05. Satu atap

445 48 16
                                    

Happy reading

***

Langit mendung di sore hari seolah menandakan akan turun hujan. Seorang gadis yang tampak berada di parkiran sibuk berkutat dengan ponselnya, sangat fokus, entah apa yang sedang ia cari di benda pipi itu.

"Ngapain di dekat motor saya?"

Alina mengangkat kepalanya. "Berapa harga motor Lo?" Lantas menunjukkan layar ponselnya, Gara melihat jelas Alina sedang mencari harga-harga motor yang sama dengan motor punyanya. "Ini mahal banget gue yakin." Alina menyender pada tubuh motor tersebut.

"Minggir saya mau pulang." Gara yang ingin menarik tubuh itu menjauh malah mendadak diam saat Alina memegang kedua pundaknya.

"Ternyata Lo ganteng juga pake baju ini." Alina yang baru menyadari cowok di depannya itu memakai Hoodie hitam bukan jas putih yang sering Alina lihat.

Gara menepis dua tangan itu.

"Kenapa suka banget tepis tangan gue sih!"

"Setelah dipikir-pikir saya gak mau jadi temen kamu."

"Kenapa?" Tak lama Alina tersenyum. "Oh maunya jadi milik gue gitu? Oke, gue setuju. Kita pacaran nih sekarang?" Alina kegirangan seperti orang gila.

"Jangan ngaco. Saya gak suka kamu, Alina." Gara menatap sekilas mata itu, Lalu menggeser Alina agar menjauh darinya.

"Tapi gue suka Lo Gara Mahendra." Alina tak mau kalah.

Gara menghela napas. "Udah pergi sana, saya capek, mau istirahat." Sembari memasang helmnya.

"Gue juga bakalan pergi dari tadi kalo gak butuh bantuan Lo." Gara tidak peduli, dia malah menghidupkan mesin mobilnya. Tidak tinggal diam Alina menarik lengan cowok itu. "Antar gue ke bengkel ya, mau ambil mobil." Pintanya.

Gara memasang wajah datar. "Apa yang saya dapat kalo bantuin kamu?" Tanyanya sembari melepas helm.

"Bantuin orang kesusahan emang harus ada imbalannya ya? Cowok jahat!" Umpatnya.

"Bukannya kamu juga sama? Bantuin orang demi uang." Sekak Gara membuat Alina diam sejenak.

"Dasar pendendam!" Gerutu Alina. "Ya udah Lo mau apa dari gue?" Alina terpaksa, kalau tidak sangat membutuhkan bantuan, Alina jelas tidak mau kalah.

"Jauhi saya."

Alina memutar bola matanya. "Oke!" Jawabnya tegas.

Gara tahu cewek itu pasti tidak akan menepati janji.

"Gue janji kali ini! Gak usah berpikir kalo gue bakalan bohong!" Sewot Alina seolah paham maksud dari tatapan dingin Gara.

"Naik sekarang."

Dengan menahan emosi yang sudah siap meledak,  Alina menaiki jok belakang motor mahal itu sembari mendorong keras helm yang digunakan Gara. Hingga Alina bisa melihat tatapan tidak terima Gara dari balik kaca spion.

"Gue gak sengaja," cibirnya, walaupun dia melakukan dengan kesadaran penuh.

***

Benar saja langit yang tadi dipenuhi awan hitam kini berakhir dengan meneteskan air yang membasahi bumi. Hujan yang semakin lama semakin deras membuat Gara berusaha untuk mencari tempat berteduh. Namun beberapa toko di pinggir jalan sudah dipenuhi banyak kendaraan yang juga sedang berteduh.

Gara melirik kaca spionnya, Alina tampak tenang memeluk tas ranselnya.

"Kenapa?" Tanya Alina saat motor Gara melaju dengan kecepatan pelan.

Dokter Gara Mahendra!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang