-2-

781 154 20
                                    

Suara kicauan burung membangunkan Rosie dari pingsannya. Tadi malam, bocah itu pingsan gara gara badannya sudah tidak mampu menahan rasa sakit yang diberikan oleh sang Daddy.

Bahkan sekarang badannya seakan remuk dan dia sulit untuk bergerak. Wajahnya yang pucat serta bibirnya yang kering membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan merasa kasian dengannya.

Namun Rosie tetaplah Rosie. Dia bocah yang kuat walaupun sering kali menerima amukan sang Daddy. Dia fikir dengan menjadi samsak sang Daddy, itu bisa mengurangkan rasa bersalahnya atas kematian sang Mommy.

Memang benar, Jeffri berbohong kepada Rosie dengan mengatakan kalau Rosie adalah punca sang Mommy meninggal. Gara gara itu juga Rosie berfikir kalau Jeffri membencinya gara gara kelahirannya yang membuat sang Mommy harus pergi.

"Eungh" Rosie menatap Jeffri yang sudah bangun dari tidurnya itu.

"Shh pusing" keluh Jeffri mengusap wajahnya dengan kasar.

"D-Daddy" panggil Rosie ketakutan.

Jeffri menatap sang anak dengan datar. Bukannya merasa kasian, dia malah berdecak sebal "Ck, gue muak melihat lo!"

Dia bangkit dan berjalan menuju kedapur gara gara perutnya sudah meronta meminta makanan.

"Rosie!"

Teriakan Jeffri sontak membuat Rosie bergegas bangkit menghampirinya "A-Ada apa Daddy?"

Srett

Jeffri menarik rambut Rosie dengan kasar "Lo tidak membeli makanan untuk sarapan hah!?"

Rosie hampir saja meneteskan air matanya "A-Ampun Daddy. Rosie lupa"

"Dasar anak tidak berguna!" Marah Jeffri menghempaskan Rosie kelantai.

"Hiks Mommy" Secara tiba tiba Rosie terisak dan memanggil sang Mommy.

Jeffri berjongkok didepan Rosie dengan seringai kecilnya "Kasian sekali ya, Mommy lo bahkan sudah mati"

"Hiks Mommy" isak Rosie sesenggukan.

"Diam!" Bentak Jeffri membuat Rosie langsung berusaha menghentikan tangisannya "Sekarang lo ganti baju terus keluar untuk membeli makanan! Jangan lama!" Sentaknya melemparkan beberapa lembar uang dimuka sang anak.

Tanpa membantah, Rosie mengambil uang itu dan berganjak kekamarnya untuk mengganti baju sebelum keluar mencari makanan.





Dengan menahan rasa sakit disekujur badannya, Rosie berjalan keluar dari area perumahannya. Dia hanya akan ke restaurant yang berdekatan untuk membeli sarapan kepada sang Daddy.

"Astaga Rosie" Ahjumma Jung, sosok tetangga yang selama ini peduli kepada Rosie langsung menghampiri Rosie.

"Selamat pagi Ahjumma" sopan Rosie berusaha menampilkan senyumannya.

"Wajah kamu pucat banget. Kamu sakit?" Ahjumma Jung memegang punggung Rosie dan itu sontak membuat Rosie meringis.

"Kamu dipukul sama Daddy kamu lagi?" Tebak Ahjumma Jung yang langsung diangguki oleh Rosie.

"Dasar bapak tidak berguna!" Gumam Ahjumma Jung dengan marah.

"Ayo kerumah Ahjumma. Biar Ahjumma obatin luka kamu"

Rosie menggeleng "Rosie harus belikan sarapan untuk Daddy"

Ahjumma Jung mengusap kepala Rosie "Ya sudah, Rosie belikan sarapan untuk Daddy duluan. Nanti setelah Daddy berangkat kerja, Rosie kerumah Ahjumma ya"

"Baiklah Ahjumma" sahut Rosie. Setelah berpamitan, Rosie bergegas berlari ke restaurant yang berdekatan.

Sementara Ahjumma Jung, dia hanya menatap kepergian Rosie dengan sedih. Selama ini, dia lah yang menjadi saksi diatas penderitaan Rosie. Dia bahkan sudah menghalang Jeffri daripada menyakiti Rosie namun tetap saja dia tidak mampu gara gara ancaman yang diberikan oleh Jeffri.

"Kalau Ahjumma sama yang lain ikut campur, aku akan pastikan kalian akan melihat jasad Rosie yang sudah tidak bernyawa dengan segera!"

Gara gara itu Ahjumma Jung tidak berani untuk melapor polisi. Dia masih memikirkan keselamatan Rosie. Dia hanya bisa membantu Rosie dengan mengobati Rosie dan menjadi sandaran kepada Rosie.

"Jennie, Ahjumma harap kamu segera datang untuk menyelamatkan Rosie" gumam Ahjumma Jung.





*

Tanpa mempedulikan suami dan anaknya yang lagi sarapan, Jennie terus saja melamun. Sejak tadi malam, dia seakan mendapatkan firasat buruk sehingga dia tidak bisa tidur dan kantung matanya terlihatlah dengan jelas.

"J?" Jennie tersentak ketika Limario memegang tangannya.

"Kenapa Hon? Kamu mau nambah?" Tanya Jennie tersadar dari lamunannya.

Limario menggeleng "Kamu kenapa? Ada masalah?"

Jennie menghela nafasnya dengan kasar "Aku capek saja kok. Jangan khawatir" bohongnya.

"Bagaimana kalau kamu batalin saja jadual kamu untuk hari ini? Kamu bisa istirahat dimansion" khawatir Limario.

Jennie menampilkan senyumannya agar sang suami tidak merasa khawatir "Hari ini aku hanya ada jadual pemotretan kok. Jam 1 juga aku sudah selesai dan aku bisa pulang istirahat"

Dia beralih menatap Lalice "Lice, nanti Mommy yang jemput kamu dari sekolah ya"

"Benaran Mom!?" Antuasis Lalice.

"Benaran sayang" balas Jennie membuat Lalice terpekik kesenangan.

"Ngomong ngomong, nanti malam aku bakalan lembur. Kamu tidur saja duluan, tidak perlu menunggu aku" ujar Limario.

"Baiklah Hon"

Limario tersenyum dan beralih menatap sang anak "Lice, ayo berangkat. Kita sudah hampir telat"

"Eung!" Sahut Lalice berganjak turun dari bangku dan menghampiri Jennie.

"Mommy, Lalice berangkat duluan ya. Nanti pulang sekolah, Mommy harus jemput Lalice. Tadi Mommy sudah janji loh"

Jennie terkekeh kecil "Iya sayang. Mommy tidak akan lupa kok. Belajar dengan baik ya. Jangan berantem" ujarnya sebelum mengecup jidat sang anak yang tertutup poni.

"Aku juga berangkat dulu. Jaga diri kamu Babe" pamit Limario mengecup dahi sang istri dengan penuh cinta.

Akhirnya Limario bersama sang anak berangkat pergi meninggalkan Jennie yang kembali melamun memikirkan firasatnya.










Kenapa chapter 1 sepi banget? Apa kalian tidak mendapatkan notif?

  Tekan
   👇

Rumah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang