Keberuntungannya

179 27 0
                                    

Tembus 476 Kata

°•°•°

Monoton, seperti itu itu saja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Monoton, seperti itu itu saja. Jimin merasa tidak ada yang menarik dari hidupnya. Ia sebatang kara di dunia yang kejam dan luas. Hatinya mengeluh tanpa suara, tidak ada yang dengar, ia hanya bungkam dihadapan semua orang. Mengunci semuanya sendirian, tidak memiliki ruang untuk mengekspresikan diri.

Wangi barbeque, pasti dari tetangga sebelah. Ini malam tahun baru, keluarga mana yang tidak menghabiskan waktu bersama dimalam pergantian tahun. Bahkan Ayah Jimin pun memaksakan diri mengambil cuti dari tugas pelayarannya, demi menghabiskan waktu dalam kehangatan rumah disuasana yang menggembirakan.

Jimin bisa dengar gelak tawa Ayah. Pria itu sangat pandai menggaungkan lelucon, tidak pernah gagal dan selalu lucu. Jimin juga ikut tersenyum tanpa sadar saat kenangan tentang gurauan kocak Ayah terlintas dikepalanya.

Saat-saat itu sangat menyenangkan, Jimin ingin mengulanginya. Namun, mustahil buat menembus batas waktu yang sudah berlalu.

"Selamat Tahun Baru Bunda." Senyum Jimin kembali terulas. Memandang satu-satunya bintang yang terlihat. Kepalan tangannya memukul dadanya, sangat menyesakkan. Jimin tidak nyaman.

"Bunda, bunda." Jimin merasa membuat jantungnya terguncang didalam rongga dadanya. Ia memukulnya terlalu kencang, sudah begitu tetap saja rasa tidak nyaman masih bersarang disana.

Suara tawa Ayah kembali terdengar, kini ditambah suara dari Ibunya Taehyung, lalu suara Taehyung sendiri. Jimin juga tertawa, hidupnya sangat pantas ditertawakan. Miris sekali saat air matanya meluncur begitu saja, tanpa sempat ditahan.

"Jimin-ah." Suara ketukan pintu kemudian terdengar.

Jimin tidak menyahuti suara Taehyung yang memasuki pendengarannya. Punggungnya bersandar lelah pada pinggir tempat tidurnya. Berusaha mengatur napasnya yang mendadak dangkal.

"Sudah tidur ya, Jim?" Taehyung kembali bersuara dari depan pintu kamar Jimin.

Tapi Jimin bungkam, ia mengigit bibirnya. Sesak sekali rasanya, otaknya terus menegaskan kesengsaraannya. Semua yang menyakitkan berdatangan menyerbu pikirannya. Bundanya menderita, Jimin lihat Ibunya yang meregang nyawa, dan itu kembali tergelar seperti pertunjukan dramatis yang menyiksa batinnya.

"Aku masuk ya, Jim."

Jimin ingin Bundanya, ia memaksakan diri berdiri. Melangkahkan kakinya hanya untuk menabrakkan diri sekencangnya pada cermin setinggi dua meter yang berdiri didekat meja belajarnya. Bertepatan Taehyung yang membuka pintu. Menyaksikan bagaimana kepingan dari cermin itu terpental kesegala arah, menimbulkan suara yang begitu nyaring.

"Taehyung-ah, suara apa itu?" Obrolan Ayah dan Ibu ikut terhenti.

"Ji-Jimin-ah!" Pekikan Taehyung terdengar sampai lantai bawah. Ayah dan Ibu ikut berlari tergesa-gesa. Suara Taehyung memicu kepanikan.

Tapi memang keadaannya benar-benar buruk. Melihat Jimin yang jatuh diantara pecahan cermin, sudahlah pasti membuat Taehyung tanpa berpikir dua kali mendekati saudara laki-lakinya. Membiarkan sandal rumah yang tebalnya tidak seberapa, menginjak serpihan-serpihan yang berserakan.

"Jimin-ah, Jimin!" Menaruh kepala Jimin diatas pangkuannya. Saudaranya masih sadar, matannya terbuka meski sayu. Taehyung tidak bisa menahan air matanya, "Kau dengar aku, jangan tutup matamu. Jangan Jim."

"Aku—membencimu—Taehyung."

Jimin tidak mendengarkan Taehyung. Ia menutup matanya, disaat rasa sakit yang entah dibagian mana terus mendera tubuhnya. Samar-samar Jimin masih bisa dengar, suara Ayahnya. Suara yang tertuju padanya.


'Bunda, Ayo pulang.'

'

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


°•°•°

Written by
Minminki

Tanpa JedaWhere stories live. Discover now