04

241 25 0
                                    

Thomas memijit pelipisnya pelan. Setelah mengurus banyak hal tentang kasus Helena, akhirnya dia bisa pulang dan duduk sejenak untuk melepas penat.

Baskara di belakangnya hanya bisa diam, menyadari suasana hati sang tuan yang sedang berantakan, pria itu memilih bungkam.

"Bas, apa aku harus melepasnya?" Tanya Thomas kemudian.

"Jika itu yang terbaik, lakukan saja. Lagipula menahannya tidak akan memberi mu keuntungan, tuan." Jawab Baskara tegas.

"Yahh ayahnya juga tidak peduli." Gumam Thomas.

Jonathan selaku ayah nya saja terkesan acuh tak acuh dengan kasus putrinya. Pria itu agaknya sadar bahwa jika dia memilih membantu putrinya lepas dari hukum, itu hanya akan memberikan kerugian besar untuknya.

Lagipula, kehilangan satu anak tidak membuat bisnisnya goncang. Justru, Jonathan akui, jika dia kehilangan Jaegar, itu baru bencana besar baginya.

Anak yang tak pernah dia anggap itu adalah sumber terbesar perusahaannya. Otaknya yang kelewat cerdas bukan menjadi rahasia lagi. Semua orang tahu.

Yang tak mereka tahu hanyalah, alasan dibalik anak malang itu tak pernah mendapatkan perlakuan baik dari semua orang. Entah itu keluarga atau lingkungan pertemanannya.

Meninggalkan Thomas dengan sejuta pikirannya. Kita kembali ke Jaegar.

Pemuda itu tengah makan malam bersama bersama teman-teman Loren. Kelana dan Juana. Saudara kembar tak identik dari keluarga penguasa sektor pertanian terbesar dalam negeri, Nirvana.

Koneksi Loren yang tinggi tentu membuatnya mudah bergaul dengan semua orang. Apalagi ditambah dia bekerja dengan Addison yang mengharuskan dia harus selalu ada di sisi mereka sebagai asisten dari bungsu Addison.

"Ini pertama kali aku bertemu dengan mu, kau ini masih bocah tapi aura mu sudah seperti orang dewasa saja. Hmm bagus bagus." Ucap Kelana antusias.

Jaegar hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Kelana.

Loren memang selalu menceritakan tentang tuan mudanya, Kelana dan Juana jadi penasaran dengan anak itu. Apalagi beberapa hari lalu Loren bercerita bahwa tuan mudanya berubah dan merek semakin penasaran.

"Kau bisa berubah begini, tapi kenapa baru sekarang? Aku rasa melewati hari-hari buruk di masa lalu cukup menjengkelkan." Bingung Juana.

"Entahlah, mungkin belum mendapatkan pencerahan?" Heran Jaegar.

Mereka saling lirik kemudian tertawa bersama. Ahh teman-teman Loren ini lucu sekali.

"Yo guys! Boleh bergabung?" Tanya seorang pemuda yang berdiri di samping meja mereka.

Jaegar menatap keberadaan Lux yang tengah tersenyum lebar menatapnya. Pemuda itu mendengus, menatap teman-temannya yang terlihat tidak keberatan, setelahnya Jaegar mengangguk.

"Lux, panggil aja gitu. Temennya Jae." Ucap Lux ketika sadar tiga orang yang bersama Jaegar menatapnya penasaran.

"Kelana."

"Juana."

Lux cukup menikmati suasana sekarang. Semasa hidupnya, dia belum pernah merasakan hal-hal seperti ini. Namun sejak dia memutuskan untuk berkenalan dengan Jaegar, Lux merasakan perubahan baik perlahan-lahan merambat ke dalam hidupnya.

Bahkan tanpa sadar Lux terus memperhatikan Jaegar yang asyik makan dengan sesekali membalas ucapan teman-temannya.

Perlakuan itu tentu disadari oleh Loren. Sejak kemarin mendapati tuan mudanya berbincang berdua dengan orang baru, Loren tanpa dikomando bergerak cepat untuk mencari tahu tentang pemuda keturunan Immanuel itu.

Apakah dia menguntungkan tuannya atau justru merugikan? Untuk sekarang, Loren merasa keduanya sedang saling membutuhkan. Tapi jika di masa depan Lux berniat mengkhianati tuannya, Loren tidak akan tinggal diam.

Loren sudah bersumpah pada mendiang ibunda Jaegar bahwa dia akan melindungi putra bungsunya.

•|•

Samael menatap tempat makan sederhana yang menjadi tujuan adik sepupunya dari dalam mobil. Dia tidak berani turun takut Jaegar atau Loren menyadari kedatangannya.

