˚₊· ͟͟͞͞➳ 𝙰𝚏𝚝𝚎𝚛 𝙰𝚕𝚕

1K 135 15
                                    

..⃗.  [ 𝙷𝚊𝚙𝚙𝚢 𝚁𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐 ] 𑁍ࠜೄ ・゚ˊˎ

Tak ada yang mengira bahwa seorang (Name) yang selalu terlihat bahagia dan selalu menebar senyum itu pada akhirnya harus pergi berpulang kepada sang pemilik tubuhnya. Ia yang selalu tenang, ternyata memiliki banyak sekali percakapan di dalam otaknya. Ia yang selalu terlihat baik-baik saja, ternyata memiliki luka yang begitu dalam dan tak kunjung sembuh. Kering, lalu kembali terluka.

Namun kini, seluruhnya telah tak ada di dalam diri seorang (Name). Dirinya kini telah tak berdaya dengan jiwanya yang sudah kembali kembali kepada pelukan sang Tuhan. Seluruh lukanya telah sembuh.

"(Name)..." Suara yang begitu parau memanggil namanya.

Angin saat itu berhembus kencang. Langit perlahan berganti dengan kelabu dengan awan-awan gelap yang siap menumpahkan tangisnya. Keadaan tersebut tak mampu membuat seorang laki-laki bersurai ungu memiliki niat untuk pergi.

Laki-laki itu, Reo, begitu berat mengangkat kakinya untuk pergi. Berat baginya meninggalkan sebuah batu nisan dengan nama seorang Itoshi (Name).

"Maaf... Maaf, karena aku tak bisa menjagamu. Maaf, karena aku tak bisa membuat mu bahagia..." Untaian kata-kata yang terucap dari mulut seorang Reo begitu sulit kala itu. Sesak menusuk di dadanya ketika berucap demikian.

"Maaf... Karena pada akhirnya aku tak bisa membuat mu bertahan. Maaf..."

Lantas lelehan air mata tak dapat lagi di tahan. Pemuda dengan setelan hitam itu menangis kembali. Matanya sudah bengkak menangisi kepergian seorang (Name) dari kemarin hari.

Sakit hatinya ketika ia akhir musim semi kali ini tak lagi seperti musim semi sebelumnya yang selalu dipenuhi dengan keluh kesah dan juga tawaan gadis bersurai hitam itu.

"Selamat musim semi, (Name)," ucap laki-laki itu dengan suara bergetar.

Sial. Perkataan itu mengembalikan ingatan-ingatan di musim semi kemarin. Kepalanya begitu pening saat ini ketika membayangkan bagaimana tiap-tiap momentum yang ia ciptakan (Name) dan juga sahabatnya, Nagi.

Di pikirannya yang terlintas adalah memori-memori manis bersama (Name). Wajah gadis itu, suara gadis itu, bahkan tangis gadis itu masih ia ingat bagaimana bentuk dan suaranya. Semuanya, tentangnya, tersimpan apik di dalam otaknya.

Kembali lagi tangannya mengelus batu nisan yang tertulis nama sang gadis. Air mata kembali meluncur dari pelupuk matanya.

"In another life, i would make you stay..." Seraknya suara mengucapkan kata-kata itu.

Sesak, begitu sesak. Hitam putih kenangannya bersama dengan gadis itu tak bisa berhenti tersiar di benaknya.

"(Name)... Aku pulang ya? Hari sudah mendung. Aku mencintaimu. Selamat tinggal..."

Pada akhirnya pemuda keturunan konglomerat itu memutuskan pergi walaupun dengan hati yang begitu berat.

Langit yang seharusnya memancarkan kebahagiaan menyambut musim baru, telah kelabu namun belum menurunkan hujan. Akan tetapi, di bawah sana, air mata begitu deras keluar dari setiap manusia-manusia yang kehilangan sosok (Name).

●○●○●○●○

Di dalam sebuah kamar, terlihat laki-laki bersurai hitam tengah terduduk di pinggiran kasur dengan wajah kusut–tidak, bukan kusut lagi yang bisa menjelaskan keadaannya.

🎉 You've finished reading 𝐄𝐜𝐜𝐞𝐝𝐞𝐧𝐭𝐞𝐬𝐢𝐚𝐬𝐭 : 𝐈𝐭𝐨𝐬𝐡𝐢 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬 [ 𝐄𝐍𝐃 ] 🎉
𝐄𝐜𝐜𝐞𝐝𝐞𝐧𝐭𝐞𝐬𝐢𝐚𝐬𝐭 : 𝐈𝐭𝐨𝐬𝐡𝐢 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Where stories live. Discover now