31

14.5K 1.5K 161
                                    

Daniel dan Tasya datang ke rumah sakit setelah mendapatkan kabar jika Arkana kecelakaan dan di larikan ke rumah sakit. Daniel segera menghapri anak bungsunya yang duduk di kursi tunggu rumah sakit.

"Eldra." panggil Daniel berdiri di depan anak bungsunya.

"Apa yang terjadi pada Abang mu? Gimana Arkana sekarang?" tanya Tasya dengan berlinang air mata.

"A-aku gak tau dokter masih ada di dalam." jawab Eldra dengan suara bergetar. Sungguh dirinya takut terjadi sesuatu pada Arkana, jika saja dirinya menyadari sejak awal kehadiran Arkana, ia tidak akan membiarkan hal seperti ini terjadi. Jika saja bisa memilih ia ingin menggantikan Arkana di dalam sana.

"Sebenarnya ada apa? Kenapa bisa sampai
kaya gini? Bagaimana dengan Arkana tolong katakan padaku, bagaimana keadaan anak ku." ucap Tasya mengusap wajahnya sendiri. Tadi ia mendapatkan kabar jika anaknya terjebak dalam reruntuhan bangunan dan terluka parah.

Daniel menarik tangan Eldra sedikit menjauh dari Tasya. "Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sana?" Daniel dengan suara dingin, dia menatap tajam anaknya.

Eldra mulai menceritakan semuanya kejadian yang ada di sana, dari awal dirinya bertemu dengan seorang pria dan berakhir tempat itu meledak, bangunan tua itu hancur seketika. "Aku gak tau kalau Abang ada di dalam sana juga," lirih Eldra setelah mencitrakan semuanya pada Daniel.

Plak!

Plak!

Daniel menapar anak bungsunya dengan keras, membuat sudut bibir anak itu terluka. Eldra hanya diam menundukkan kepalanya, ia tahu, ia salah dan pantas mendapatkan hukuman dari Daniel. Hukuman apapun yang akan di berikan Daniel pada dirinya, dirinya akan menerimanya karena ini memang salahnya.

"Karena kebodohan mu sekarang putra ku ada di dalam sana. Apa susahnya mengatakan yang sebenarnya terjadi pada mu bukan hanya diam membisu seperti ini!" marah Daniel menatap tajam Eldra.

"Kau bisa bicara bukan!" bentak Daniel membuat Eldra terkejut. Dia yang sedang ketakutan menjadi semakin takut ketika mendengar bentakan Daniel.

"Dad," panggil Ayas berlari kearah Daniel.

"Apa yang terjadi sama Abang, Dad?" tanya Ayas setelah berdiri di hadapan Daniel.

Baru saja Daniel ingin menjawab pertanyaan Ayas, dokter yang menangani Arkana keluar dengan mendorong brankar pasien. Daniel segera menghampiri dokter untuk menanyakannya keadaan Arkana.

"Bagaimana keadaan anak saya?" tanya Daniel menghentikan brankar pasien, Daniel menatap wajah anaknya yang terbaring di atas brankar banyak luka di tubuh Arkana.

"Permisi Tuan, kami harus memindahkan pasien ke ruang rawatnya." ucap suster lalu segera membawa pasien ke ruang rawat yang sudah di siapkan sebelumnya.

Tasya mendekati Eldra lalu mencengkram kedua pundak anaknya dengan kuat. "Kamu puas? Lihat anakku seperti ini karena mu." ucap Tasya menatap Eldra penuh amarah.

"Kenapa kamu melakukan ini? Apa ini yang kamu inginkan? Ini tujuanmu membebaskan wanita itu?" Tasya melepaskan cengkraman pada Eldra.

"Aku berharap kamu yang ada di sana bukan Arkana." gumam Tasya terduduk di atas lantai rumah sakit.

Eldra hanya diam dengan air mata yang terus mengalir membasahi kedua pipinya. Jika saja bisa ia bersedia mengantikan Arkana di dalam sana.

Daniel membantu Tasya untuk berdiri. "Ayo kita temui Arkana dia pasti sudah menunggu kita." ajak Daniel lalu pergi dari sana.

"Pergi jangan pernah kembali kesini." ucap Ayas menatap Eldra penuh kebencian.

