Part 7

651 74 6
                                    

***

Sarah terdiam tak berkutik saat ia melihat kakak sepupunya Damian sedang disuapi oleh Lily di ruang kerjanya. Ia memang sengaja menuju rumah Damian untuk sekedar mampir bersama sang kekasih. Namun Sarah malah dikejutkan dengan pemandangan yang sangat gila dan luar biasa.

"Ada apa sih yang? Kenapa nggak langsung masuk aja?" Tanya Mike kekasih Sarah.

"Lihat dulu tuh!" Tunjuk Sarah kearah Damian dan Lily.

"Apaan? Itu kak Damian kan? Lagi sama pacarnya? Emang kenapa? Kita berdua biasa gitu kan?" Melihat respon Mike, Sarah malah merasa kesal.

"Masalahnya yang jadi pacarnya itu kak Lily, model yang aku ceritain kemarin itu lho." Ujar Sarah.

"Masak?"

"Makanya lihat yang bener."

Mike kembali melihat dengan seksama, Lily memang terlihat berbeda, dia cantik dan cukup seksi.

"Aku nggak yakin mereka pacaran, secara kak Dami kan bukan tipe kak Lily." Gumam Sarah.

"Ya siapa tau aja tipenya berubah, kan kita juga nggak tau."

"Aku nggak yakin sih."

"Udah mending kita cabut aja, dari pada gangguin mereka." Ajak Mike sambil menarik tangan Sarah, Sarah pun akhirnya mau ikut tanpa banyak protes, meskipun sekarang ia masih begitu penasaran dengan kebersamaan Lily dan juga Damian.

***

Lily mengunjungi Damian bukan tanpa alasan. Asih menelepon dan melapor jika Damian sulit makan dan hanya bekerja di ruang lukisan. Entah kenapa juga Lily malah menuruti Asih untuk datang, bahkan ia juga membuatkan makanan untuk pria yang kini sudah resmi menjadi kekasihnya itu.

Ia benar-benar tak menyangka pada dirinya yang bisa bersikap seperti bukan dirinya saja. Lily lebih suka pria yang perhatian padanya dan memanjakannya, tapi kenapa sekarang ia malah suka memberikan perhatian pada Damian, lebih sialnya lagi ini malah sangat menyenangkan baginya.

"Aku udah pesenin kucing Ashera yang kamu mau sayang, lusa kata temenku udah dikirim kesini, kamu pasti suka banget nanti." Damian tak tau sejak kapan ia jadi seekspresif ini didepan Lily, bahkan tak malu memanggil Lily dengan sebutan sayang. Melihat Lily datang dan membawakannya makanan membuat Damian begitu sangat senang tak terkira, ia yakin jika Lily pasti mempunyai perasaan yang sama padanya, jika tidak lantas untuk apa juga Lily repot-repot datang ke rumahnya sampai membawakan makanan untuknya. Lily adalah wanita karir yang sangat sibuk, tapi masih sempat-sempatnya meluangkan waktu untuk Damian.
"Lily!" Panggil Damian.

"Hm?" Lily mendekat, melihat Damian yang sangat baby face membuatnya benar-benar merasa sangat gemas. "Kamu jangan suka nunda-nunda makan, nggak baik buat kesehatan kamu." Tutur Lily yang kini sudah dipeluk oleh Damian, Lily berdiri dan Damian duduk, Damian bahkan bersandar pada dadanya dengan nyaman. Bergelayut seperti anak koala.

"Aku suka disuapin kamu." Ungkap Damian manja.

"Kasihan bi Asih kalau kamu sampai sakit."

"Ada kamu yang rawat aku." Gumam Damian pelan namun Lily masih bisa mendengarnya dengan jelas. "Kamu tinggal disini aja ya, aku mau lihat kamu tiap hari, aku nggak bisa jauh sama kamu." Ujar Damian membuat Lily agak sedikit terkejut, belum apa-apa pria itu sudah mau tinggal berdua.

"Aku sibuk Dami, aku nggak bisa tinggal disini, apa kata orangtuaku kalau aku tinggal dirumah cowok lain."

