03

263 27 0
                                    

"Aku tidak menyangka jika berita 3 tahun lalu itu benar!"

"Astaga! Berarti dia memutarbalikkan fakta? Kasihan sekali anak itu."

"Lihat ini! Ini berita baru, betapa kejinya dia."

"Padahal wajahnya lembut sekali, aku kira dia malaikat, ternyata dia lebih buruk dari iblis."

"Astaga, dia membunuh mereka bertiga dengan cangkul? Itu keji sekali."

"Ini kasusnya mirip seperti yang semalam kan? Apakah perempuan ini gila?"

"Dia benar-benar sampah Addison."

Pagi ini, seluruh dunia tengah membicarakan artikel yang sedang hangat sejak kemarin malam.

Pihak berwenang sedang melakukan penyelidikan menyeluruh terkait dua artikel itu. Helena juga sudah ditahan oleh kepolisian kemarin siang.

Sidang akan dilangsungkan sekitar dua hari lagi jika tidak ada halangan.

Kota saat ini terlihat panas oleh berita-berita itu. Semua orang membicarakan Helena, juga Addison. Bagaimanapun, dia adalah seorang putri yang dikenal lemah lembut dan tegas.

Tapi siapa sangka, dibalik wajah baiknya itu dia adalah seorang kriminal berbahaya.

Melakukan pemerkosaan dan kekerasan pada seorang anak laki-laki di bawah umur. Melakukan penyiksaan dan pembunuhan pada tiga gadis yang setelah di selidiki, mereka dulu adalah teman akrab yang kemana-mana sering bersama.

Belum ada motif pasti kenapa Helena menyiksa dan membunuh tiga temannya dengan keji.

Perempuan itu bungkam, tidak menjawab satu pun pertanyaan yang dilontarkan.

Thomas sibuk kesana kemari mengurus kasus cucu nya agar dipercepat. Semua keluarganya terlihat tidak peduli. Lagipula untuk apa mereka peduli pada orang yang merusak nama baik mereka?

Helena benar-benar dibuang.

Sedangkan oknum yang menyebarkan tengah asyik memakan makan siangnya di kantin universitas.

Diam-diam telinga nya merekam pembicaraan orang-orang tentang berita panas kakaknya. Bibir tebal itu tersenyum tipis. Merasa puas dengan hasil yang dia dapatkan.

Ngomong-ngomong soal tanah yang kemarin Jaegar beli. Semua akan mulai dibangun lusa. Tentu semua itu di biayai oleh Loren dengan senang hati.

Jaegar mengelap bibirnya dengan tisu lantas bangkit melangkah meninggalkan kantin. Kelasnya akan dimulai sepuluh menit lagi.

Loren sedang sibuk di lokasi pembangunan atas perintah Jaegar. Loren menarik dua temannya agar ikut dengannya yang syukurnya di setujui oleh Jaegar.

Dua teman Loren yang Jaegar ingat, mereka juga berkontribusi banyak di kehidupan masa lalunya. Mereka bisa dipercaya.

Langkah Jaegar terpaksa berhenti karena sebuah tangan mencengkram erat lengannya dari samping.

Rio.

Pemuda yang selama ini memanfaatkan otak cerdas Jaegar untuk mendapat nilai sempurna. Sayang, di kehidupan sekarang, dia akan kehilangan pion nya.

"Ikut gua!" Ujar Rio menarik Jaegar ke arah kamar mandi laki-laki yang jarang dipakai.

Rio memukul pipi Jaegar kuat membuat Jaegar limbung ke samping dengan kepalanya yang menghantam ujung wastafel.

Jaegar masih diam, bahkan ketika kaki Rio menginjak lengannya. Pemuda itu tidak meringis sama sekali, seolah dia tidak merasakan sakit.

"Gara-gara Lo, gua dapat nilai buruk! Gara-gara Lo Wina jadi jauhin gua! Dia malah tertarik sama anak cupu kaya Lo! Buat apa lo berubah gini hah?!" Teriak Rio penuh emosi.

Jaegar menatap wajah merah Rio dari bawah. Bibirnya tersenyum tipis namun Rio tidak menyadarinya.

"Oke penampilan Lo mungkin berubah, tapi Lo masih tetap anak cupu yang ga bisa apa-apa selain otak pinter Lo yang ga terlalu guna! Jangan abaikan gua atau Lo bakal nyesel!" Tekan Rio.

