16. PERJALANAN TAK MENENTU YANG MENAKUTKAN

217 36 26
                                    

Sometimes our fate resembles a fruit tree in winter. Who would think that those branches would turn green again and blossom, but we hope it, we know it. -Johann Wolfgang von Goethe

=== HAPPY READING ===

Saat hidup terasa sangat sulit, terkadang kita merasa seakan tidak akan ada lagi harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Dan perasaan itu juga membuat kita semakin sulit untuk mencari cara agar kehidupan kita berubah.

Ketika kita menilik kembali kehidupan kita beberapa bulan ke belakang, beberapa tahun ke belakang, kita akan melihat bahwa kita pernah melewati masa-masa indah dan masa-masa sulit. Entah bagaimana caranya kita bisa melewati masa-masa sulit itu. Perlahan kita kehidupan kita membaik. Waktu yang terus berjalan perlahan menjadi penolong kita untuk menemukan jalan mana yang bisa kita lalui.

Detik ini, suatu saat akan menjadi masa lalu yang akan kembali dilihat oleh Yara sebagai perjalanan tak menentu yang menakutkan. Bukan karena dia tak tahu tujuan penerbangannya. Bukan pula karena dia tak memiliki teman di penerbangan pertamanya.

Gadis 17 tahun itu tak tahu kehidupan seperti apa yang menantinya di Jakarta. Seperti apa rumahnya nanti? Seperti apa keluarganya nanti? Apakah dia bisa melanjutkan sekolahnya hingga lulus SMA? Apakah dia akan memiliki teman baik seperti yang selalu dia inginkan selama ini?

“Kamu nggak pamitan sama temen-temen kamu?” tanya Daren saat melihat Yara melamun melihat ke luar jendela pesawat pribadi mereka.

Yara tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Aku nggak punya banyak temen. Kemarin aku udah pamitan sama Luna, Kak Arya, sama Joseph.” jawab Yara.

“Kamu udah lama kerja sama Arya sama Joseph?” tanya Daren lagi.

“Kalau di cafenya Kak Arya udah setahunan. Kalau di toko buku baru 5 bulan.” jawab Yara. “Dulu sebenernya aku nggak ada niatan kerja di toko buku. Tapi aku sering baca buku di sana, tapi nggak pernah beli. Lama-lama aku jadi sering ngobrol sama Joseph. Trus dia nawarin aku buat bantuin dia pas weekend.” tambah gadis itu.

“Di rumah kita di Jakarta ada perpustakaan pribadi. Kamu bisa tambahin koleksi buku kita sama buku-buku yang kamu suka.” ucap Daren.

Mata Yara berbinar mendengarnya. Dia sangat suka membaca buku. Tak ada sehari pun yang dia lalui tanpa membaca buku. “Serius? Bukuku nggak banyak kok. Jadi nggak akan menuh-menuhin tempat.” ucap Yara.

Sagara yang sedari tadi diam tiba-tiba terkekeh, membuat Yara memandangnya dengan tatapan heran. “Kamu bisa membeli buku sebanyak apapun yang kamu mau. Kamu bahkan bisa membeli toko bukunya kalau kamu mau.” 

Mata Yara membelalak lebar. “Serius?!” tanyanya tak percaya.

Daren mengangguk mantab. “Kamu nggak perlu lagi mikirin soal uang, Ra. Kamu tinggal bilang sama Kakak kamu pengen apa.” ucapnya.

Yara merasa aneh mendengarnya. Dia tidak terbiasa menggunakan uang orang lain untuk membeli kebutuhan pribadinya. Dia terbiasa hidup dalam perjuangan. Jadi untuk menerima uang dari orang lain, rasanya sangat tidak mudah. Maka dia hanya mengangguk mengiyakan ucapan Daren. Meskipun dia tahu dia tidak akan pernah melakukannya.

=====

Ketika tiba di Jakarta, Yara tak hentinya melihat arah luar jendela. Dia ingin melihat seperti apa kota kelahirannya ini. Selama ini dia hanya bisa melihat Jakarta dari HPnya. Dan ternyata benar. Jakarta sangat jauh berbeda dengan Bali. Banyak kemacetan di sepanjang jalan mereka menuju rumah. Tak ada pura, tak banyak turis asing yang berjalan-jalan, dan banyak gedung dan perkantoran di mana-mana.

“Aidan mungkin masih di sekolah jam segini. Jadi mungkin kalian baru bisa ketemu nanti malem.” ucap Daren. “Kakak sengaja nggak ngasih tahu dia soal kamu. Surprise.” lanjutnya sambil tersenyum kepada Yara.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Princess In DistressWhere stories live. Discover now