Amora 04

3K 108 0
                                    

Arman sedang berkutat di layar komputernya. Laki-laki itu sedari tadi belum keluar dari ruang kantor pribadinya.

Banyaknya map serta kertas dan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja. Terlihat laki-laki paruh baya itu sangat kelelahan.

Ketukan pintu membuatnya mendongak dan menyuruh orang yang mengetuk itu masuk.

"Maaf, Pak. Ada yang ingin bertemu dengan Bapak" ucap Sekretaris nya.

"Suruh dia masuk!"

"Baik, Pak"

Wanita muda itu keluar untuk menjalankan titah dari atasannya.

Setelah beberapa saat, Masuk seorang laki-laki berkacamata putih masuk dan di persilahkan duduk oleh Arman.

"Tumben sekali Pak Akbar ke kantor saya tidak bilang terlebih dahulu?"

Seseorang yang bernama Akbar itu tersenyum tipis. "Mendesak sekali. Apa Pak Arman sibuk?"

"Ah tidak" jawab Arman.

Akbar memperbaiki duduknya, sepertinya Akbar ingin segera mengatakan tujuannya mampir ke kantor Arman.

"Jadi begini, Pak Arman. Sekarang kantor Saya sedang bermasalah besar, banyak client-client yang membatalkan kerja sama kontrak dengan Saya" jelas Akbar.

"Tujuan Saya datang kesini untuk meminta bantuan Pak Arman" sambungnya.

"Bantuan apa yang Pak Akbar inginkan?" tanya Arman.

"Saya ingin meminjam uang ke Pak Arman untuk membayar gaji karyawan dan juga untuk modal usaha" jawab Akbar.

Arman tampak berfikir sejenak. Mereka memang sudah lama berteman.

"Saya bisa saja meminjamkan uang untuk Pak Akbar, tapi Saya punya syarat yang mungkin Pak Akbar keberatan"

"Syarat? Apa itu?"

"Pak Akbar memiliki anak laki-laki berusia 17 tahun kan?" tanya Arman.

"Iya benar"

"Dan Saya juga memiliki anak perempuan berusia 16 tahun" Arman meletakkan kedua tangannya di atas meja.

"Saya ingin anak kita di jodohkan" sambungnya.

Tentu saja Akbar kaget dengan syarat yang terlontar dari mulut Arman.

"Tapi, Pak. Anak Saya masih sekolah"

"Itu tidak masalah, Anak Saya juga masih sekolah. Saya menginginkan perjodohan ini karna Saya fikir kita akan semakin dekat dan sangat mudah untuk kita membangun perusahaan agar semakin besar dan jaya"

Akbar bingung harus menjawab apa.

"Jadi bagaimana, Pak Akbar?"

Setelah berfikir beberapa saat, Akbar mengangguk setuju dengan persyaratan nya.

"Baik, Pak. Nanti akan saya bicarakan dengan anak laki-laki saya"

Arman mengangguk mengiyakan. Entah apa tujuan yang sebenarnya Arman ingin menjodohkan Amora dengan anak laki-laki Akbar, entah dia sengaja ingin menjauhi Amora ataupun hal lainnya.

.....

Masih di sekolah. Amora tersenyum saat melihat Alvin yang sedang duduk sendiri di roftoof sekolah, tentu saja Amora tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mendekati Alvin laki-laki pujaan hatinya.

"Hai, ketemu lagi" ucap Amora dengan santainya duduk di sebelah Alvin.

Alvin mendengus. Apa tidak bisa Amora membiarkan dirinya hidup tenang di sekolah, bahkan bukan hanya di sekolah saja Amora mengganggunya. Jika mereka bertemu di jalan Amora pasti juga mengusiknya.

"Vin, gue boleh cerita gak sama lo?"

"Gak" jawab Alvin.

"Walaupun lo nolak tapi gue akan tetap cerita" Amora memperbaiki duduknya lalu menatap lurus kedepan.

"Vin, dulu gue punya keluarga yang harmonis, bahkan gue gak pernah bayangin kalau suatu saat nanti keluarga gue berantakan" Amora menatap langit yang mendung.

"Tapi sekarang seolah Tuhan menjungkir balikkan dunia gue. Keluarga gue berantakan karna kedua orangtua gue cerai" sambungnya.

"Bahkan sekarang Mama dan Papa benci sama gue, gak tau deh kenapa mereka bisa benci gue sampai-sampai menginginkan kematian gue"

"Vin__

"Stop, Ra! Gue gak pernah izinin lo menceritakan novel yang lo baca" Alvin memotong ucapan Amora.

"Tapi ini bukan novel, ini nyata"

Alvin tersenyum miring. "Lo fikir gue percaya?"

Amora tersenyum getir lalu dia tertawa renyah. "Bagus kan novel yang gue baca?"

"Dan gue berharap novel yang lo baca menimpa hidup lo" dengan tidak berperasaan Alvin mengatakan itu semua ke Amora, tanpa Alvin sadari Amora mengusap airmata yang tiba-tiba lolos.

"Vin, gue boleh minta sesuatu?"

"Lo miskin Sampe minta-minta ke gue?"

"Bukan materi, tapi rasa perduli" jawab Amora.

"Orangtua lo aja benci sama lo, Ra. Apalagi gue?"

"Tapi itu hanya novel kan?" Gadis itu menatap manik mata Alvin.

"Gue berharap menjadi kenyataan dan benar-benar menimpa hidup lo, karna gue udah muak liat wajah lo dan gue jijik dengan sikap lo yang sama sekali tidak memiliki harga diri"

Setelah mengatakan itu Alvin meninggalkan Amora yang masih duduk disana.

Gadis itu masih mengukir senyum indahnya. Entah kapan gadis itu sadar kalau Alvin memang tidak akan pernah bisa dia dapatkan.

Sudah berulang-ulang kali Alvin mengatakan kalau Amora hanyalah gadis murahan, tapi entah terbuat dari apa hati Amora sehingga dia tidak marah ataupun membantah ucapan Alvin yang selalu menjadi dambaan hatinya.






See you next time
Jangan lupa vote

Dia PenyelamatWhere stories live. Discover now