"Lo gak denger gue bilang apa! Pergi berengsek!" umpat Ayas menarik tangan Eldra dengan kasar, menariknya keluar dari rumah sakit.

"Apa yang di bilang Alan benar, lo pembawa sial. Pergi sebelum gue berubah pikiran buat hajar lo." ucap Ayas lalu kembali masuk ke dalam rumah sakit.

............

Malam semakin larut tidak perduli hawa dingin yang berhembus sampai menusuk ke tulang, Eldra tetap duduk di teras rumah sakit. Anak itu duduk dengan memeluk
dirinya sendiri. Ia hanya ingin tahu tentang kondisi Arkana.

Eldra mengusap air matanya, dalam hatinya berulang kali mengucapkan kata maaf pada Arkana. "Aku memang bodoh, gak berguna, apa yang di katakan mereka benar. Aku pembawa sial." guman Eldra menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya.

Ingatannya kembali tadi saat dirinya ingin pergi meninggalkan tempat itu, tanpa sengaja ia melihat mobil Arkana berhenti tak jauh dari taksi yang membawanya ke tempat itu.

Eldra menita sopir taksi untuk berhenti, lalu dia turun dari dalam taksi untuk menghampiri mobil Arkana yang sayangnya mobil itu kosong. Tanpa pikir panjang Eldra kembali masuk ke reruntuhan bangunan itu, Eldra meminta sopir taksi untuk mencari bantuan karena ia yakin Arkana ada di dalam sana.

Sopir taksi itu mencari bantuan pada penduduk yang ada di sekitar tempat itu, mereka membantu Eldra dengan peralatan seadanya beruntung Arkana tidak terjebak di dalam. Arkana terjebak saat hampir keluar dari bangunan tua itu.

Setelah berhasil mengeluarkan Arkana dari dalam reruntuhan itu Eldra memeriksa denyut nadi Arkana. Setelah memastikan Kakak-nya itu masih hidup Eldra segera membawa Arkana ke rumah sakit.

"Mau apa lo masih ada di sini?" suara Ayas menyadarkan lamunan Eldra.

Eldra mendongakkan kepalanya menatap Ayas yang berdiri di hadapannya. "Aku cuma mau tau keadaan Abang-"

"Gak perlu! Lo gak perlu tau sekarang juga lo pergi dari sini." sela Ayas menarik tangan Eldra.

"Izinin aku ketemu sama Bang Arkana sebentar habis itu aku janji bakal pergi dari sini." mohon Eldra pada Ayas. Berharap Ayas mau mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan Arkana walaupun hanya sebentar tidak masalah asalkan dirinya bisa bertemu dengan Arkana. Dirinya hanya ingin minta maaf pada Arkana.

"Mulai sekarang kita bukan lagi saudara. Kita gak ada ikatan apapun lagi, lo boleh pergi dan tinggal sama Ibu lo itu. Dan satu lagi jangan pernah kembali." ucap Ayas lalu pergi meninggalkan Eldra di pinggir jalan depan rumah sakit.

Eldra menghentikan taksi lalu kembali pulang kerumah. Setelah sampai di rumah Eldra bergegas pergi ke kamarnya. Eldra mengembalikan semua barang-barang yang di berikan Daniel, dia meletakkannya di atas meja belajar lalu kembali keluar dari rumah tanpa membawa apapun, sama seperti dirinya pertama kali datang kerumah.

Eldra menatap rumah besar di hadapannya "Terima kasih untuk semuanya," gumamnya Eldra tersenyum tipis mengusap air matanya dengan tangannya lalu melangkahkan kakinya pergi dari meninggalkan rumah mewah itu.

Eldra terus berjalan tanpa tujuan tidak ada lagi rasa takut akan kegelapan sekarang, pikirannya hanya di penuhi dengan rasa bersalah, bayang-bayang Arkana yang terluka dan tak sadarkan diri terus berputar dalam ingatannya.

Sementara itu di rumah sakit Daniel tidak bisa tenang, di hatinya terasa begitu gelisah meskipun dokter sudah mengatakan jika keadaan Arkana sudah lebih baik dari pada sebelumnya. Besok juga Arkana sudah bisa melakukan operasi di bagian kepalanya.




ELDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang