7. Tes DNA

450 63 13
                                    

Waiting is the rust of the soul.

- Carlos Ruiz Zafón, The Shadow of the Wind (The Cemetery of Forgotten Books)

===

Sagara dan Daren duduk di ruang perawatan. Menunggu Lili tersadar dari tidurnya. Sudah berjam-jam sejak gadis itu keluar dari ruang pemulihan, namun tampaknya gadis itu masih belum reda lelahnya. Dokter memberitahu mereka bahwa tubuh Lili saat ini masih mengalami shock. Butuh waktu untuknya memulihkan kembali energinya setelah apa yang dia alami. Dan yang bisa mereka lakukan saat ini adalah menunggu.

Sagara dan Daren akan memberikan berapapun waktu yang gadis itu butuhkan untuk kembali pulih. Mereka akan setia mendampinginya meskipun hingga mereka tua sekalipun. Yang membuat mereka takut adalah, kalau sampai Lili pergi tanpa mengetahui siapa dirinya sebenarnya.

Daren masih terus memantau proses penyidikan Sadewa dan Ajeng. Kedua orang itu sudah mengakui adanya kekerasan di dalam rumah mereka. Selama ini ternyata Sadewa lah yang sudah melukai Lili. Sedangkan Ajeng, wanita itu memang tak pernah ikut andil dalam penyiksaan, namun tetap saja dia menyaksikan tiap kejadian tanpa melapor kepada pihak berwajib.

Hingga saat ini Sagara dan Daren masih belum mengetahui siapa yang sudah melakukan kekerasan seksual kepada Lili. Apakah Sadewa dan Ajeng berbohong dengan tidak mengakui kesalahannya? Ataukah Arion yang kini tak diketahui keberadaannya? Ataukah ada orang lain lagi di kehidupan Lili yang tega melakukannya?

Daren sempat curiga dengan Arya, atasan Lili di coffee shop. Dia juga sempat curiga dengan Joseph, pria Belanda pemilik toko buku tempat Lili bekerja. Namun kedua orang itu sudah diperiksa dan polisi tidak menemukan tanda-tanda bahwa mereka adalah pelakunya. Lili pun pernah bercerita kepada Daren mengenai mereka berdua, dan memang mereka tampaknya tak terlibat dengan kasus ini. Arya dan Joseph justru terkejut dengan adanya kasus ini. Mereka berdua tak menyangka bahwa Lili menyembunyikan permasalahan yang begitu besar di balik senyum manisnya.

Begitu jugalah yang Daren pikirkan. Dia tak menyangka bahwa permasalahan di dalam rumah Lili jauh lebih besar dari pada yang dia pikirkan. Daren sempat mengira bahwa Lili mungkin diperlakukan tidak baik oleh keluarganya mengingat dia hanyalah anak angkat. Ternyata kenyataannya jauh lebih mengerikan.

Sagara dan Daren terus mengutuki kelambanan mereka dalam menemukan Lili. Seandainya saja mereka berusaha lebih keras, apakah Lili tidak akan berada di sini saat ini? Seandainya mereka memperhitungkan setiap kemungkinan, akankah Lili terhindar dari nasib buruk ini? Tak ada yang tahu. Yang mereka tahu saat ini adalah rasa penyesalan merasuk begitu dalam di hati mereka.

Sagara, lelaki yang begitu keras dan bagaikan tak tersentuh oleh emosi apapun itu, sempat menitikkan air matanya ketika keluar dari ruangan dokter. Mendengar penjelasan dokter mengenai kondisi adik perempuannya melemahkan pertahanannya. Dengan ganas emosi demi emosi merangsek masuk dalam hatinya. Tak bisa dibayangkannya bagaimana Lili menjalani hari-harinya di dalam rumah itu. Tak adakah satu pun orang yang mendengarnya berkeluh kesah hingga permasalahan ini sama sekali tak terendus oleh orang di sekitarnya?

Daren pun tak kalah hancur saat mendengar pernyataan dokter. Tak hanya fisik, mereka sudah melukai Lili secara mental juga. Bagaimana bisa dia tak melihat tanda-tanda apapun setiap mereka bertemu? Sebatas mata yang sembab. Itu saja yang Daren lihat. Selebihnya Lili adalah gadis ceria yang selalu tampak bahagia menjalani setiap aktivitasnya. Seberapa kuat pertahanan hati gadis muda itu sehingga masih bisa menampilkan senyum yang begitu manis ketika tubuhnya mati-matian menyembunyikan rasa sakitnya?