"Kerjain semua tugas gua!" Ucapnya sambil melempar beberapa kertas ke arah Jaegar. Setelahnya melenggang pergi.

Jaegar mengusap sudut bibirnya, berdiri kemudian membuang kertas-kertas itu ke tempat sampah.

"Hmm, enaknya balasan apa yang cocok buat dia?" Gumamnya bingung.

Jaegar berkaca, meraba pipinya yang bengkak besar. Tonjokan Rio benar-benar tidak main-main.

Asyik dengan pikirannya, Jaegar tersentak kecil saat sebuah tangan membalikkan tubuhnya. Jaegar mengerjab kaget.

"Jadi, ini adik sepupunya Samael? Lumayan." Gumam pemuda asing didepannya.

Jaegar menatap wajah pemuda itu, otaknya mencoba mencari ingatan tentang pemuda asing ini.

Ahhh,

"Kenal gua kan?" Tanya pemuda itu.

Jaegar mengangguk saja.

"Panggil gua Lux."

•|•

Luxury Immanuel, berasal dari keluarga konglomerat atas yang merajai bisnis kuliner. Sebagai seorang putra tunggal sekaligus keturunan terakhir Immanuel, tentu pemuda bernama Lux itu menanggung beban yang sangat berat.

Jaegar ingat, di masa lalu, pemuda ini berada di pihak Rio. Karena kecerdasan yang Rio tunjukkan pada dunia, Lux merasa tertarik dan menariknya ke atas untuk berdiri di sampingnya. Padahal aslinya, apa yang Rio capai saat itu semuanya adalah hasil dari kerja keras Jaegar, orang yang selama puluhan tahun berada di balik bayangan Rio.

Lux juga yang dikemudian hari akan menikahi Eliana, model papan atas yang punya karir cemerlang. Seorang perempuan iblis yang bersembunyi dibalik wajah malaikatnya.

Kemudian, Lux runtuh. Pemuda itu digulingkan dari tahtanya sendiri setelah Eliana melahirkan putra pertama mereka. Lux berakhir cukup tragis di masa lalu.

Namun sekarang, Jaegar tidak akan membiarkan pemuda baik ini menemui takdir buruknya.

"Gua denger banyak hal tentang Lo sejak dua hari lalu. Cowok cupu...?" Ucap Lux disertai tawa kecil di ujung kalimatnya.

Jaegar mendengus, "Yahh begitulah."

"Tapi sungguh, Lo cukup aneh. Tiba-tiba berubah? Or there's something?" Tanya Lux penasaran.

"Nothing, hanya permainan menyenangkan...?" Bingung Jaegar.

Lux tertawa mendengar jawaban dari juniornya itu. Pemuda di sampingnya ini benar-benar menarik. Sama menariknya dengan Samael. Sayang, Samael sangat susah digapai.

"Do you need me?" Tanya Lux.

Jaegar menatap wajah serius Lux kemudian menyelam masuk ke dalam sepasang netra gelap milik pemuda itu. Tanpa ragu Jaegar mengangguk.

Lux punya kuasa dan Jaegar membutuhkannya.

"Aku butuh uang mu, sih...."

•|•

Samael menatap datar seseorang yang berdiri di samping adik sepupunya. Niat hati ingin mengajak Jaegar pulang bersama, Samael malah dihadapkan dengan pemandangan yang membuatnya panas.

Bagaimana bisa ular licik seperti Lux tiba-tiba menempeli adiknya?!

"Kenapa natap gua gitu banget? Suka Lo?" Tanya Lux dengan wajah menjengkelkan miliknya.

"Najis!" Ketus Samael.

Jaegar menatap keduanya tidak peduli. Dulu memang hubungan Samael dan Lux tak terlalu baik. Mereka hanya saling mengenal tanpa pernah berkomunikasi sedikitpun. Padahal jika keduanya bersama, itu akan sangat menguntungkan masing-masing pihak.

Jaegar yang tidak mau terjebak lebih lama dengan perang dingin keduanya pun melangkah pergi menuju Loren yang sudah menunggu di samping mobilnya.

Dia harus pergi ke lokasi pembangunan, melihat-lihat para pekerja dan juga teman-teman Loren yang di masa lalu sering Jaegar abaikan.

Meninggalkan Samael dan Lux yang masih adu tatap dengan aura permusuhan yang kentara. Biarkan saja, Jaegar yakin kedepannya mereka akan akrab. Cukup akrab untuk diajak kerja sama menyingkirkan seseorang.

CLOSED DOORWhere stories live. Discover now