09. Kupu-kupu

450 45 16
                                    

Happy reading

***

Di pagi hari, apalagi tepat di hari Minggu. Tentu saja banyak manusia yang memilih untuk berlama-lama di atas kasur sembari menikmati waktu libur. Tetapi tidak dengan seorang gadis yang memilih untuk keluar dari kamar. Berdiri di depan rumah kosnya di lantai dua, sembari menikmati pagi dengan sebatang rokok di tangannya.

Alina meletakkan kedua tangannya di tembok pembatas. Dia kembali menghisap rokoknya, setiap tarikan rokoknya tampak begitu dalam, seolah dia mencoba menenangkan pikirannya dengan setiap hembusan asap yang dikeluarkannya.

Pandangannya kini fokus pada seorang lelaki yang tengah memberi makan seekor kucing. Hanya melihat cowok itu saja mampu membuat Alina tersenyum.

"GARA MAHENDRA!"

Alina berteriak memanggil nama itu saat Gara hendak menaiki motor besarnya. Sontak saja Gara menengadahkan kepalanya, mendapatkan Alina yang tengah melambaikan tangan padanya dengan semangat.

"PAK DOKTER, MAU KEMANA?!" Alina kembali berteriak, tangannya memberi kode meminta Gara untuk naik ke lantai dua.

Gara yang tadi hendak memakai helm, kini meletakkan kembali benda itu di atas jok motor. Tanpa berlama-lama, Gara langsung berjalan menaiki anak tangga, menghampiri gadis yang sudah berteriak di pagi-pagi seperti ini. Tentu saja hal sepele itu semakin membuat senyum Alina tampak mekar.

"Kenapa teriak-teriak kayak tadi?" Begitu sampai Gara malah mengomel membuat Alina menghela napas sekilas.

"Itu namanya olahraga mulut, emang badan doang yang harus diajak olahraga apa?" Alina menjawab tidak mau kalah.

Gara yang ingin membalas sontak mengunci mulutnya saat matanya jatuh pada sebatang nikotin yang berada diantara jari telunjuk dan tengah Alina.

"Sejak kapan kamu ngerokok?"

"Dua tahun lalu," jawab Alina santai sembari menghisap rokoknya.

Raut wajah Gara tampak kaget mengetahui fakta tersebut. "Dua tahun lalu? Kamu tau apa bahaya dari rokok?" Dia menatap wajah itu dengan serius. Namun Alina enggan meladeni dan memilih menghisap rokok itu lagi.

"Sebagai seorang dokter, biar saja jelaskan sama kamu. Kalo kamu terus konsumsi nikotin itu. Risikonya kamu bakalan terkena penyakit jantung, kamu bisa stroke secara tiba-tiba. Kamu juga bisa terkena kanker paru-paru, mulut, tenggorakan, pankreas, dan ginjal. Terus gangguan pernapasan kamu juga bisa-"

Belum selesai Gara menjelaskan Alina lebih dulu membuang buntung rokok tersebut. Jujur saja kalau Gara sudah mode dokter seperti ini, Alina memang harus lebih dulu mengalah jika tidak mau mendengar ceramah panjang dari dokter muda itu.

"Saya belum selesai bicara, kenapa langsung dibuang?"

Alina melipat kedua tangannya di depan dada. "Karena gue masih sayang sama telinga gue," jawabnya begitu tenang.

"Kalau begitu, saya gak mau kamu sentuh nikotin itu lagi," perintah Gara, nada suaranya begitu serius.

"Gue gak janji."

"Saya serius, Alina. Kamu harus lebih sayang sama tubuh kamu sendiri." Gara kembali menegaskan.

Alina tersenyum menggoda. "Gue gak bisa urus tubuh gue sendiri, gue butuh dokter pribadi buat hidup gue," ujarnya sontak membuat Gara membuang pandang.

"Saya gak lagi bercanda," suara Gara kembali terdengar, namun matanya hanya mampu melirik sebentar ke arah Alina.

Reflek Alina tertawa melihat reaksi Gara. Itu sebabnya Alina ingin selalu di samping Gara, karena hanya bersama dengan cowok itu Alina bisa tersenyum dan tertawa lepas seperti ini. Walaupun tidak ada yang lucu dari Gara, namun karena kehadiran cowok itu sudah membuatnya sangat bahagia.

Dokter Gara Mahendra!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang