18. Pikiran Ngaco Ameena

25 1 0
                                    

18. Pikiran Ngaco Ameena

SELAMA MENDIAMI ruang makan, Mirza terus diperhatikan Bu Nimas. Ibunda dari Mirza. Membuat Mirza dihinggapi dengan ketidaknyamanan. Apakah Mirza sudah salah dalam berpakaian? Atau muka Mirza sedang ternodai dengan kotoran? Entahlah.

"Kenapa Ibu terus menatapku?"

Di seberang meja, bibir dari Bu Nimas melengkung dengan manis. Menghadapi anak sulung terkasih, sosok wanita berkerudung cokelat muda tersebut tidak tertarik untuk berbelit-belit. "Begini, Mir, kemarin 'kan kamu habis kondangan ke acara nikahan temen SMA-mu. Lalu, kamu sendiri gimana? Apakah kamu udah memiliki rencana?"

Maksud terselubung Bu Nimas, Mirza habis ditanya kapan menikah?

Muka Mirza berhenti berseri. Malah, kedua mata Mirza sampai malas untuk berbinar terang. "Aku belum mau menikah, Bu," kata Mirza dengan suara terdengar lemas.

"Tapi, ..."

Bu Nimas langsung mencemaskan Mirza. Dia sungguh ekspresif selama berseru, "Ibu bener-bener khawatir sama kamu, Mirza."

"Masih untung banget ...."

"Ketika SMA dulu, kamu ngga sampai tergoda sama rayuan dari temen satu SMA-mu."

Mendapati Bu Nimas menyipitkan mata karena terlalu merisaukan Mirza, bagaimana hati Mirza bisa tidak terketuk? Dulu, Mirza memang hampir tersesat karena memiliki syahwat tinggi. Bu Nimas selalu menilai bahwa Mirza tidaklah berbeda dengan Pak Imam. Ayah dari Mirza. Yaitu sama-sama ber-syahwat tinggi. Ketika Mirza sudah berusia 20 tahun, Pak Imam dan Bu Nimas malah masih sempat menambah anak dengan tidak sengaja—kebobolan.

"Ibu ngga usah khawatir berlebihan kepadaku. Aku masih bisa ngendaliin diriku, kok," ucap Mirza dengan tenang. Di sini, Mirza masih tidak berani untuk membeberkan cerita asli dari kasus asusila Mirza terhadap Ameena enam tahun silam karena harus mempertaruhkan nama baik keluarga. Jika nama baik keluarga sudah rusak, bukankah bisnis keluarga mereka akan ikutan hancur?

Di dalam batin, Mirza tidak tahan untuk berucap sedih, "Maaf, Bu. Aku ngga berani bilang sama Ibu kalau Ameena ngga pernah merayuku."

"Iya, Mirza. Ibu percaya sama kamu," balas Bu Nimas.

"Masalahnya," Bu Nimas semakin mewanti-wanti Mirza. "Jika kita melihat dari situasimu, bukankah akan lebih baik kalau disegerakan?"

Apakah Bu Nimas sedang mempersulit Mirza?

Ya, Tuhan. Mengapa Mirza bisa berpikiran demikian?

"Aku belum memiliki calon, Bu," ungkap Mirza tanpa harus dikarang.

Masalah calon istri habis direnungkan, tiba-tiba Mirza langsung kepikiran Ameena. Miris sekali, Mirza malah sudah tidak bisa mengharapkan Ameena. Di dalam hati, tanpa dapat diduga, Mirza lantas meratap dengan sendu, "Jika aku ngga pernah ngelecehin Ameena, mungkin ... Ameena udah menjadi kandidat nomor satu."

Meski belum sempat memiliki, Ameena tetaplah sosok berharga untuk Mirza. Antara mereka berdua memang tidak banyak terdapat kisah berkesan. Akan tetapi, Mirza tidak pernah bisa melupakan setiap keindahan dari sosok wanita bernama lengkap Ameenaa Mikayla tersebut.

Mendadak, Mirza malah diserang sesak terutama karena teringat dengan fakta: Ameena sudah menikah dengan Ashraff. Ya, Tuhan. Memiliki cinta terpendam kepada Ameena ternyata sungguh-sungguh menyiksa.

"Mau dibantuin ngga?" 

"Ibu bisa kenalin kamu sama beberapa anak gadis dari temen-temen Ibu. Yah ... siapa tahu kamu tertarik sama salah satu dari mereka."

Melihat Bu Nimas senyam-senyum, kepala Mirza menjadi berdenyut. Kenapa? Karena Mirza betul-betul belum memiliki keinginan untuk melepas masa single-nya. "Aduh, Bu. Aku pikir-pikir dulu, deh."

AMEENA: Tentang Kehormatan yang Harus DikembalikanWhere stories live. Discover now