Sejak Jaegar bilang bahwa dia akan makan malam di luar, Samael diam-diam mengikuti kepergiannya.

Dia agak terkejut dengan keberadaan si kembar Nirvana, juga kedatangan keturunan terkahir Immanuel.

Apalagi mereka tampak akrab. Sejak kapan Jaegar mengenal mereka? Adik sepupunya yang penakut dan pemalu itu, kapan dia punya kesempatan mengenal tiga orang besar itu?

Tidak. Samael tidak iri.

Dia hanya khawatir. Perubahan sifat Jaegar yang tiba-tiba membuatnya merasa gelisah. Ada perasaan tidak nyaman yang datang padanya.

Meski sejak lama dia sudah berharap banyak tentang perubahan adik sepupunya, namun nyatanya Samael tidak cukup siap menghadapinya.

Samael menghela napas panjang yang berat. Dia tidak membenci Jaegar. Meski dia terlihat acuh tak acuh, Samael tetap memperhatikan adik sepupunya itu, dari jauh.

Dia sering menyuruh teman-temannya atau kenalannya untuk mengawasi Jaegar selama di kampus atau di manapun anak itu pergi.

Meski beberapa kali kecolongan karena jika Jaegar sudah pergi bersama Rio dan Wina, jejaknya seolah hilang.

"Aku kadang merasa bersalah karena tidak bisa menunjukkan rasa sayang ku secara langsung pada mu, Jae. Aku hanya tidak tau bagaimana caranya mendekati mu di saat om Jo sangat membenci mu." Gumam Samael pelan.

Merasa cukup, Samael menyalakan mesin mobilnya kemudian pergi meninggalkan tempat Jaegar berada.

Dia harus pulang, menemani Thomas yang sedang banyak pikiran...? Apa lagi?

•|•

Jaegar menatap datar layar komputernya. Dia tidak bisa melakukan balas dendam nya terang-terangan, dia belum punya cukup kuasa untuk melawan keluarganya sendiri. Jadi bagaimana mungkin dia bisa melawan orang lain?

Satu-satunya yang bisa Jaegar lakukan sekarang adalah membalas mereka dari belakang. Hanya otaknya lah yang bisa dia andalkan sekarang.

Loren seperti biasa akan menunggu tuan mudanya selesai. Dia tak sabar melihat kejutan apa lagi yang akan diberikan oleh Jaegar.

Setelah mengirim Helena ke dalam jurang. Kira-kira siapa target Jaegar selanjutnya? Jaegar dulu anak pendiam, tak ada yang akan tahu siapa saja musuhnya.

Jaegar tak mungkin menargetkan Jonathan untuk sekarang, Loren yakin itu.

"Bukankah mereka keluarga yang harmonis, Loren?" Tanya Jaegar tiba-tiba membuat perhatian Loren teralih.

Loren mengamati layar komputer Jaegar sebentar, "Bener, tuan. Mereka selanjutnya?" Tanya nya.

Jaegar mengangguk, "Aku harap penyakit nyonya Kavalis tidak kambuh mendengar berita tentang suami tercintanya." Gumam pemuda itu.

Kavalis, salah satu keluarga berkuasa di kota ini. Mereka menguasai ilmu pengetahuan yang cukup tinggi, karenanya di setiap keturunannya pasti akan masuk ke dalam jajaran pemerintahan yang kompeten.

Sayang, pikiran dan hati mereka sangat bertolak belakang. Otak cerdas mereka tidak sesuai dengan hati mereka yang penuh keserakahan.

Contohnya, putra sulung Kavalis yang menjadi pemimpin dewan pemerintahan cabang satu. Dia dikenal dengan sikap pedulinya dan rendah dirinya.

Namun siapa sangka bahwa sosok yang selalu mendapat pujian dari orang-orang adalah dalang di balik penyebaran narkoba yang diselundupkan lewat kapal-kapal pesiar besar yang mengangkut pengusaha-pengusaha kaya dari seluruh negeri.

Dia, Oliver, bersama anak buahnya menjual belikan narkoba secara terbuka di kapal-kapal pesiar itu. Kenapa dia bisa lolos? Tentu saja karena uang dan sebagian besar pekerja yang bekerja di sekitar sana adalah orang-orang miliknya.

Mereka akan membersihkan jejak mereka dengan baik. Karena itu selama bertahun-tahun bisnis gelap Oliver tak pernah tercium pemerintah pusat.

Jaegar terkekeh geli, tangannya dengan lincah memainkan keyboard komputer nya. Setelahnya dia tersenyum puas.

Mari menunggu kabar baik esok hari.

CLOSED DOORTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon