Part 4

732 85 9
                                    

***

Sayup-sayup Damian terbangun dari tidurnya. Ketika ia bangun, ia malah merasakan rasa perih diperutnya. Bahkan tak hanya itu, ia juga merasa kedinginan, padahal tadi ia tidur dengan nyenyak, aman dan nyaman, bahkan sangat hangat karena ia direngkuh oleh seseorang.

"Kamu..." Suara Damian terdengar lirih, ia melihat Lily ada disampingnya. Duduk disampingnya tepatnya. Entah kenapa gadis itu masih berada dirumahnya, bukannya pulang, tapi kenapa masih berada disini?

"Kenapa? Kaget karena gue masih disini?" Tanya Lily dengan nada ketusnya.

Damian lalu mengangguk, wajah galak Lily membuat pria itu menjadi tak banyak bersuara.

"Lo lupa kalau Lo tadi meluk gue kenceng banget, udah kayak meluk guling aja tau nggak. Gue udah berusaha bangun dan mau pulang, tapi wajah Lo malah kayak mau nangis. Gue masih punya hati, makanya gue nggak tega tinggalin Lo sendirian." Jelas Lily pada Damian.

"Kalau gitu, sekarang... Sekarang kamu boleh pulang." Gumam Damian membuat Lily menghembuskan nafas kasarnya.

"Kalau gue mau pulang, udah gua lakuin dari tadi. Tapi sayangnya pembantu Lo udah pulang. Dan di rumah ini nggak ada siapa-siapa lagi selain supir sama satpam Lo. Dengan kondisi Lo lagi sekarat kayak begini, gue nggak bisa pergi gitu aja." Tutur Lily seraya membantu Damian bangun.

"Mau apa?" Tanya pria itu agak terkejut.

"Lo nggak pengen makan? Nggak mau minum obat?"

"Mau." Angguk Damian dengan patuh, entahlah, seperti sedang dikendalikan oleh tatapan Lily, Damian benar-benar menjadi kehilangan kontrol dibuatnya.

"Lo demam parah gini, katanya besok mau ada pameran, jangan sampai besok pamerannya sampai batal." Ujar Lily.

"Kenapa kamu peduli?"

"Lo mau gue nggak peduli? Ya udah kalau gitu gue pulang sekarang." Lily sudah akan beranjak, namun Damian segera menahan tangan gadis itu.

"Jangan!" Pintanya. "Jangan pergi!" Tatapan Damian tampak memelas, puppy eyes dan wajah putih pucat yang sangat menggemaskan benar-benar tak dapat Lily abaikan begitu saja. Ya tuhan, pria ini kenapa manja sekali sih, Lily sebagai wanita yang dominan kan jadi sedikit tertarik, ingat ya, hanya sedikit saja.

"Lo masih punya hutang sama gue, kalau Lo sampai lewat, siapa emang yang bakalan bayar hutang Lo sama gue?" Lily kembali ketus dan sewot untuk menutupi perasaannya.

"Iya-iya."

"Seumur-umur baru kali ini gue ngurusin orang sakit, Lo itu orang pertama yang gue urusin, jadi Lo harus bangga karena diurusin sama model terkenal kayak gue. Ayo sini makan!" Lily menyuapi Damian bubur, bubur buatan Asih tentunya, setelah membuat makanan Asih malah pergi begitu saja padahal tuannya sedang sakit parah.

Damian sendiri langsung menelan bubur ayam tersebut dengan lahap. Padahal biasanya jika sedang sakit, pria itu paling susah untuk makan karena tidak nafsu. Tapi sekarang melihat Lily didekatnya, wajah cantik bak bidadari gadis itu benar-benar membuat Damian membatu.

Pantas ia dijuluki super model, tubuhnya indah, tinggi semampai, rambutnya tebal halus bergelombang, bibirnya juga merah merekah, pasti manis sekali seperti permen Cherry.

"Ini obat Lo kan?" Tanya Lily.

"Kamu dapat ini..."

"Maaf tadi gue iseng cari obat dan nemuin obat ini di laci Lo, dikotak obat. Lo kok... Konsumsi Xanax juga? Karena phobia dan trauma Lo ya?"

"Itu..." Damian langsung memalingkan wajahnya.

"Nggak baik lho konsumsi obat ini terlalu sering, bisa ngerusak tubuh Lo." Damian tampak diam, ia tak tahu harus berkata apa. Obat anti panik dan cemas itu memang biasa ia konsumsi bila phobianya sedang kambuh. Tapi hari ini, kenapa ia seperti tidak memerlukannya lagi ya? Apa karena Lily?
"Minum obat gih! Udah malem nih, gue harus pulang setelah ini." Imbuh Lily.

"Maaf udah nyusahin kamu." Ungkap Damian.

"Gue nggak susah kok, gue cuma mau Lo sehat lagi biar bisa beliin gue kucing Ashera." Apa benar hanya sebatas itu Ly?

"Hm." Angguk Damian. Pria itu lalu menelan obatnya, lalu meminum segelas air.

Saat tiba-tiba Lily menyentuh keningnya, Damian benar-benar seperti dibuat terhipnotis sesaat. Lily ini kenapa main sentah sentuh seenaknya sih? Damian kan jadi salah tingkah.

"Masih panas, ck!" Lily berdecak, ia lalu segera beranjak untuk mengambil air hangat dan kompres.

"Mau kemana?" Tanya Damian sambil menahan tangan Lily.

"Ambil kompres, gue harus kompres Lo."

"Nggak apa-apa."

"Nggak apa-apa gimana?"

"Kamu disini aja."

"Gue bentar doang, abis ini balik kesini."

"Jangan lama."

"Enggak... Bentar aja ya!" Nada bicara Lily mulai pelan seolah sedang membujuk anak kecil. Mendengar itu, Damian pun akhirnya menurut juga.

***

Pukul sembilan malam, Lily mengompres Damian setelah membantu pria itu untuk buang air kecil di toilet. Demi Tuhan ini hanya bentuk solidaritas antar sesama manusia, Lily tak punya maksud lain, melihat Damian sendirian dalam kondisi sakit membuat Lily tak tega meninggalkannya.

"Lily..." Gumam Damian sayup-sayup, tubuhnya sudah basah oleh keringat karena panasnya sudah turun, dan pria tampan itu kini mulai mengantuk karena efek obat.
"Lily jangan pergi..." Damian memanggil-manggil Lily yang baru saja keluar dari kamar mandi untuk mengganti air hangat. Karena tak kunjung menemukan tangan Lily, Damian akhirnya terbangun dengan mata berkaca-kaca. Ia celingukan mencari keberadaan gadis itu.

"Kok bangun?" Tanya Lily.

"Kamu nggak ada." Rengek Damian.

Lily lalu mendekat, duduk ditepi ranjang Damian. Damian tiba-tiba memeluk Lily dengan erat, airmatanya sudah mengalir seperti hujan. Sisi lemah yang selama ini tidak pernah ia perlihatkan pada siapapun, kini malah ia perlihatkan pada gadis asing seperti Lily yang baru ia kenal.

"Abis ini gue harus pulang." Ujar Lily seraya mengusap punggung Damian yang bergetar. Lily merasa lega sekali karena demam Damian akhirnya sudah turun.

"Tapi..."

"Gue nggak mungkin disini terus, besok gue juga harus kuliah. Nggak mungkin gue ngurusin Lo terus." Jelas Lily membuat Damian akhirnya mengangguk paham meskipun ia benar-benar tidak rela Lily pergi meninggalkannya.

"Ya udah..." Pada akhirnya pria itu pun mengalah karena ia tak bisa memaksa Lily untuk terus berada disampingnya.

"Gue akan temenin Lo sampai Lo tidur, gue akan pulang kalau Lo udah bener-bener tidur gimana?" Tanya Lily membuat Damian tersenyum sumringah. Pria itu lalu mengangguk seraya menatap Lily dengan penuh semangat, seperti anak kucing yang baru dapat jatah.

"Terimakasih." Ungkap Damian dengan penuh ketulusan, setelah itu ia kembali memeluk Lily dengan seenaknya, seolah Lily ini sudah menjadi miliknya saja.

Lily sendiri hanya memberikan pertolongan, hanya sebatas pertolongan yang tentu saja tidak berarti apa-apa.

Damian sendiri bukan tipe pria idamannya, jadi tidak mungkin jika sampai ada perasaan diantara mereka.

Jangan gila.

Yang benar saja.








***





TBC




Semangat up, besok up om calvin lagi ya! Vote n comment yang banyak, lama-lama pasti bikin candu... 🥰

Lose ControlWhere stories live. Discover now