1

210 87 37
                                    

"Tanganmu—kenapa?"

Bora mengambil tangan kanan Taehyung yang buku-bukunya memar, ada sisa darah kering dan goresan kecil-kecil di sepanjang buku tangan itu. Dia tampak cemas, karena baru tahu tentang luka Taehyung pagi ini. Selepas pertengkaran mereka semalam, Taehyung masuk kamar setelah dia tidur.

Dia bergegas mengambil obat dan perban, tetapi kemudian mengganti dengan plester sewarna kulit agar tidak terlalu mencolok. Sepanjang Bora mengobati luka, Taehyung diam saja. Mereka berdiri di depan wastafel kamar mandi yang bersih dan terang benderang, masih sama-sama mengenakan handuk mandi.

Diamnya Taehyung menandakan bahwasannya pria itu masih marah, Bora bahkan tidak berani menatap Taehyung dan fokus pada tangan yang tengah diobati. Dia meletakan tangan Taehyung yang selesai diobati diatas telapak tangannya, mengamati luka itu sampai kemudian jari-jemari Taehyung bergerak menggenggam balik tangannya.

"Terima kasih," kata Taehyung, melepas genggaman dan keluar kamar mandi lebih dulu.

Taehyung berjalan tegas dan cepat ke walk in closet, melepas handuk yang melilit pinggang dan melemparnya ke dalam keranjang. Selagi memakai pakaiannya, dia memikirkan jalan keluar terbaik yang akan diambil demi kebaikan Bora dan Ibunya. Dua wanita yang menduduki posisi sama penting di hidupnya.

Sesungguhnya Taehyung tahu Bora tidak sepenuhnya salah, Ibunya faktor menyebab dari semua kekacauan ini. Psikis Bora tidak stabil ditambah tekanan yang dihantarkan Ibunya bertubi-tubi jelas mempengaruhi Bora terlalu banyak, sampai-sampai Bora berani mengambil keputusan sepihak tanpa pernah membicarakan dulu kepadanya.

Taehyung mengambil jeda saat ingin menarik satu kemeja di lemari, menyadari Bora berdiri di belakangnya sejak tadi. Satu gerakan cepat dia memutar bahu, tidak menyangka Bora berdiri sedekat itu dan membuat kening Bora menabrak dadanya yang bidang.

"Aahh!!" Bora meringis selagi mengusap kening, dia mendongak dan seketika keduanya tertawa begitu bersitatap.

Semudah itu mencairkan suasana di antara mereka, kini Taehyung sudah sibuk mengusap-usap kening Bora sembari menciumnya berulang-ulang.

"Masih sakit?" tanya Taehyung, memandangi Bora yang terlihat sangat cantik selepas mandi.

Kulit Bora yang sebening kaca, putih selayak susu murni, terasa halus di tangan Taehyung. Dia mengusap bahu Bora yang terbuka, nyaris menarik handuk pendek yang melilit tubuh istrinya andai Bora tidak mengintrupsi.

"Kenapa berbalik tiba-tiba? Jadi nabrak 'kan?"

"Kau yang berdiri terlalu dekat, Sayang."

Bora mencibir lalu menarik satu kemeja putih untuk Taehyung. Dia melipir ke sisi lemari paling kanan dan memilih pakaian kerjanya, lalu memakainnya di bawah tatapan buas Taehyung yang serasa ingin memangsanya sekarang juga.

"Kenapa akhir-akhir ini kau tampak terlalu menggoda?" bisik Taehyung di telinga Bora, seraya membantu menarik resleting dress selutut yang dipakai istrinya. Tangan Taehyung yang besar merangkak naik ke dada Bora dan mengusapnya, sampai sang istri berjingkat, memutar badan ke arahnya.

"Taehyung, jangan bercanda, aku ada meeting pagi."

"Kenapa ukurannya bertambah?"

"A-apa?" Bora melihat suaminya, lalu pandangannya turun ke arah dadanya sendiri. "Mana bisa ukuran dada bertambah, kalau lemak di tubuhku saja tidak bergerak dari angka 45. Sudahlah, jangan dipandangi, aku sedang buru-buru."

Bora berlalu ke depan laci-laci meja di tengah ruangan untuk memilih dasi, lalu mengambil jas hitam Stevano Ricci dan memberikannya pada Taehyung. Bora naik ke bangku kecil, Taehyung minta dibantu memasangkan dasi. Postur Taehyung yang menjulang sampai 188 senti, terlalu tinggi untuk dia yang hanya 163 senti.

Winter ScentWhere stories live. Discover now