"Cowok lain? Kan aku pacar kamu." Ungkap Damian dengan begitu polosnya.

"Masih pacar kan? Jadi belum jadi siapa-siapa, kecuali kalau udah jadi suami istri." Jelas Lily.

"Kita nikah aja gimana?" Celetuk Damian.

"Apa?"

"Biar nggak jadi orang lain lagi, kita nikah aja Lily."

Astaga, apa yang sudah Lily katakan? Kenapa pembahasan mereka malah jadi ngawur seperti ini? Boro-boro menikah, suka sama Damian saja belum tentu. Mana bisa Lily menjadikan Damian sebagai suami orang makan saja masih minta disuapi.

"Dam, nggak semudah itu, kamu pikir nikah itu gampang apa? Lagian aku nggak mau nikah muda, karir aku masih panjang, aku pengen main film juga."

Melihat Lily yang begitu ambisius membuat Damian jadi merasa bersalah, apa-apaan dirinya ini, hubungan baru seumur jagung sudah minta menikah, kalau Lily ilfeel dan meninggalkannya karena masalah ini bagaimana?

"Aku juga nggak mau sampai punya anak, kalau bisa mending aku angkat anak aja dari pada harus melahirkan dan tubuhku jadi berubah gara-gara melahirkan."

Ucapan Lily barusan langsung membuat Damian tertegun, bagiamana mungkin Lily bisa mengatakan hal seperti itu kepada Damian?

Damian jelas-jelas sudah terlalu jauh merancang masa depan indah bersama Lily, salah satunya adalah memiliki keturunan, namun ternyata, harapannya jelas akan sia-sia karena belum apa-apa Lily sudah mengultimatum duluan.

"Kenapa kamu? Kok kaget gitu? Nggak suka ya sama prinsip aku?" Mendengar itu, Damian buru-buru menggeleng keras.

"Setiap orang berhak punya prinsip dalam hidupnya." Ungkap Damian.

"Lagian aku nggak suka sama anak-anak, anak-anak itu ngerepotin, kecuali kamu sih."

"Apa?"

"Kamu kan Childish." Lily mengusap kepala Damian, lalu tersenyum samar. "Udahlah, kenapa kita malah bahas masalah nggak penting begini sih?"

'Tapi bagi aku penting Lily.' gumam Damian dalam hati.
"Aku kaya raya, kamu nggak perlu kerja lagi, kamu bisa habiskan seluruh hartaku." Lagi-lagi, Damian membahas masalah itu.

"Dam, kamu pengen buat aku marah ya?" Wajah Lily mulai berubah tak suka.

"E-enggak kok." Damian mulai takut dengan ekspresi wajah Lily.

"Kita baru dua hari jadian, gila ya kalau kamu tiba-tiba ngomongin masalah pernikahan dan mau suruh aku berhenti berkarir. Emang kamu siapa aku sampai berhak atur-atur aku?"

"Li... Aku cuma..." Damian mulai tak tenang, ia merasa sangat bodoh dan menyesal karena sudah berkata seperti itu. Tapi meski bagaimana pun ia memang benar-benar sangat menginginkan Lily lebih dari apapun.
"Maaf Li maaf..." Ungkap pria itu hampir menangis. Karena melihat Damian yang hampir terserang panic attack, Lily akhirnya menurunkan emosinya. Lily lebih tidak tega bila melihat Damian sampai seperti kemarin-kemarin.
"Maaf..."

Dan yang hanya bisa Lily lakukan saat ini adalah memeluk Damian, menenangkannya, mengusap punggungnya dengan penuh kasih.

"Aku cuma mau sama kamu, apa itu salah?" Damian mulai tak mampu mengontrol airmatanya, pria itu menangis seperti anak kecil yang habis dimarahi ibunya.

'Ya jelas salah lah, karena kita nggak mungkin sama-sama terus apa lagi sampai nikah segala.' gumam Lily dalam hati.




***




TBC







Vote n comment yang banyak yah, bakalan seru abis tauk...

Lose ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang