CHAPTER V

856 224 60
                                    

komen di paragraf yang menurut kamu menarik yuk! komentar dari kamu membuat aku makin semangat nulisnya, loh :")

***

Ada hening yang panjang setelah umpatan itu terlontar. Seperti, baik Bunga maupun Elang, tidak menyangka hal itu terjadi. Khususnya dari Bunga yang tidak pernah mengatakan hal seperti itu pada kekasihnya selama enam tahun mereka menjalin hubungan. Fakta bahwa Bunga mengatakan hal tersebut, membuat rasa bersalah tiba-tiba menyelinap di hati Bunga. Bunga kalah. Tidak seharusnya ia terbawa emosi, namun wanita waras mana yang bisa bersikap tenang setelah dicampakkan selama tiga bulan?

Maka, Bunga memilih langkah mundur. Ia membuka pintu mobil dan segera turun. Gerakannya begitu tangkas sampai Elang tidak sempat untuk mencegahnya. Bunga berjalan, bukan ke arah gedung pernikahan, tetapi ke arah gerbang di mana mobil-mobil tampak masuk ke area parkir.

"Bunga, tolong jangan begini."

Suara Elang terdengar beriringan dengan tiap langkah Bunga yang menjauh.

"Bunga, aku akan antar kamu pulang bila itu yang kamu mau."

Suara Elang seperti kaset rusak yang mengganggu.

"Bung—"

"Kamu ngerti rasanya jadi aku, Lang?"

Kali ini, Bunga berbalik, menatap kedua mata Elang dengan nyalang. Pikirannya berkabut, namun anehnya, Bunga bisa mengeluarkan semua emosinya dalam kata-kata seolah sebelumnya telah ia rangkai.

"Kamu nggak tau rasanya nunggu pesan. Kamu nggak tau rasanya bertanya-tanya apa yang salah dalam diri kamu. Kamu nggak tau rasanya merasa nggak berharga karena semua itu. Mana janji kamu kalo kita akan terus bersama? Mana janji kamu tentang rumah di mana kita hidup bersama-sama? Mana janji kamu, Lang?"

Seraya mengatakan semua hal itu, Bunga memukul pelan dada Elang. Air matanya yang sejak tadi tertahan, juga mengalir begitu saja. Suaranya begitu terdengar pilu, seolah telah kehilangan orang terkasih, atau selama ini, Bunga memang telah kehilangan, tapi selalu ia sangkal. Beberapa orang yang lewat melihat ke arah mereka, namun Bunga tidak peduli. Siapa yang harus peduli dengan semua itu di saat hatinya sekarang berdarah-darah?

"Jadi, tolong jangan tiba-tiba datang kembali ke hidup aku seolah nggak ada apa-apa, seolah nggak ada yang perlu kamu jelaskan, dan seolah—"

"Minggu depan aku ke Aceh."

Pukulan itu berhenti. Begitu pula isak Bunga.

Aceh?

"Tiga bulan yang lalu ada tes di kantor. Akan ada kantor cabang di Aceh. Mereka butuh posisi kepala manager. Aku ikut tes."

Dan diterima?

"Dan diterima," lanjut Elang.

Bunga menarik tangannya dari udara. Ia mundur beberapa langkah, namun gerakannya limbung, sehingga Elang segera menangkap bahunya.

"Bunga, aku minta maaf. Aku butuh posisi itu. Untuk aku. Untuk keluargaku."

Kepala Bunga terlalu berkabut. Semua hal aneh yang terjadi, kini bisa ia sambungkan titik-titiknya. Bunga pernah mengira ada perempuan lain, tetapi ia terlalu mempercayai Elang, sehingga tidak mungkin lelaki itu berpindah hati. Bunga selalu menang perkara perempuan lain, karena seperti Bunga, Elang juga begitu menggilainya. Namun, apakah Bunga bisa menang dari impian Elang? Dari keluarganya?

"Terus untuk aku?" tanya Bunga, parau, terluka. "Apa kamu memikirkan aku selama membuat keputusan itu? Apa kamu tidak berpikir untuk melibatkan aku di rencana masa depan kamu?"

DaydreamHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin