10

206 31 3
                                    

Sudah sejak kemarin universitas dibuat gempar karena berita yang lagi-lagi mengenai seorang mahasiswa tingkat dua yang pekan lalu sempat viral. Siapa lagi kalau bukan Wina.

Setelah foto dan video vulgarnya tersebar, kemarin sebuah akun mengunggah beberapa foto yang menunjukkan sosok Wina tengah bersama dengan seorang pria paruh baya yang diduga adalah salah satu dosen universitas.

Karena itu sejak pagi tadi Wina sudah ditahan di kantor universitas untuk ditanyai beberapa hal sekaligus mencari siapa dosen yang bersamanya.

Namun ini bukan perbuatan Jaegar, pemuda itu masih anteng sejak kemarin. Dia bahkan sekarang tengah menyantap makan siangnya dengan tenang setelah melewati kelas nya yang membosankan.

Loren setia duduk di depannya, pria itu juga tengah makan dengan tenang. Suasana kantin yang tak terlalu ramai juga mendukung menaikkan mood Jaegar yang sempat turun pagi tadi.

Jaegar melirik Loren yang sudah selesai makan. Pemuda itu mengetuk meja membuat perhatian Loren terarah padanya.

"Aku akan ke kamar mandi, tunggu di sini." Ucap Jaegar sambil berdiri kemudian melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Loren.

Jaegar berjalan di koridor dengan wajah datar andalannya. Wajah yang tampan itu selalu bisa menarik perhatian orang-orang untuk terus melihat ke arahnya.

Jika mereka tahu bahwa Jaegar ternyata setampan ini, mereka harusnya dulu mendekatinya. Sekarang, mereka hanya bisa menelan ludah ketika Jaegar lewat. Tak berani menyinggung pemuda itu.

Jaegar sampai di toilet dan langsung menuntaskan tujuannya. Ketika dirinya sedang mencuci tangan di wastafel. Seseorang menekan punggungnya kemudian membawanya ke arah sudut toilet.

Jaegar menatap datar pemuda jangkung di depannya.

"Lo yang nyebarin tentang Wina?" Tanya Rio dengan tatapan datar miliknya.

"Bukan, aku ga ada waktu buat melakukan itu." Balas Jaegar acuh tak acuh.

Rio menahan bahu Jaegar ketika pemuda itu hendak pergi. Rio menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Jaegar.

"Gua ga tau apa yang merubah Lo, tapi Lo kaya bukan Jaegar yang gua kenal." Ucap Rio tanpa nada. Mata tajam pemuda itu menyorot dingin ke arah Jaegar yang terlihat tidak peduli.

"Kau memang tidak pernah mengenali ku." Sinis Jaegar dengan senyum tipisnya.

Pemuda itu menyentak tangan Rio, setelahnya Jaegar melangkah pergi dari sana.

•|•

"Anda yakin baik-baik saya, tuan muda?" Tanya Loren dengan ekspresi khawatir. Pasalnya, sejak tadi wajah Jaegar terlihat pucat, dia juga terlihat kelelahan.

"Aman." Jawab Jaegar pelan.

Keduanya melangkah mendekati mobil Jaegar yang terparkir sendirian di parkiran universitas. Waktu memang sudah menunjukkan sore hari, kalau bukan karena Jaegar ketiduran di perpustakaan, mereka sudah pulang sejak tadi.

Loren sedikit melirik Jaegar yang memilih duduk di kursi belakang. Pemuda itu memejamkan matanya lelah membuat Loren khawatir, takut tuan mudanya kenapa-napa. Apalagi dia baru saja keluar dari rumah sakit.

Mobil Jaegar melaju menuju kediaman mereka dengan kecepatan sedang. Diam-diam Loren sudah menghubungi kediaman untuk menyiapkan dokter karena dia merasa tak yakin dengan keadaan tuan mudanya itu.

Jaegar membuka matanya dan menoleh ke samping, memandang jajaran gedung-gedung tinggi yang ramai orang-orang.

Dulu, untuk sekedar melihat hal seperti ini saja Jaegar tidak bisa. Dia menghabiskan waktunya di dalam apartemen, terus bekerja menjadi bayangan Rio.

Tanpa Jaegar sadari, air matanya menetes sejak tadi. Entah kenapa akhir-akhir ini Jaegar merasa dirinya mudah sekali menangis dan sensitif.

Apalagi jika itu berhubungan dengan kehidupannya dulu.

"Tuan muda!" Panggil Loren dengan suara sedikit keras. Jaegar yang mendengarnya refleks menoleh.

"Anda baik-baik saja?" Tanya Loren menatap Jaegar dengan pandangan khawatir.

"Ahh maaf, aku melamun tadi." Balas Jaegar sambil menyeka pipinya yang basah.

Loren memandang Jaegar sebentar sebelum berbalik dan kembali menjalankan mobilnya. Pria itu tidak bisa tidak merasa khawatir.

Ada yang salah dengan tuan mudanya.

Mengingat perubahannya beberapa waktu terakhir ini, entah kenapa Loren merasa sesuatu yang besar akan terjadi. Perasaannya tak nyaman.

Sedangkan Jaegar sendiri kembali memandang keluar jendela mobil dalam diam. Binar yang sempat singgah beberapa waktu ini di matanya mulai terlihat meredup perlahan.

'Bagaimana jika waktuku habis lebih cepat?'

•|•

Loren masuk ke dalam kediaman Addison sambil menggendong Jaegar yang tertidur. Jarak universitas dan kediaman memang lumayan jauh, apalagi sepertinya Jaegar memang kelelahan hari ini membuatnya tanpa sadar tertidur pulas selama perjalanan.

Loren yang tidak ingin mengusik tidur Jaegar memilih menggendongnya. Beruntung Jaegar masih terlelap dengan nyaman.

Jonathan yang sengaja pulang lebih cepat ketika mendengar kabar Loren meminta didatangkan dokter buru-buru menghampiri pria itu.

"Tuan muda tidak apa, dia hanya tidur." Ucap Loren yang mengerti raut wajah khawatir Jonathan.

Dr. Gio yang sudah datang mengikuti langkah lebar Loren. Mereka sampai di kamar Jaegar.

Setelahnya Dr. Gio memeriksa Jaegar mengabaikan dua orang yang berdiri diam di sisi ranjang.

Dokter muda itu menghela napas berat, melirik sebentar tuannya kemudian melihat Jaegar.

"Tuan muda hanya kelelahan, dia baru saja keluar dari rumah sakit, tolong jangan biarkan dia menjalani aktivitas yang berat untuk beberapa waktu ke depan. Untuk vitamin yang kemarin saya berikan, jangan sampai tuan muda melewatkannya." Terang Dr. Gio dengan tenang. Pria itu menatap tanpa ekspresi wajah Jonathan yang terlihat tidak puas dengan ucapannya.

"Kalau begitu saya permisi." Ucap Gio yang langsung pergi dari sana dengan Loren yang mengantarnya ke depan.

Jonathan menatap wajah tenang Jaegar, pria itu tersenyum sendu. Wajah pucat Jaegar membuat batinnya terasa teriris dan ngilu.

"Jangan sakit terus ya, anak papa." Bisik Jonathan.

CLOSED DOORWhere stories live. Discover now