Senyumannya

112 18 0
                                    

Tembus 848 Kata

°•°•°

Biasa saja, eksistensi Jimin sangat monoton, datar dan tidak menarik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Biasa saja, eksistensi Jimin sangat monoton, datar dan tidak menarik. Ia berdiri dipaling belakang kursi penonton. Seperti tamu tak diundang yang memaksakan diri datang.

Kalau kata Ayah, Taehyung itu harapan, hadirnya bisa mengharumkan nama keluarga. Buktinya, saudara tirinya itu tengah berdiri diatas podium, tersenyum senang memegang tropy kebanggaan, dikalungkan mendali, mengacungkan tinggi-tinggi piagam yang terbingkai rapih.

Juara 1 olimpiade matematika. Jimin mana bisa begitu, otaknya terasa membeku setiap berhadapan dengan hal akademik. Macet, sulit bergerak.

Dibawah sana, dikursi paling depan ada Ayah dan Ibu tirinya. Bertepuk tangan bangga. Meriah sekali, sangat dirayakan disetiap pencapaian.

Jimin bisa lihat, Taehyung berbisik-bisik pada seseorang. Lalu diberikan mic. Jimin mengernyit, apa kiranya yang akan Taehyung lakukan dengan pengeras suara ditangan.

"Ekhem, Selamat siang semuanya. Aku mau memanfaatkan privilage sebagai juara satu. Mohon waktu dan perhatiannya sebentar." Taehyung tampak tidak gugup sama sekali. Mungkin statusnya sebagai juara satu mendorong kepercayadirian yang tinggi, "Mungkin kalian menganggap ini berlebihan. Tapi aku tetap ingin mengatakannya. Pertama tentu saja aku ingin berterimakasih pada Ayah dan Ibuku, yang selalu mendukung langkahku. Keberhasilan ini untuk kalian."

Lalu tiba-tiba Jimin dibuat gelagapan saat atensi Taehyung menemukannya. Padahal ia sudah berdiri dibarisan paling belakang.

"Yang kedua, semua ini aku persembahkan secara khusus kepada Adikku yang ada disana." Taehyung mengarahkan tangannya pada Jimin, membuat berpasang-pasangan mata secara serempak tertuju pada Jimin, "Kim Jimin."

Tidak, ini bukan sebuah kebanggaan atau Jimin merasa tinggi sebab ditunjuk secara khusus oleh idola sekolah. Tapi penghinaan, Jimin merasa seluruh atensi yang melihatnya memberi tatapan meremehkan. Jimin tahu, ia tidak sebanding dengan Taehyung, tapi apa harus setajam itu pandangan dari mereka semua. Seolah mempermalukan Jimin.

Jimin dibuat gemetar, ia langsung berlari keluar, bermaksud menghindari tatapan semua orang. Langkahnya dibawa memasuki toilet sekolah. Mematri diri didepan cermin wastafel.

Mengerikan, Jimin memang tidak sebaik Taehyung. Tidak secuil pun. Tidak ada apa-apanya.

"Ma-maaf, maaf." Jimin hampir menangis, ia memutar keran air. Membasahi tangannya, mengambil sedikit sabun, lalu menggosoknya secara kencang, terus begitu sampai tercipta busa yang melimpah. Jimin membasuhnya hingga bersih. Tapi bukannya usai, Jimin merasa tidak cukup. Ia melakukannya lagi,"Maaf, Ma-maaf bunda."

'Aku tidak bisa seperti Taehyung. Aku tidak membanggakan, aku mempermalukan Bunda.'

Terus dalam kegiatan yang sama, hingga seseorang menarik tangan Jimin, "Ash..." Secara kasar, dan ia melihat Taehyung dihadapannya.

Tanpa JedaWhere stories live. Discover now