Dokter mengatakan bahwa ada luka yang kemungkinan disebabkan oleh kekerasan lebih dari satu tahun. Artinya sudah lama Lili mendapatkan kekerasan fisik.Sesuai dengan pernyataan Sadewa yang mengatakan bahwa pertama kali dia menampar Lili adalah ketika gadis itu berusia 8 tahun. Delapan tahun! Anak sekecil itu sudah mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari orang yang disebut ayah. Hati Daren dan Sagara begitu sakit mendapati kenyataan itu. 8 tahun adik perempuan mereka mengalami kekerasan dan mereka sama sekali tidak tahu.

Lalu bagaimana dengan kekerasan seksual yang dia alami? Sejak kapan itu terjadi? Apakah Lili kecil merasakan kepahitan itu juga? Entahlah. Sadewa menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menyentuh Lili secara seksual. Tentu saja Daren dan polisi tidak mempercayainya begitu saja. Bagaimanapun juga Sadewa tak pernah memandang Lili sebagai anak. Apapun bisa terjadi di dalam rumah itu.

Sagara sudah mengumpulkan informasi mengenai semua anggota keluarga Sadewa. Pria itu bekerja sebagai instruktur yang di sebuah perusahaan pelatihan satpam. Bisa dibayangkan oleh Saga betapa pria itu sudah terlatih secara fisik untuk melayangkan pukulan-pukulan pada tubuh seseorang.

Ajeng adalah seorang pemilik restoran makanan Cina di Denpasar. Meskipun dia tak pernah terlibat secara langsung dalam penganiayaan Lili, wanita itu sama brengseknya dengan suaminya. Anak perempuannya hampir mati tapi dia pilih kabur melarikan diri.

Arion. Kemungkinan besar dialah pelaku pelecehan atas Lili. Arion adalah seorang fotografer dan pemilik studio foto yang cukup terkenal di Denpasar. Bahkan beberapa karyanya sudah menembus pasar internasional. Skandal ini pasti akan membuat bisnisnya gulung tikar dalam sekejap mata, tak diragukan lagi. Dan kalau sampai terbukti pria itu yang sudah menodai adiknya, maka penjara saja tak cukup. Sagara akan memastikan dia mendapatkan balasan hingga dia memohon untuk dihabisi saja.

Sayangnya, Arion saat ini tidak diketahui keberadaannya. Saat orang-orang suruhan Daren menangkap mereka di Bandara Ngurah Rai, Arion tak tampak bersama mereka. Polisi sudah mengecek rekaman CCTV dan ternyata dia tidak pernah memasuki wilayah bandara. Begitu juga orang-orang yang berjaga di pelabuhan dan stasiun kereta api. Tak ada tanda-tanda bahwa Arion pernah kesana. Itu artinya, saat ini, Arion masih ada di kota Denpasar. Bersembunyi di suatu tempat.

Sagara tentu saja tidak tinggal diam. Rumah dan studio foto Arion sudah disisir oleh anak buahnya. Tak nampak keberadaan Arion.

Sagara bahkan meminta polisi untuk menekan Sadewa dan Ajeng agar memberitahu kemungkinan keberadaan Arion. Tapi mereka berdua tetap bungkam. Pasti ada yang mereka rencanakan, pikir Sagara.

"Berapa lama hasilnya keluar katanya?" tanya Daren sambil terus menggenggam tangan mungil Lili. Dia tak beranjak dari kursinya di samping tempat tidur Lili.

"Dalam 24 jam. Kuharap tak akan lama." jawab Saga.

Daren mengangguk. Dia percayakan kakaknya yang mengurus segala hal terkait tes DNA dan pemindahan hak asuh atas adik mereka. Energinya saat ini dia fokuskan pada kesembuhan Lili. Gadis itu membutuhkan supportnya dan dia tidak akan mengecewakan Lili dengan membagi perhatiannya pada apapun.

"Aku nggak tahu apapun tentang hal ini. Seminggu aku sama dia dan aku bahkan nggak liat tanda-tanda apapun. Bodoh!" Daren mengumpati dirinya sendiri.

Sagara menghela nafas. Kalau yang ada di posisi Daren adalah dirinya, dia juga akan merasakan hal yang sama. "Apa yang sudah terjadi tidak bisa kita ubah. Sekarang kita harus fokus untuk memperbaiki semuanya. Yara akan pulang. Dan kita akan memberikan kehidupan terbaik untuknya."

Daren mengangguk setuju. Memang itu juga rencananya. Mereka berdua sudah sama-sama yakin bahwa Lilian adalah Yara Sky Alexandria. Adik perempuan mereka. Dan sesuai janjinya pada papanya, Sagara akan membawa Yara pulang.

"Kita akan segera pulang, Yara."

#####

Halo guys!!!

Kalian baca ini sambil ngapain?

Princess In DistressWhere stories live. Discover now