12. Hari Spesial

137 23 21
                                    

"Ayo ke hotel."

Netra Gara melebar mendengar kalimat itu. Sedangkan Alina di sampingnya menyunggingkan senyum dan mulai melajukan mobil merahnya dengan kecepatan stabil.

"Lo belum pernah ciuman?" Alina bertanya.

Gara diam tidak merespon, pertanyaan itu, sedikit sulit untuk dirinya jawab.

"Serius? Lo belum pernah ciuman?! Wah! gue sama sekali gak percaya!" jawab Alina sambil tetap fokus pada jalanan.

"Bukannya lo udah pernah deketin cewek? Waktu itu, di cafe, sama si cewek murahan. Gak mungkin kalo lo belum pernah kiss," kata Alina dengan nada menggoda saat menyebut kata terakhir.

"Hm," jawab Gara sekenanya.

Alina menoleh cepat dan menyipitkan kedua matanya. "Tenang, kali ini bakalan terjadi!" ucapnya sambil tersenyum manis.

Gara mengernyitkan dahi, membenarkan posisi duduknya, dan menatap keluar jendela. Percakapan ini terasa aneh baginya.

"Kenapa? Lo malu?"

Ditanyakan seperti itu, membuat Gara dengan cepat menatap Alina. Namun Alina bisa merasakan kecanggungan Gara setelah perkataannya barusan.

"Berhenti bicara yang aneh-aneh," sahut Gara mencoba untuk terlihat tenang, meskipun matanya masih mencerminkan kegugupan.

Alina tertawa sambil menatap Gara. "Lo udah mulai suka sama gue?"

Gara cepat menggeleng, tetapi ekspresinya terlihat sedikit terkejut.

"Terus maksud pelukan lo tadi pagi apa?" Alina menaikkan sebelah alisnya, menyudutkan lelaki itu dengan tatapan tajam.

"Jangan asal bicara," jawab Gara dengan suara yang sedikit gemetar, mencoba untuk menyembunyikan perasaannya.

"Terus kenapa peluk gue?"

"Karena saya terpaksa," jawab Gara dengan ragu, sambil menundukkan kepala.

Alina kembali tertawa, tetapi kali ini dengan nada yang lebih lembut, seolah mencoba meredakan ketegangan di antara mereka.

"Fokus ke depan, Alina," kata Gara dengan nada sedikit khawatir, pasalnya Alina terus-menerus menatap ke arahnya, membuat gadis itu sulit untuk fokus melihat jalanan.

"ALINA AWAS!!!"

Sontak saja Alina langsung memijak pedal rem mobilnya, hingga tubuh keduanya maju ke depan dengan cepat.

"Udah saya bilang fokus ke depan!" Gara mengoceh, untungnya saja Alina cepat mengerem, jika tidak hewan imut di depan mereka akan menjadi korban.

Hampir saja sesuatu yang buruk akan terjadi. Setelah mereka kembali tenang, Alina menoleh menatap Gara. Namun ternyata lelaki itu sudah duluan turun dan menghampiri kucing putih yang masih berada di tengah jalan. Alina bisa melihat Gara mengelus lembut hewan itu, setelah itu Gara meletakkan kucing putih tersebut di pinggir jalan yang jauh dari jalan raya.

"Mau tau akibatnya kalo kucing tadi sampe mati?" Gara kembali mengoceh setelah masuk ke dalam mobil. "Itu kucing pake kalung, berarti ada yang punya. Kalo tadi sampe kenapa-napa, bisa-bisa kamu dituntut sama yang punya," sambung Gara panjang lebar.

Alina mengangguk mengerti, merasa bersalah karena hampir saja terjadi sesuatu yang buruk pada kucing tersebut. "Udah tau punya kucing malah dibiarin bebas gitu aja," cibir Alina.

Gara mengangguk, mengerti bahwa Alina sedikit kesal dengan kejadian tadi. "Turun, biar saya aja yang nyetir."

Dengan rasa penyesalan, Alina keluar dari kursi pengemudi dan memberikan tempat untuk Gara. Dia merasa bersalah karena kurang fokus pada saat mengemudi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dokter Gara Mahendra!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang