Part 3

721 81 8
                                    

***

Karena tak tega, Lily akhirnya membawa Damian pulang dengan menaiki mobil pria itu. Di sepanjang jalan pria itu tak henti-hentinya muntah membuat Lily merasa sangat jijik. Hujan masih begitu lebat dan kondisi Damian semakin memprihatinkan. Lily akan membawa pria itu ke rumah sakit namun Damian menolaknya dengan keras.

"Gue masih punya hati ya, makanya gue tolong elo. Dibawa ke rumah sakit nggak mau, awas aja kalau sampai ada apa-apa, gue nggak mau sampai disalah-salahin, gue yang nolong, gue juga yang kena. Ngapain juga tadi gue tolong. Biarin aja mati sekalian." Gerutuan Lily sayup-sayup didengar oleh Damian.

Disaat semua orang selalu membanggakan dirinya karena karya-karya luar biasa yang ia buat. Bahkan selalu mendoakan dirinya supaya berumur panjang. Namun Lily berbeda, Lily bahkan mengharapkan kematiannya. Sampai segitunya gadis itu membenci Damian hanya karena seekor kucing. Bahkan bagi Lily nyawa kucingnya masih lebih berharga daripada nyawa Damian.

"Hmph!" Damian kembali membekap mulutnya, rasa mual yang tak terkira membuat pria itu benar-benar lemas dan tak berdaya. Ia pun kembali muntah untuk yang kesekian kalinya. Selalu begini jika ia kehujanan, makanya Damian sangat membenci hujan.

"Astaga Lo tuh jorok banget sih? Iiihhh... Ganteng-ganteng tapi jorok. Awas kalau Lo sampai kotorin baju gue ya!" Tutur Lily dengan penuh amarah.

"Maaf." Ungkap Damian dengan tatapan memelas.

Lily sebenarnya tak tega saat melihat Damian tengah menggigil hebat karena kedinginan, pria itu terlihat seperti anak kucing yang minta dikasihani. Bibir merahnya tiba-tiba sudah berubah keunguan. Bahkan airmatanya sudah berjatuhan namun tak terlihat oleh Lily karena tersamarkan oleh tetesan air dari rambut Damian.

***

Lily akhirnya tiba di rumah Damian, rumah mewah yang sangat besar dan hanya dihuni seorang diri. Saat membawa Damian Lily dibantu oleh pak satpam dan pak supir.

"Ya ampun mas..." Bibi tiba-tiba datang dengan tangisan histeris saat melihat Damian tak berdaya akibat kehujanan.

Lily benar-benar merasa aneh dengan semua orang yang terlihat berlebihan padahal majikan mereka hanya terkena air hujan.

"Masih muda tapi udah penyakitan." Gumam Lily yang merasa ilfeel dengan Damian.

Saat menelusuri rumah Damian, Lily agak terkejut karena ia melihat banyak lukisan yang sangat familiar. Ia bukan penikmat seni, namun ia pernah beberapa kali diajak melihat pameran lukisan bersama ayahnya.

"Makasih ya non, sudah nolong mas Damian. Bibi hiks, bibi nggak bisa bayangin kalau nggak ada enon, bibi takut mas Damian kenapa-kenapa." Ujar ART Damian pada Lily.

"Sama-sama bi. Dia emang dari awal udah nggak sehat ya? Kalau emang lagi sakit, harusnya istirahat aja di rumah." Tutur Lily.

"Mas Damian phobia hujan non, kalau kena hujan pasti langsung drop. Padahal besok dia ada pameran."

"Phobia hujan? Pameran? Dia pelukis?" Tanya Lily.

"Iya non."

"Oh, pantesan."

"Kalau besok pamerannya batal, mas Dami pasti sedih banget non, dulu juga pernah begini, bisa nggak keluar dari galery berhari-hari. Nggak mau makan, cuma minum doang, ujung-ujungnya masuk rumah sakit." Jelas Asih.

"Emang orangtuanya kemana? Rumah segede ini ditinggalin sendiri?"

"Sudah meninggal dua-duanya non. Mas Dami sudah hidup sendiri sejak usia lima belas tahun. Punya trauma sama phobia sejak ditinggal sama orangtuanya." Mendengar cerita Asih, Lily pun mulai bersimpati, rasa sesal tentu ada setelah ia mengata-ngatai Damian. Namun Lily segera menepis perasaan itu.

Lose ControlWhere stories live. Discover now