07. Bukan Sembarang Adek Kelas

98 6 1
                                    

Pintu kamar berwarna abu-abu terbuka, menampakan seorang laki-laki berseragam SMA yang berantakan. Kakinya melangkah kecil ke arah kasur, lantas dia melempar tas serta sepatu ke sembarang arah. Dihempaskannya tubuh tak berdaya dia ke kasur sebelum kemudian menutup mata menggunakan lengan.

Terdengar helaan napas kasar dari mulutnya.

Beberapa sekon menikmati ketenangan, netra dia langsung terarah pada sebuah laci. Terbesit keinginan untuk membuka laci tersebut. Tak ingin terus dihantui keinginannya, lantas dia membuka laci tersebut. Senyum tipis terulas begitu sebuah foto dia tangkap dalam laci. Mengambil foto yang dibungkus bingkai kayu, jempolnya mengusap foto tersebut. Matanya menyiratkan sebongkah kerinduan mendalam, bersamaan dengan itu, pandangan dia tiba-tiba buram akibat datangnya air mata.

"Kalo seandainya gue gak egois, apa kita masih bisa kayak gini?" gumamnya, sambil terus menerawang pada tiga orang yang selalu menghiburnya dikala sedih dan selalu menemaninya bagaimana pun kondisinya.

Bibir merah dia menipis, kepalanya digerakkan ke atas guna menghalau air mata yang siap terjun. Udara di sekitar dia hirup secara rakus agar himpitan di dada sirna. Rumit dia jelaskan bagaimana perasaannya tatkala bayang-bayang masa-masa indah itu terputar kembali di memorinya, menampilkan kebersamaan dia bersama orang-orang di foto itu.

Tak!

Alfa kembali menaruh foto yang selalu membuat perasaanya campur aduk secara kasar, berharap perasaan itu hilang bersama kenangannya. K

Drrrt drrrt.

Dering telepon mengusik keheningan di kamar. Laki-laki yang memiliki nama Alfa Zegra Kaivandra itu meraih ponselnya sebelum memencet ikon hijau saat melihat nama Genta tertera di sana.

"Fa, gawat, Fa!"

"Ngomong yang bener lah, nyet. Lagi dikejar pinjol lo?"

"Enggak lah, asu! Hutang-hutang gue udah lunas!"

"Terus?"

"Batara dikeroyok suruhan Gavin! Emang babi tuh anak!"

Gavin....

Sial, bisa-bisanya Alfa melupakan laki-laki berengsek itu. Dia melupakan fakta bahwa Gavin manusia dendaman, apalagi kalau menyangkut dia. Harusnya dari awal Alfa sadar kalau Gavin tak mungkin hanya menegurnya, ada aksi yang akan Gavin berikan padanya sebagai bahan peringatan lain. Namun, untuk kali ini Alfa akan terus melanjutkan rencana awalnya, dia tidak akan goyah seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah memutus sambungan, Alfa menyambar kunci motor. Terlampau buru-buru hingga dia tak mempedulikan seragamnya yang sudah berantakan. Beruntungnya hari ini Varisha tidak ada di rumah, dia jadi bebas keluar-masuk malam atau siang.

"Den, mau ke mana? Bibi baru selesai masak buat makan malam." Suara pembantu rumah tangganya terdengar pada saat dia menapaki lantai dasar.

"Buat Bibi sama yang lain aja. Alfa mau keluar bentar." Tak lagi menggubris PRT tersebut, Alfa segera meraih daun pintu.

Sekon-persekon berlalu, terdengarlah deruan knalpot motor Alfa dari luar. Sang PRT yang memiliki nama Marni, melihat motor tuan mudanya yang kian menjauh. Sorot mata dia terlihat sendu. Entah mengapa, hatinya selalu digandrungi kesedihan acapkali sosok Alfa dia lihat. Rasanya dia ingin memeluk laki-laki yang telah dia anggap anak sendiri.

***

"Fa." Panggilan tersebut menyambut Alfa seusai dia tiba di markas.

Sosok Batara yang tengah diobati tersuguhkam, membangkitkan gejolak emosi yang dia tahan selama di jalan.

Cigarettes and Strawberry MilkWhere stories live. Discover now