4

202 81 35
                                    


Han Bora mondar mandir di ruang dokter psikiater selama sesi wawancara psikiatri, dia tidak tenang menunggu tanggapan Taehyung, setelah merencanakan pertemuan Taehyung dengan Yunhee tanpa pemberitahuan. Dalam kecemasan membuncah, Bora menjawab pertanyaan Seokjin yang duduk tenang di depannya.

"Kau tidak minum obatmu tepat waktu?"

"Aku tidak ingat harus minum obat." Bora menggigit kuku-kukunya, dia berhenti bergerak lalu duduk lagi di sofa. "Pekerjaanku sedang banyak sekali—Dokter Jin, kenapa Taehyung tidak juga meneleponku?"

"Bora, kau tidak bisa begini terus. Jika kau tidak percaya pada suamimu, kau harus mencoba untuk hamil lagi."

"Tidak!" sahut Bora cepat, kecemasan yang sangat besar menerjangnya bagai gulungan ombak lalu menenggelamkan dirinya.

"Kau tidak akan mencelakai bayimu. Selama kau yakin dan mengikuti terapi rutin, bayimu akan baik-baik saja."

"Aku membunuhnya."

"Itu kecelakaan Bora, kau tergelincir dari tangga bukan sengaja menjatuhkan diri dari tangga."

"Kenyataannya bayiku meninggal, Dokter Jin. Aku melihat darahnya mengalir di kakiku tanpa bisa menolongnya, aku bahkan tidak melakukan apa-apa untuk menyelamatkannya." Air mata Bora berjatuhan di setiap kata yang dia ucapkan, bayangan kecelakaan yang menyebabkan dia keguguran memenuhi pandangan matanya.

Hari itu tanggal 30 Desember, bertepatan dengan ulang tahun suaminya. Bora telah menyiapkan kue cokelat dan seikat besar bunga gypsophila, bersiap menyambut Taehyung yang hari ini akan menjemputnya di kantor. Langit senja keunguan sedang menyebar butiran salju kecil-kecil, dari balik dinding kaca kantornya Bora menyapu pandangan di sepanjang halaman.

Tangan kanan Bora mengusap-usap perutnya yang mulai terlihat buncit diusia kandungan enam bulan, dia tersenyum mengingat Taehyung sudah menyiapkan nama untuk calon bayi mereka yang diprediksi berjenis kelamin laki-laki. Bora bersyukur kehamilannya lancar, tanpa gangguan morning sickness atau semacamnya, mood-nya selalu baik dan dia sangat semangat bekerja.

Calon putranya punya sifat seperti Taehyung sejak di kandungan; tidak pernah menyusahkan Ibunya dan selalu membuatnya bahagia. Bora bahkan merasa tidak membutuhkan apa-apa lagi semenjak menikah dengan Taehyung, definisi 'bahagia' sudah direalisasikan dengan sempurna oleh suaminya.

"Sayang, kenapa kau mirip sekali dengan ayahmu." Bora mengusap perutnya sambil tersenyum, menyadari bila daya kerja dan kreativitasnya juga meningkat semenjak hamil.

Bosan menunggu Bora keluar dari lobi kantor yang sepi, semua karyawan sudah pulang untuk menikmati liburan akhir tahun. Bora menengadah, membiarkan butiran salju berjatuhan di atas wajahnya, dia berjalan pelan menyusuri halaman luas sembari menunggu Taehyung. Di tengah halaman ada tangga kecil menuju kolam ikan Koi. Dia berdiri di ujung tangga, kepingin turun ke bawah tapi takut dimarahi Taehyung kalau ketahuan.

Tangganya licin—batin Bora, dia hendak berbalik, tetapi sayangnya dia terpeleset. Kejadian selanjutnya terasa begitu cepat; tubuhnya oleng ke depan, tangannya tidak mampu meraih tumpuan pada birai tangga, seketika dia berguling ke bawah dengan posisi tertelungkup.

"Aargghh!!!" Bora merintih kesakitan, berusaha membalikkan badannya.

Kemudian rasa sakit yang teramat besar menerjang perutnya saat dia berhasil duduk, perlahan-lahan darah segar dari pangkal paha mengalir di kakinya. Bora tidak bisa bergerak karena rasa sakit yang begitu hebat, dia berusaha berteriak meminta bantuan tetapi tidak ada satu petugas keamanan yang mendengarnya.

Sementara darah kian membanjiri kakinya, mengubah putihnya salju menjadi genangan merah yang pekat dan lengket. Hal terakhir yang bisa Bora ingat, dia berteriak memanggil Taehyung disaat ponselnya yang terpelanting berdering. Sebelum kesadaran Bora lamat-lamat memudar, hilang sepenuhnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 05 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Winter ScentWhere stories live. Discover now