15. KETAKUTAN DAN MIMPI BURUK

154 28 13
                                    

Some people are prepared to win. Some prepared to lose. But very few are prepared to actually fight.

-Anonymous

=== HAPPY READING ===

Sagara masih menikmati whiskynya di halaman belakang villa. Sambil memandangi air kolam yang tampak berkilau memantulkan cahaya bulan. Sedikit demi sedikit pria itu menyeruput minuman beralkohol di tangannya.

“Aku khawatir soal besok.” Suara Daren membuyarkan lamunan Sagara. Dia menoleh ke arah sumber suara. Daren masih mengenakan pakaian yang dia kenakan untuk makan malam tadi. Artinya dia belum berencana untuk beristirahat.

“Semua akan baik-baik saja. Aku percaya Felix sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Dia pasti sudah mengantisipasi setiap pembelaan yang akan diajukan Sadewa.” ucap Sagara.

“Bukan itu yang aku pikirin. Tapi Yara. Dia harus menghadapi orang yang sudah hampir…” Daren tak mampu melanjutkan kalimatnya.

Sagara terdiam. Hal itu juga terus mengganggu pikirannya sejak tadi. Kalau saja ada cara agar Yara tidak perlu hadir di pengadilan, maka dia akan melakukannya. Tapi kesaksiannya sangat penting untuk menyelesaikan kasus ini. Mereka sudah cukup beruntung memiliki pengacara sehebat Felix yang sudah memastikan Yara tak perlu datang untuk sidang-sidang berikutnya. “Aku juga memikirkan hal itu. Tapi Yara membuktikan kepada kita bahwa dia adalah gadis yang kuat. Jauh lebih kuat daripada yang kubayangkan.” ucap Sagara.

“Bisa nggak Kakak minta ke Felix supaya di persidangan nanti mereka nggak dipertemukan?” tanya Daren.

“Aku sudah membicarakan ini dengan Felix. Dan pihak pengadilan tidak bisa mengabulkan permintaan kita. Tapi mereka bisa memastikan Yara hanya perlu datang di sidang pertama ini saja.” jawab Sagara. “Sampai detik ini Sadewa masih belum mau membuka siapa dalang utama penculikan Yara. Dia masih teguh dengan ceritanya mengenai Yara yang ditemukan di tempat sampah. Bajingan!” tambah Sagara dengan suara rendah.

Daren menghela nafas. Kalau saja dia bisa langsung turun tangan menginterogasi Sadewa, dia akan mematahkan satu per satu jari lelaki itu hingga dia mau mengaku. Sayangnya Sadewa sudah berada di tangan kepolisian. Dia harus menunggu hingga hakim mengeluarkan putusan dan Sadewa masuk ke lapas untuk bisa mengambil alih semuanya.

Hingga kini pihak kepolisian juga tak menemukan bukti apapun mengenai keterlibatan Sadewa dan Ajeng dalam penculikan Yara. Polisi sudah menggeledah semua rekaman chat, sms, telepon hingga media sosial mereka berdua. Tapi tak ada jejak apapun yang mengarahkan mereka pada otak penculikan. Hal itu tentu saja bukan hal baik untuk pihak Yara. Sadewa memiliki kesempatan besar untuk lolos selama tak ada bukti apapun. Sedangkan Daren dan Sagara sangat yakin bahwa Sadewa terlibat. Jika tidak, untuk apa Sadewa mengadopsi Yara hanya untuk disiksa setiap hari?

“Gimana kalau kita eksekusi rencana kita malem ini? Orang-orang kita udah siap semua. Tinggal nunggu perintah.” Daren mengusulkan.

“Tidak. Aku tidak ingin merebut kemenangan ini dari Yara. Yara berhak mendapatkan kesempatan untuk melihat Sadewa kalah di peperangan yang dia mulai sendiri.” jawab Sagara. “Setelah itu, jalankan eksekusi sesuai rencana.”

=====

Yara terbangun dalam posisi duduk dengan Daren memeluknya dari belakang. Menyandarkan kepala Yara di dadanya. Yara tak mengerti apa yang terjadi.

Yara melihat Sagara berdiri tepat disampingnya. Pria itu tampak mengamati baik-baik wajah Yara. Gadis itu kemudian meraba pipinya yang terasa basah. Ternyata itu adalah air matanya sendiri. Yara bahkan tak ingat dia menangis. Hal terakhir yang dia ingat adalah dia baru bisa tidur setelah mengecek HPnya yang menunjukkan pukul 3:20.

Princess In DistressWhere stories live. Discover now