07

229 28 5
                                    

Loren menghela napas, entah sudah berapa kali dia melakukan seharian ini. Pria itu terlihat menahan kesal. Bagaimana tidak? Sudah tiga hari dia tidak bisa menemui tuan mudanya karena dirinya ditahan di rumah sakit untuk menjaga Thomas.

Sedangkan Baskara, asisten pria tua itu malah kelayapan entah kemana. Jonathan juga sedang sibuk-sibuknya di kantor setelah beberapa hari ini tidak datang.

Begitu juga yang lain. Mereka semua sibuk.

Tapi ada satu hal yang Loren sadari. Sejak Thomas sakit, semua orang seakan lupa bahwa Helena masih di dalam jeruji besi menanti hukumannya.

Sidang yang harusnya sudah berjalan dua hari lalu, terpaksa diundur karena Thomas jatuh sakit. Mereka tak bisa memberi hukuman tanpa adanya Tuan besar Addison di sana.

Hahh

Lagi-lagi Loren menghela napasnya. Wajahnya datar tanpa ekspresi apapun. Aura dinginnya menguar lebih pekat dari biasanya. Beberapa penjaga yang berada di sana pun sampai harus menjaga jarak mereka dari Loren.

Tak ingin membuat asisten tuan muda bungsu mereka semakin kesal.

Baskara yang baru saja menginjakkan kakinya di lorong menatap bingung semua penjaga yang berdiri sedikit jauh dari pintu ruang rawat. Tetapi begitu dirinya melihat keberadaan Loren, pria itu hanya terkekeh kecil.

Baskara membawa langkahnya menghampiri Loren, kemudian pria itu menepuk pundak rekan kerjanya itu dengan senyum lebar.

"Anda sudah bisa kembali. Terimakasih sudah menjaga tuan besar, Loren." Ucap Baskara sedikit membungkuk kemudian melangkah masuk.

Loren yang mendengarnya menghela napas lega. Dengan tergesa pria itu berjalan meninggalkan lorong rumah sakit dan melaju menuju kediaman.

Tak sabar melihat tuan mudanya.

Sedangkan orang yang sangat Loren rindukan malah sedang asyik menyantap teh hijau nya di sebuah cafe yang terletak tak jauh dari universitas.

Beberapa hari tanpa Loren memang sedikit membuatnya tak terbiasa. Tapi bukan masalah besar.

Lagipula, Jaegar tidak sendirian.

Jaegar menatap perempuan muda yang akhir-akhir ini memang sering bersamanya. Jesica, perempuan itu terlihat sibuk menikmati cake strawberry favoritnya. Abai dengan Jaegar yang terang-terangan menatapnya.

"Kamu terlihat sangat menyukainya." Ucap Jaegar.

Jesica mengangguk, "Sangat, dulu ibu ku pernah bekerja di toko kue, dia selalu membawakan ku kue berbeda setiap harinya, dan ketika dia membawakan kue strawberry, aku langsung jatuh cinta!" Terangnya bersemangat.

Agaknya perempuan itu sedikit melupakan masalahnya. Hari ini dia benar-benar terlihat bebas dan lepas.

"Kamu menerima tawaran ku?" Tanya Jaegar.

Jesica diam sebentar menatap wajah pemuda di depannya. Perempuan itu menghela napas kemudian mengangguk.

"Aku merasa kamu bisa membantu ku, bahkan lebih dari yang aku harapkan. Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini." Ucapnya sambil tersenyum tipis.

"Apa yang kamu inginkan untuk mereka?" Tanya Jaegar lagi.

"Entahlah, aku tidak tau. Lagipula apakah kamu yakin? Maksud ku...dia adalah putra bungsu wali kota." Ucap Jesica pelan.

Jaegar tersenyum tipis, dia dekatkan wajahnya ke arah Jesica membuat perempuan itu terkejut.

"Apakah kamu lupa jika aku adalah Addison. Nasib ku di dalam rumah ku mungkin malang, tapi aku tetaplah Addison yang berkuasa di luar." Bisik Jaegar dengan senyum tipisnya.

Jesica mengerjabkan matanya. Sedikit terkejut dengan tindakan pemuda di depannya. Setelahnya Jesica tersenyum tipis.

"Baiklah, aku tidak akan ragu lagi. Jadi apakah ada yang bisa aku lakukan?"

•|•

Jaegar melangkah tenang bersama Loren di sebelahnya. Dua laki-laki berbeda usia itu hanya menampilkan wajah datar mereka.

Jaegar abai dengan suasana ruang tengah yang terasa suram. Agaknya semua orang tengah berkumpul di sana. Termasuk Thomas yang kabarnya pagi tadi sudah dipulangkan.

Hingga langkahnya harus terpaksa berhenti karena suara Jonathan.

"Jae, duduklah. Ada yang perlu kami bicarakan." Ucap Jonathan yang terdengar tegas tak menerima bantahan.

Loren melirik Jaegar yang masih berdiri diam di tangga. Pemuda itu menghela napas sebelum berbalik.

Jaegar mengambil tempat di sebelah Samael yang sepertinya tak nyaman dengan suasana sekarang. Kening Jaegar mengernyit ketika dia mendapati keberadaan seseorang.

"Bukankah harusnya dia ada di penjara?"

Ucapan Jaegar yang spontan itu membuat dirinya mendapat tatapan tajam dari Jonathan. Sedangkan yang lain hanya menatapnya dengan pandangan yang seolah mereka juga membenarkan ucapannya.

"Apa maksudmu, adik?" Tekan Helena menatap kesal ke arah Jaegar.

Jaegar mengukir senyum tipis. Agaknya dia tahu kenapa kakak perempuan itu berada di sini. Padahal harusnya hari ini dia akan mendapatkan hukumannya.

"Oh? Kali ini siapa yang membantu mu, kakek?" Tanya Jaegar santai.

Thomas menatap tajam cucu bungsunya, tetapi dia tak berkata apa-apa. Pria paruh baya itu hanya menghela napas kemudian menggeleng.

Jaegar mengernyit sebentar kemudian membulatkan mulutnya. Pemuda itu cukup paham.

•|•

"Tuan muda tidak bertindak?"

Pertanyaan yang Loren ajukan tak kunjung mendapat jawaban. Jaegar malah sibuk sendiri dengan komputernya. Agaknya pemuda itu sama sekali tak berniat menanggapi pertanyaan Loren.

Loren sendiri hanya menghembuskan napasnya kasar. Memilih berbalik dan membaringkan tubuhnya di kasur empuk milik sang tuan.

Capek dia tuh.

Andai gaji nya sebagai asisten Jaegar ga gede, mana mau dia begini. Ngadepin Jaegar itu susah, meski ga sesusah dulu sih. Jaegar sekarang sedikit lebih terbuka, cuma ya ga tau kenapa anaknya malah jadi ngeselin.

Loren melirik aktivitas sang tuan. Pemuda 20 tahun itu terlihat lebih dewasa. Loren merasa bahwa Jaegar terlihat sangat jauh berbeda.

Jaegar tidak bisa menyetir. Jaegar tidak pernah merokok. Jaegar tak banyak bicara. Dia lebih suka diam daripada bertindak.

Tapi akhir-akhir ini, tuan mudanya mulai menunjukkan sisi yang amat sangat berbeda.

Loren tahu otak Jaegar itu genius. Hanya saja, Loren cukup dibuat terkejut dengan kalimat Jaegar yang selalu benar. Analisis pemuda itu sangat tepat, seolah dia bisa melihat masa depan.

Sebetulnya ada banyak hal yang ingin sekali Loren tanyakan, hanya saja dia tak cukup berani. Dia hanya seorang bawahan yang harus mematuhi tuannya tanpa berkomentar. Loren merasa tak berhak.

"Kemarilah dan lihatlah ini." Ucap Jaegar tanpa menoleh ke arah Loren.

Loren bangkit dan mendekati Jaegar, matanya terbelalak sempurna ketika melihat sebuah artikel terpampang jelas di layar komputer Jaegar.

"Emang boleh se jalang ini?" Sinis Jaegar.

Loren sendiri hanya bisa menutup mulutnya menggunakan tangan. Berkali-kali dia membaca ulang artikel itu.

Sedikit tak percaya, tapi jika itu Helena, mungkin saja.

Artikel yang memuat tentang kabar pembebasan Helena selama sementara. Perempuan itu akan dibawa ke sebuah rumah terpencil di luar kota dengan beberapa orang yang mendampinginya.

Perempuan itu tengah mengandung.

Helena sendiri belum mengatakan siapa laki-laki yang telah berhubungan dengannya. Atau mungkin agaknya perempuan itu bingung saking seringnya dia bermain dengan orang yang berbeda.

CLOSED DOORWhere stories live. Discover now