13. JALAN UNTUK BERTEMU YARA

154 27 4
                                    

Life is funny, isn's it? Just when you think you have it all figured out, just when finally you begin to plan something, get excited about it and feel like you know what direction you're heading to, the paths change. The wind blows the other way. North is suddenly south and east is west. And you're just... lost

Anonimous

===HAPPY READING===

Angin dari lautan terasa sangat segar menerpa wajah Lili. Lili tak keberatan jika nantinya rambutnya akan terasa lengket dan lepek karena angin ini membawa butiran air laut yang menempel di rambutnya. Dia menikmati suasana malam ini.

Ditemani oleh Daren dan Saga, Lili menikmati makan malam di pinggir pantai di dekat villa. Ternyata villa mereka benar-benar dekat dengan pantai Sanur. Villa itu tak seperti yang dibayangkan oleh Lili sebelumnya. Tak seperti villa mewah di film-film yang sering Lili tonton, villa milik Daren dan Saga terasa sangat tradisional. Arsitektur Bali yang tak berlebihan membuat villa itu terasa seperti rumah. Tentu saja fasilitas di dalamnya jauh lebih lengkap dari pada rumah pada umumnya. Daren sudah mengajaknya berkeliling villa dan Lili cukup kagum dengan apa yang ada di dalam bangunan yang tak terlalu besar itu.

Villa Daren berada di sebuah lahan yang cukup luas, dikelilingi dengan pagar tembok dan gerbang yang cukup tinggi. Sehingga saat masuk melalui gerbang utama, Lili tak menyangka akan menemukan rumah adat Bali di dalamnya. Seperti rumah adat Bali pada umumnya, terdapat Gapura Candi Bentar di bagian depannya. Namun bedanya, Lili tak menemukan satupun sesajen ataupun pura ibadah di sana. Seakan pemilik villa ini hanya menginginkan nuansa adat Bali tanpa ritual yang biasa orang Bali lakukan.

Ketika berkeliling memperkenalkan villa itu kepada Lili, Daren menunjukkan ruangan gym, jacuzzi dan sebuah perpustakaan pribadi. Daren mengatakan bahwa keluarga mereka menggunakan villa ini untuk liburan keluarga, lalu mengapa ada perpustakaan di sini? Mungkin mereka sangat terpelajar sehingga tak ada seharipun yang mereka lewatkan tanpa membaca buku.

Kini mereka menikmati hidangan makan malam di pinggir pantai. Daren sudah membuat reservasi untuk makan malam di sebuah restoran khas Bali yang ada di pinggir pantai itu. Makanan yang terhidang tentunya adalah makanan khas Bali. Namun Lili tak tahu sebagian besar nama makanan yang terhidang. Dia belum pernah makan makanan seperti itu. Biasanya dia makan apa yang dihidangkan oleh mama. Dan mama tidak pernah memasak hidangan khas Bali. Mungkin karena mama memang bukan orang asli Bali.

"Enak nggak?" tanya Daren memecah kesunyian di antara mereka bertiga.

"Enak banget. Makasih ya, Kak." jawab Lili sambil menyunggingkan senyum yang menampakkan deretan giginya.

"Sama-sama, Li." ucap Daren sambil mengacak poni Lili.

"Kakak harap kamu nyaman tinggal di sini. Walaupun hanya untuk beberapa hari, tapi suasana hati kamu juga akan mempengaruhi proses pemulihan kamu baik secara fisik maupun psikis. Jadi kalau kamu tidak nyaman kita bisa-"

"Enggak kok, Kak. Aku nyaman banget di sini. Nggak perlu pindah ke hotel." Lili memotong ucapan Sagara.

Daren melirik ke arah kakaknya. Mata Sagara menggelap. Sejujurnya dia tidak suka jika ada orang yang memotong kalimatnya. Dia selalu menganggap orang yang memotong kalimat orang lain adalah orang yang tidak beretika, dan dia paling benci pada orang yang tidak punya etika. Tapi dia juga menyadari bahwa yang dihadapinya adalah adik perempuan satu-satunya. Maka dia memutuskan untuk tidak berbuat ataupun berkata apa-apa. Daren menghela nafas lega.

"Bagus kalau begitu. Apa kamu sudah siap untuk sidang pertama besok pagi?" tanya Sagara.

Lili memelankan kunyahannya. Dia tidak lupa dengan sidang yang digelar esok hari. Dia hanya ingin menunda sejenak memikirkan hal itu. Dia ingin menikmati makan malam ini dengan tenang. Tapi tentu saja ketenangannya terusik oleh pertanyaan Sagara.

Princess In DistressWhere stories live. Discover now