan memeluk Silvia sangat erat. "I really miss him."

Silvia membalas pelukan Shena dan kemudian menghapus air mata yang melintasi wajah sahabatnya itu. Dibawah mata Shena kini sudah terlihat sedikit menghitam. "Yang sakit dari sebuah perpisahan bukan lah perpisahan itu sendiri. Tapi, segala kenangan didalam nya. Gue tahu Lo sedih, Lo nggak siap. Tapi, siap nggak siap, perpisahan itu akan terus ada, Shen."

Silvia menggandeng tangan Shena untuk melangkah masuk ke area Visiona.

"Selamat datang Bu komandan!"

Leon berteriak di tengah lapangan, dia tidak sendiri. Ada banyak anggota Ravens yang ia bawa, untuk menyambut kedatangan Shena.

Shena hanya bisa tersenyum singkat, untuk menghargai Leon juga teman-teman nya. Walaupun hati nya sangat sakit, melihat geng itu masih berdiri kokoh dan tertawa disana. Sedangkan orang yang ia cintai, telah pergi lebih dulu.

Shena segera melangkah menuju kelas nya. Gadis itu duduk di kursi paling belakang, dan berdekatan dengan dinding, agar ia bisa bersandar. Shena langsung duduk disana, dan membuka handphone nya, wallpaper tangan Kaisar dan Shena, membuat hati Shena kembali tertoreh luka. Gadis itu cepat-cepat Menganti wallpaper tersebut. Dan menghapus foto itu dari hp nya.

Semua foto, Video dan chat-chat yang pernah Kaisar kirim, sudah Shena pindahkan ke dalam laptop nya. Dan menghapus semua jejak itu di handphone Shena.

"Rindu banget, Kai."

****

Warung mas Bro kini semakin sepi. Hanya ada enam anggota inti Ravens disana. Satu orang mendekam di penjara, dan satu nya tenang di surga. Jika Shena merasa begitu sakit dan kehilangan, mungkin ia menutup matanya. Karena ada Jeffrey, Daniel dan Gery yang juga sangat-sangat berduka disini.

"Nih, ngopi dulu." Dewa menyodorkan secangkir kopi pada Gery.

Gery menoleh sekilas, dan percakapan malam itu bersama Kaisar kembali terulang di ingatan Gery. Ketika mereka berdua duduk di pinggiran jalan sembari menikmati kopi hitam disana. Gery menutup mata lama-lama, dan menyeruput habis kopi pemberian Dewa.

"Pahit ya? Se pahit kenyataan," gumam Reno.

"Ravens tanpa ketua, bagaikan singgasana tanpa raja," ungkap Andra.

Daniel mengangguk setuju. "Kalau kita menggeser posisi yang sebelumnya di pegang Kaisar, maka gue ikut mundur."

"Kita semua mundur," ujar Gery. "Karena udah saat nya generasi yang baru maju."

"Kaisar nggak akan pernah hilang dalam ingatan kita," sambung Jef.

"Sampai kapan pun," tambah Daniel.

Dari kejauhan mereka melihat Leon yang berlari ke arah mereka. "Bang, semua orang di kumpulkan di aula termasuk Ravens."

Kaisar 2019 [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang